Minggu, 10 April 2011

Berburu Harta Karun

Bila hati terasa berat

tak seorangpun mengerti bebanku

ku tanya Yesus, "Apa yang harus ku buat?"

Dia berfirman, "Mari datanglah!

Dia s'lalu pedulikan aku

ku datang Yesus, Dia pikul s'gala bebanku.

Sujud di altarNya, ku bawa hidupku

ku t'rima anugerahNya

Dia ampuniku dan bebaskanku

Dia ubah hidupku, bah'rui hatiku

sesuatu terjadi saat datang di altar-Nya

 

Tok...tok...tok! Ada suara ketukan dari luar pintu kamar saya. Di balik pintu sudah menunggu seorang pendeta perempuan sekaligus mentor saya yang mengajak saya "berburu harta karun". Ini terjadi 3 tahun lalu ketika saya sedang melayani di sebuah gereja untuk beberapa bulan. Saya sebetulnya agak bingung dengan ajakan beliau untuk berburu harta karun di pagi buta seperti ini. Tetapi dengan beribu tanda tanya di kepala dan nyawa yang masih harus diabsen satu per satu mirip anak sekolah minggu, saya berjalan bersama dia dalam keheningan. Langit masih gelap, waktu itu sekitar pukul 5 pagi tapi langit masih gelap. Kami berjalan dalam kesunyian yang membuat saya merasa tidak nyaman. Setelah berjalan kurang lebih 5 menit, pendeta saya ini bersiul-siul lalu huming suatu lagu yang saya tidak terlalu paham ini lagu apa. Lagi-lagi saya diam. Saya manut saja sama dia, diajak jalan ya hayu...diajak belok ya monggo...betul-betul tidak tahu ini mau kemana dan ngapain. Setelah perjalanan 10 menit barulah saya tahu dia mengajak saya kemana. Dia mengajak saya ke gereja. Tapi tanda tanya itu masih menggelayut. Dalam hati, "Astaga bu...rajin sih rajin bu...eniwei ini kan gak ada jadwal doa pagi...lha ngapain kita ke sini bu...katanya cari harta karun..lha ngapain ke sini.." Dia tersenyum menatap saya lama. Dalam hati saya (lagi), "Haduh...gaswat...jangan-jangan si ibu tahu lagi hati saya ngomong apa...haduh..diem..diem.." Setelah dia membuka pintu gerbang gereja, dia mengajak saya naik ke ruang kebaktian.

Satu tanda tanya sudah terjawab, tapi masih bejibun tanda tanya yang gelantungan di otak saya. Si ibu, "Nik, koranmu dibeber di sini ya." Oh ya saya lupa, tadi si ibu instruksikan saya untuk bawa koran buat dua orang. Waktu dapat instruksi itu saya mikir dalam hati, "Emang sejak kapan sih nyari harta karun pake koran segala...si ibu mah ada-ada aja."  Akhirnya saya bentangkan korang itu di tempat yang dia pilih. Mau tahu dimana? Di gereja tersebut ada altar yang cukup luas dan dingin, dinding depan altar alias belakang mimbar itu ada salib besar menjulang di sana. Saya duduk di atas koran itu. Satu tanda tanya gugur. Saya tahu kenapa saya disuruh bawa koran dan dibentangkan disini...lantainya dingin, bisa-bisa masuk angin. Saya tadnya berpikir si ibu akan duduk di samping saya, tapi ternyata dia malah main piano dan mulai menyanyikan lagu yang mengantar ke suasana teduh dan khidmat. Setelah kurang lebih 10 menit kami berdua hanyut dalam puji-pujian, barulah si ibu duduk di samping saya. Mau tahu berapa lama kami duduk di sana? 20 menit kami duduk di sana tanpa bicara...tanpa saling melirik...hanya diam saja menatap salib di depan kami.

Setelah itu kami berjalan lagi kembali ke pastori. Di dalam perjalanan itulah satu tanda tanya besar terjawab. Si ibu bertanya, "Nik. dapat harta karun apa tadi?" Saya bilang, "Jujur bu, tadi saya belum "ngeh" saya diajak ngapain. saya cuma merasa nyaman saja berdiam seperti tadi. Dia tersenyum dan berkata, "Di dalam hidup kita, sediakan waktu untuk diam di bawah kaki-Nya..karena seberapa sering kita berlutut di hadapan-Nya itu menentukan seberapa kuat kita berjalan dalam hidup ini."

 

Berburu harta karun...nah sekarang pertanyaannya, apa sih harta karun yang saya dapat dari moment itu?

saya mendapatkan makna dari Yesaya 50:4-9 dari peristiwa 3 tahun lalu itu. Ada apa dengan Yesaya 50:4-9? Yesaya 50 ini biasa disebut sebagai nyanyian Hamba Tuhan walaupun tidak secara eksplisit dijelasakan siapakah yang dimaksud dengan hamba Tuhan dalam nyanyian tersebut. Ada yang mengatakan itu adalah bangsa Israel, ada yang mengatakan itu adalah si nabi sendiri dan bahkan ada yang mengatakan bahwa hamba Tuhan yang dimaksud adalah Tuhan Yesus. Tetapi saat ini kita tidak sedang memperdebatkan siapakah sosok hamba Tuhan yang dimaksudkan itu.

Pada bagian Yesaya 50:4-9 kita menemukan bahwa sosok hamba Tuhan ini digambarkan sebagai seorang murid yang kemampuan untuk menghibur, memberi semangat pada orang yang letih dan berbeban berat. Wuiiiihhhh...hebat tenan! Lha kok bisa gitu ya? apa rahasianya? perhatikan: dia mampu seperti itu karena setiap pagi dia mendengarkan Tuhan.

Di dalam bahasa Ibrani, kata "mendengarkan" itu adalah "syama" yang memiliki dua arti yaitu "mendengarkan" dan "taat". Sedangkan di dalam bahasa Yunani, kata yang dipakai adalah "hupakouo" yang berarti "mendengarkan di bawah..." Ide yang di dapat dari kata-kata tersebut adalah: seseorang yang mendengarkans sesuatu dan taat pada si pembicara yang didengarkan". Di dalam bahasa Inggris lebih jelas lagi perbedaannya: "to hear" dan "to listen". "To hear" adalah "mendengar sambil lalu" sedangkan "to listen" adalah mendengarkan...melibatkan tidak hanya telinga saja tetapi hati dan pikiran.

Ternyata kalo diusut lagi, si hamba Tuhan yang mampu menghibur dan memberi semangat ini adalah mendengarkan...dan akar dari kemauan untuk mendengarkan adalah ketaatan pada si pembicara yaitu Tuhan sendiri. Dia mendengarkan Tuhan setiap pagi, mengapa setiap pagi? Pagi hari adalah waktu dimana kita belum disibukkan dengan ini dan itu. Pagi hari adalah garis start kita selama satu hari itu. Pagi hari idealnya adalah saat yang relatif lebih hening walaupun ada juga yang justru setiap pagi ribut kayak pasar ikan kena gusur. Tetapi sejatinya pagi hari adalah "starting point" kita. Bahkan ada yang bilang begini, "Kalau pagi hari mood kita sudah jelek, niscaya seharian itu bawaannya sensi dan bad mood". Kalau mau jujur, saya dan Anda pasti pernah merasa seperti ini, pagi hari uring-uringan dan mood jelek seharian.

Oleh sebab itu si hamba Tuhan ini memilih untuk tidak mau menjalani sisa harinya dengan mood yang jelek. Maka dia setiap pagi menyediakan diri untuk menemui Tuhan dan bercakap-cakap dengan Tuhan. Dia tahu betul ini adalah modal bagi dia untuk menjalani sisa hari itu dan dia paham betul bahwa hanya Tuhan yang memampukan dia untuk dapat menghibur dan memberikan semangat bagi mereka yang letih dan berbeban berat. Menghibur dan memberikan semangat kepada mereka yang letih dan berbeban berat bukan pekerjaan mudah. Energi dan bahkan keseluruhan diri kita terserap di dalamnya. Tanpa bertelut setiap pagi di hadapan Tuhan, kita tidak akan memiliki energi untuk menghibur dan memberikan semangat kepada mereka yang letih dan berbeban berat, bisa jadi malah kita yang jadi letih dan berbeban berat karena setiap saat melayani orang. Ibu Teresa pernah ditanya oleh seorang wartawan tentang sumber kekuatannya dan ordonya. Dia mengatakan bahwa setiap pagi dia dan para suster yang lain bersimpuh di depan salib Yesus sambil memandang wajah Yesus yang sayu di salib itu. Mereka berdoa agar Yesus Sang Sumber Cinta Kasih mengisi hati mereka dengan cinta-Nya yang mengaliri tangan, kaki, dan seluruh diri mereka sehingga hari ini mereka mampu melayani sesama...mengasihi sesama sampai sehabis-habisnya. Dan mereka memohon agar setiap mereka berjumpa dengan orang lain mereka melihat mereka dan memperlakukan mereka seolah-olah mereka adalah Yesus sendiri. Dengan kata lain Ibu Teresa dan para suster ini menyadari bahwa sumber kekuatan mereka adalah ketaatan mereka untuk berjumpa dan mendengarkan Yesus sebelum mereka melakukan karya pelayanan sehari itu.

Well, ini adalah harta karun yang luar biasa buat saya. Nggak sebanding dengan tiket liburan pulang pergi keliling Eropa plus akomodasi dan konsumsinya seklaipun. Ini harta karun yang everlasting. Kalo mau jujur ya, sebagai orang-orang yang sibuk dengan segala macam urusan dan pelayanan, seberapa sering kita bertelut di hadapanNya sebelum memulai aktivitas kita? seberapa sering kita datang padaNya dan bertanya, "Tuhan, Tuhan mau apa dari hidupku?", Seberapa sering kita datang kepadaNya dan berkata, "Tuhan, salib yang ku pikul berat dan tidak seorang pun yang tahu bebanku ini?"

Manusia modern, ya kita ini sudah larut dan hanyut dalam segudang aktivitas...kerja..kerja..pelayanan...pelayanan...dan akhirnya kita "burn out". Kita capek sendiri padahal tugas kita menghibur dan memberi semangat pada orang lain yang letih dan berbeban berat, tapi kita sendiri sedang letih plus berbeban berat, gimana mau menghibur dan ngasih semangat?

Sujud di hadapan Tuhan bukan cuma kalo sedang butuh ini dan itu. Tetapi sujud dihadapan Tuhan adalah sebentuk ketaatan yang konstan. Ketaatan yang dilatih setiap hari. Sehingga dari ketaatan itu tumbuh sikap mau menghampiri dan mendengarkan Tuhan. Di sanalah letak kekuatan kita...

seberapa sering kita berlutut di hadapan-Nya itu menentukan seberapa kuat kita berjalan dalam hidup ini....

 

Darmo Satelit, 10 April 2011

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar