Kamis, 06 Agustus 2009

BERAPA KALI?

"Gagal maning...gagal maning!" Barangkali Anda pernah mendengar gerutu ala logat Banyumasan itu. Gerutu itu pernah dipopulerkan lewat sebuah tayangan di TV beberapa tahun yang lalu. Tidak ada yang salah dengan gerutu semacam itu, sebab setiap insan pasti mendambakan kesuksesan. Setiap insan mendambakan keberhasilan dalam setiap aspek kehidupannya. Tetapi tak seorang pun dapat menjamin bahwa kesuksesan itu akan tiba di genggamannya. Konon katanya ada orang berpendapat demikian, "Keberhasilan tidak akan pernah dicapai jika seseorang tidak belajar apa arti dari kegagalan." Sedikit banyak kalimat ini ada benarnya juga. Dalam proses meraih apa yang menjadi tujuan kita, tak seorangpun dapat memberikan jaminan kepastian bahwa tingkat keberhasilan yang akan dicapai adalah 100% dan tak jarang pula kegagalan itu mengintip.
Ketika kegagalan tak sekedar mengintip tetapi benar-benar menunjukkan wajahnya, maka ada banyak reaksi yang ditunjukkan orang. Secara garis besar ada 3 hal (berdasarkan pengamatan sederhana), pertama, ada orang yang langsung menoleh pada masa lalu. Bukan untuk belajar dari kesalahan di masa lalu tetapi cenderung mengagungkan masa lalu dan menyesalkan masa kini. Ungkapan yang akan sering kita dengar, "Duh...seandainya aku dulu tidak pindah kerja." Yah, kata yang paling sering muncul adalah "SEANDAINYA". Orang semacam ini akan terus menenggelamkan diri dalam lautan "seandainya". Hidupnya tidak sepenuhnya menjejak di masa kini, tetapi seolah-olah sibuk membangun masa kini dengan bekas-bekas puing masa lalu dan kacamata masa lalu. Kedua, orang akan terfokus hanya pada kegagalannya. Seolah-olah sedang menganalisa kegagalannya namun sebenarnya sedang berkubang dalam penyesalan tiada batas. Orang semacam ini akan terus menerus membahas kegagalannya tanpa mampu berbuat apa-apa...mungkin sedang menunggu keajaiban. Seolah-seolah semua jalan, pintu dan jendela kemungkinan-kemungkinan sudah tiada. Orang semacam ini rentan akan stress atau depresi. Reaksi yang ke-3 adalah, menganalisa kegagalannya dan berpikir jernih untuk bangkit dan menuntaskan perjalanan. William Arthur Ward, seorang penulis dari negeri Paman Sam berkata demikian, "Orang PESIMIS itu ibarat pelaut yang selalu mengeluhkan angin, orang OPTIMISTIS ibarat pelaut yang berharap angin itu berubah, sedangkan orang REALISTIS ibarat pelaut yang menyesuaikan layarnya dengan angin."
Well, respon orang memang berbeda-beda ketika menghadapi kegagalan. Kabar baiknya, respon kita terhadap kegagalan tidak selalu seperti respon orang pesimis atau respon pertama...tetapi segalanya berproses...dan semoga respon kita jauh lebih bijak ketika berhadapan dengan kegagalan...
Seseorang pernah berkata pada saya, "Sekarang ini pertanyaannya bukan lagi berapa kali seseorang jatuh...tetapi berapa kali seseorang itu bangkit." Berapa kali Anda dan saya jatuh dalam peziarahan ini bukanlah hal yang terpenting. Tetapi yang penting dan menentukan adalah berapa kali Anda dan saya bangkit dan melangkah lagi...
Salam.