Senin, 25 April 2011

Secarik Kertas

Sebelum berangkat stage bulan Januari 2009, saya dan beberapa stagewan dan stagewati mengadakan retret di daerah Temanggung. Ya namanya saja retret-mundur sejenak dari rutinitas-maka hari-hari retret itu diisi dengan permenungan-permenungan. Suatu malam kami mengadakan ibadah malam ya hampir mirip semacam ibadah meditatif. Satu per satu kami maju dan bersimpuh di depan salib Yesus. Nyaris semua menangis tatkala harus bersimpuh di depan salib Yesus. Kegentaran...kekawatiran...ketakutan...kecemasan...kepasrahan berpadu menjadi satu dan akhirnya pecahlah tangis itu. Barangkali itu pula yang dialami oleh Yesus ketika bersimpuh di dalam doa di taman getsemani. Setelah bersimpuh menaikkan doa pribadi, kami semua kembali duduk dan Pdt. Stefanus meminta kami untuk menuliskan kata-kata yang mengobarkan semangat, doa atau apapun yang harus kita tuliskan dan kita berikan pada satu orang teman kita. Saya menerima tulisan dari seorang teman yang duduk di sebelah kiri saya. Orangnya sederhana dan bersahaja, tetapi kalau sudah berkotbah, takjub dan takzim kami dibuatnya. Belum lagi kalau dia sedang nembang atau menyanyi, damai kami rasa. Teman saya ini asli dari Kutoarjo, sangat mendetani, begitu kesan pertama yang nampak dari tampilan fisiknya. Namanya Adhika Tri Subowo. Kalau orang lain sudah memiliki account jejaring sosial, dia cuma punya email. Maka komunikasi saya dengannya hanya lewat email saja, itu pun jarang-jarang. Sekarang saya tidak tahu dia di mana. Sebab setelah lulus, dia langsung nyemplung gereja.

Kembali ke bulan Januari 2009. Tanpa diduga, Adhika memberikan secarik kertas bertuliskan sesuatu degan tinta ballpoint yang memudar pula. Sungguh perjuangan untuk membaca tulisannya dengan cahaya lilin semata. Tetapi ketika saya baca satu per satu kalimat yang dia torehkan di sana, saya terharu. Kurang lebih begini isi tulisannya:

"Ketika kamu sudah memberikan apa yang kamu mampu, dan itu sudah benar-benar seluruhnya yang sanggup kamu berikan...orang akan meragukanmu...orang akan melupakanmu...orang akan mencercamu...tetapi ingatlah bahwa DIA tahu segala proses dan jerih lelahmu yang mereka tidak tahu....bahkan ketika tidak ada seorangpun yang menghargai karya pelayananmu...ingatlah DIA yang tersenyum memandangmu..."

Kata-kata yang dia tulis di secarik kertas itu saya simpan di buku agenda saya dan saya bawa selama saya stage 6 bulan. Dan benarlah, ketika saya merasa "down", tulisan itu kembali menguatkan saya...bahwa DIA yang memiliki Ladang, tahu lebih banyak tentang jerih lelah proses yang harus saya tempuh daripada mereka yang meragukan saya, melupakan saya, mencerca saya baik di depan saya atau di belakang saya, dan mereka yang tidak menghargai saya. Berkali-kali tulisan itu diapakai oleh DIA untuk memandang kembali kepada sang empunya ladang yaitu Kristus. Dan sekarang tulisan itu kembali menggema di saat-saat saya merasa terpuruk. Sungguh saya berterimakasih untuk Adhika, seorang teman yang dipakai oleh DIA untuk selalu mengajak saya memandang kepada Kristus sang pemilik Ladang...

 

"Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan menjadi seorang  saudara dalam kesukaran" (Amsal 17:17)

terimakasih sahabat....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar