Sabtu, 10 Maret 2012

Membangun Bait Allah dalam Tiga Hari


Kel 20:1-17, Maz 19, I Kor 1:18-25, Yoh 2:13-22
Tujuan:
Anggota jemaat mengerti bahwa Bait Allah yang sejati dibangun di atas landasan firman Tuhan
Dan iman kepada Kristus yang tersalib.
 Membangun membutuhkan dasar dan perencanaan
Coba amati rumah Anda atau tempat tinggal Anda sekarang ini. Barangkali jarang terlintas di benak kita betapa banyak waktu, uang, dan tenaga yang tercurah untuk ini semua. Belum lagi kalau kita menyaksikan berbagai macam bangunan mulai dari bangunan kantor, mall, atau pun rumah-rumah unik, mata kita dijamin takjub menatap keindahan arsitekturnya. Mulai dari yang mengusung gaya minimalis sampai gaya rococo yang sarat ukiran dan detail aristokrat. Tetapi jarang orang berpikir bahwa bangunan-bangunan indah itu tidak akan berdiri anggun dan berfungsi dengan baik tanpa dasar yang kokoh dan perencanaan yang matang. Bangunan-bangunan indah dan fungsional itu memerlukan dasar yang kokoh dan juga perencanaan yang matang, tidak bisa semaunya sendiri. Demikian pula halnya dengan membangun kehidupan kita. Hidup kita tidak bisa dibangung asal-asalan, sesuka hati kita. Tetapi layaknya pohon, ia harus punya akar yang kuat dan kokoh. Layaknya bangunana indah dan fungsional tadi, bangunana kehidupan kita butuh pondasi yang kuat, yang kokoh agar dapat berperan dengan maksimal. Lha wong mbangun kandang ayam aja kita butuh perencanaan dan dasar yang kuat, apalagi hidup kita.
Praktik yang terjadi di Bait Allah pada masa Yesus
 Demikian halnya dengan Bait Allah di Yerusalem. Bait Allah yang ada pada jaman Yesus ini adalah Bait Allah buatan Herodes. Dibangun selama 46 tahun agar orang-orang Yahudi mau menerima kehadirannya. Jadi ada maksud politis dari pembangunan kembali puing-puing Bait Allah yang dulu dibuat Salomo. Namun sekalipun demikian, ornag-orang Yahudi tetap menanggap Bait Allah sebagai identitas diri mereka sebab Allah yang Maha Kudus yang mengikat perjanjian dengan mereka bersemayam di dalamnya. Tetapi sesungguhnya Bait Allah adalah institusi kompleks pada waktu itu. Sebab ia tidak hanya melulu diurusi oleh para imam, namun setiap pendapatan dari hasil penjualan "pasar" di Bait Allah itu disetorkan kepada penguasa Romawi. 
Selain itu di Bait Allah juga ada yang namanya money changer dan pasar hewan. Apa maksudnya? Setiap hari raya Paska yang dirayakan setahun sekali itu, orang-orang Yahudi berdatangan dari berbagai macam wilayah dengan membawa uang logam masing-masing. Padahal aturannya adalah setiap orang Yahudi dewasa terkena wajib pajak Kenisah sebesar setengah shekel. Maka dari itu bermunculanlah para penukar uang yang lihai mencari peluang. Tetapi para penukar uang ini licik bukan kepalang. Setiap penukaran setengah shekel orang dikenai biaya yang sama dengan upah kerja seperempat hari masa  itu. Dengan kelicikannya itu, para penukar uang mendapat keuntungan bersih untuk setiap setengah shekel yang mereka tukar dengan orang lain adalah upah kerja selama sehari. Padahal penukaran uang itu cuma terjadi beberapa menit saja dan tanpa kerja keras. Betapa besar keuntungannya apalagi perayaan Paska ini wajib dihadiri oleh semua orang-orang Yahudi yang tinggal dalam radius 15 mil dari Yerusalem. Tetapi pengambilan keuntungan besar-besaran ini tidak kentara sebab dipoles dengan rapi oleh aturan keagamaan.
Selain penukaran uang, ada yang lebih parah lagi yaitu pasar hewan di Bait Allah. Peraturan yang ada adalah setiap perayaan Paska orang harus mempersembahkan korban penghapusan dosa. Orang-orang di luar Yerusalem biasanya membawa sendiri hewan milik mereka. Tetapi orang-orang di Bait Allah ini jauh lebih licik dari yang terpikirkan. Ada yang namanya Mumcheh, dewan yang memeriksa dan memberi lisensi apakah hewan ini layak atau tidak dikurbankan. Karena sudah ada kongkalikong dengan pedagang hewan, maka selalu mumcheh akan bilang hewan-hewan bawaan mereka tidak cocok untuk persembahan penghapusan dosa. Dan mereka digiring untuk membeli di Bait Allah. Orang-orang miskin yang tidak mampu membeli lembu atau domba akan membeli burung merpati sepasang, tapi harganya sama dengan upah mereka bekerja selama 24 hari. keterlaluan sekali!
Sikap Yesus 
 Yesus pada dasarnya menghormati Bait Allah, namun di satu sisi Ia menganggap tidak penting. Oleh sebab itu kata yang Ia pakai adalah naos dan oikos yang artinya Rumah. Maka kedatangan Yesus di Bait Allah hari itu membawa sikap pertentangan antara menghormati Bait Allah dan tidak terlalu menganggapnya penting. 
Kalau kita perhatikan kisah Yesus menyucikan Bait Allah ini dikisahkan pula oleh para penulis Injil Sinoptik. Tetapi ada bedanya dengan cara Yohanes menuturkan. Para penulis Injil Sinoptik meletakkan kisah Yesus menyucikan Bait Allah di akhir masa pelayanan-Nya, sebagai sebuah rentetan kronologis waktu. Tetapi Yohanes justru meletakkannya di awal masa pelayanan Yesus. Apa maksud Yohanes? Yohanes hendak menegaskan dan menunjukkan keberanian dan kejujuran Yesus yang tanpa tedeng aling-aling dan tanpa kompromi ketika berhadapan dengan kemunafikan berjubahkan agama. 
Maka amarah Yesus adalah kritik terhadap hidup keberagamaan para agamawan dan orang-orang Yahudi yang menyengsarakan orang lain. Bait Allah yang sekiranya menjadi tempat perjumpaan antara umat dengan Allah justru menjadi sarang penyamun yang hanya menyusahkan orang lain dan menyalahgunakan aturan keagamaan. 
Ucapan Yesus, "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali." memiliki makna:
  • sebagai tanda dari kematian dan kebangkitan-Nya nanti
  • Orang-orang Yahudi memandang Bait Allah secara fisik saja yaitu Bait Allah yang berada di Yerusalem yang keberadaannya disalahgunakan. Sedangkan Yesus justru memaksudkannya dengan diriNya sendiri sebagai Bait Allah yaitu kehadiran Allah di tengah-tengah umat manusia yang tidak bisa dicurangi, tidak hanya dibatasi oleh dinding-dinding kaku Bait Allah, yang tidak hanya disimpan di naos sementara di luar itu orang bertindak sesuka hatinya dengan menyalahgunakan hidup keagamaan.
  • dan sekaligus hendak menegaskan bahwa melalui peristiwa kematian dan kebangkitanNya, bukan hanya kehadiran Allah yang menjadi begitu nyata dan dekat tetapi juga memulihkan relasi manusia dengan Allah sehingga Allah yang dulu jauh itu kini ada di dalam diri kita (I Korintus 6:19-20), sehingga kita kini menjadi Bait Allah.
Kita sebagai Bait Allah oleh pengurbanan Yesus di Kayu Salib
Dengan keberadaan diri kita sebagai Bait Allah, tempat kediaman Allah, kita harus mendasarkan bangunan kehidupan kita pada Firman Tuhan dan Iman kepada Kristus. Sama seperti halnya dengan membangun gedung atau rumah yang membutuhkan pondasi kokoh, dan tidak asal-asalan, maka bangunan kehidupan kita tidak boleh asal-asalan atau sakarepe dewe. 
Dasar bangunan itu sesungguhnya sudah pernah diberikan oleh Allah kepada bangsa Israel melalui Musa tatkala mereka sudah menjadi orang bebas. Sepuluh perintah Allah yang diberikan itu berguna untuk membimbing manusia hidup dalam relasi yang diwarnai oleh integritas, keberanian, kejujuran, dan kesetiaan bukan hanya kepada Allah tetapi terhadap sesama ciptaan. Larangan untuk membunuh, tidak serakah, tidak berbuat yang tidak senonoh bukan hanya mengatur bagaimana kita berelasi dengan orang lain, tetapi bagaimana kita mempertahankan iman, integritas, keberanian, kejujuran dan kesetiaan kita ketika kita berelasi dengan sesama. Dan penghayatan semacam ini akan menolong kita untuk tidak hidup menjadi orang-orang munafik berjubah agama seperti orang-orang Yahudi di Bait Allah pada jaman Yesus.
Tetapi kita perlu dengan rendah hati dan jujur mengakui bahwa akhir-akhir ini sulit sekali mencari orang yang memiliki integritas dan keberanian tanpa kompromi seperti Yesus yang berani menyatakan kebusukan dan kemunafikan dan menyatakan kebenaran. Yang paling banyak dan mudah kita jumpai bahkan dalam lingkup gereja adalah orang-orang yang mudah berkelit demi keamanan dan kenyamanan diri sendiri. Sedikit orang yang mau menjadikan integritas, kejujuran, keberanian dan kesetiaan sebagai "the way of life" karena orang-orang macam ini akan dianggap bodoh oleh masyarakat. Sebab orang-orang yang mendasarkan diri pada firman Tuhan dan iman kepada Kristus yang memberi mereka hikmat, hikmat inilah yang dianggap kebodohan oleh dunia seperti ungkapan Paulus (I Kor 1:18-25)
Mereka dianggap tidak populer, sok suci, bodoh, jadul karena mereka mendasarkan diri kepada firman Tuhan yang oleh Mazmur 19 dikatakan bahwa firman tuhan itu memberi hikmat kepada yang tidak berpengalaman, menyegarkan, menyukakan hati, dan membuat mata kita jernih dalam melihat dan menimbang segala sesuatu...
ngapain jujur kalau bisa curang dan enak...
ngapain tulus kalau bisa menindas dan menyusahkan yang lain...
ngapain nolong orang kalau bisa melenggang bebas tanpa beban...
ngapain sich susah-susah membela dan berjuang demi saudara kita di Yasmin, Lapindo, Papua kalau kita bisa duduk nyaman di ruang ber-AC...
inilah sebagian nilai-nilai yang membombardir masyarakat kita. Maka ketika ada segelintir orang yang berjuang membangun hidupnya dengan penuh integritas, keberanian, kejujuran dan kesetiaan, mereka akan menghadapi tantangan yang luar biasa. Ingat Munir? dia adalah salah satu dari sekian banyak orang yang mati karena mempraktekkan integritas, kejujuran, keberanian dan kesetiaan. Kita akan menghadapi tantangan yang luar biasa besarnya yang acap kali membawa kita pada pilihan "mau ikut aturan main dunia atau mempertahankan iman" atau "ikuti dorongan daging atau patuh pada firman Tuhan'
  Seorang lelaki India bernama Usman Chudori bekerja sebagai sopir taxi di New York. Dengan gaji pas-pasan dan kejamnya New York, ia harus bertahan hidup bersama keluarganya. Namun tiba-tiba ia menjadi terkenal dan buah bibir banyak orang. Apa pasal?
Suatu ketika dia menunggu penumpang di air port JFK. Tak berselang lama, munculah seorang perempuan muda kaya raya yang menumpang di taxinya. Ia membawa dua tas dan keduanya dimasukkan di bagasi. Meluncurlah Usman mengantarkan perempuan muda ini. Sesampainya di sebuah rumah megah di daerah elit, perempuan muda itu turun tak lupa memberikan tips 30 sen kepada Usman. Segeralah Usman meninggalkan kompleks perumahan elit itu untuk mencari penumpang lain. Di pinggir jalan ia mengambil penumpang lagi dan ketika hendak memasukkan barang si penumpang di bagasi, Usman kaget bukan kepalang melihat dua tas milik perempuan muda tadi. Dibukan dua tas tadi. Yang satu berisi laptop terbaru, yang satu lagi berisi 31 buah cincin berlian. Segera ia meluncur ke kantor polisi.Polisi berhasil melacak keberadaan perempuan muda tadi berdasarkan info pak Usman. Akhirnya dua tas itu kembali ke pemiliknya dan Usman mendapat imbalan 100 dolar dari perempuan muda tadi. Para wartawan menanyakan mengapa Usman mengembalikan tas-tas itu? bukankah lebih baik diambil saja? Usman dengan lugu menjawab,"All my life i try to be honest, today is no different".
Tantangan dan penderitaan yang kita hadapai ketika mendasarkan bangunan kehidupan kita pada firman Tuhan dan iman kepada Kristus adalah harga yang harus dibayar oleh setiap orang yang di dalam dirinya Allah bersemayam. 
Tidak pernah mudah dan sesederhana kedengarannya, tetapi inilah panggilan kita sebagai Bait Allah dimana Allah bersemayam dalam diri kita. Maka seluruh hidup kita mestilah menunjukkan bahwa Allah berdiam di dalam diri kita dan biarlah banyak orang mengalami perjumpaan dengan Allah melalui hidup kita, melalui kehadiran kita. Amin
 
 
 
 
Y. Defrita R.
Bandung, 10 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar