Kamis, 22 Maret 2012

Lady Gaga is "free pork"....

Tetapi sayangnya banyak orang beragama yang "menjebakkan" diri pada persoalan "dosa, tidak dosa, haram dan halal". Bahkan rela melakukan apa saja demi sesuatu yang membuatnya terjebak di sana, barangkali justru merasa itu bukan jebakan.

Melihat tayangan yang marak akhir-akhir ini soal konser Lady Gaga di Jakarta yang konon di-haram-kan saya cuman bisa tertawa. Bukan lantaran tidak suka atau gandrung setengah mati dengan Lady Gaga yang super kreatif dan inovatif ini, tapi tertawa menyaksikan tingkah pola segelintir orang yang mengatasnamakan agama dan kemudian menjatuhkan vonis haram pada sang diva.

Memang selama ini orang sudah sangat mafhum dengan outfit Lady Gaga yang super duper different and always spectaculer itu. Penampilan Lady Gaga semestinya menjadi warna yang berbeda dan menyegarkan bagi dunia musik internasional yang cenderung disetir pasar dan kehilangan idealisme dan otentisitasnya. Tetapi saya mencoba untuk jujur mengamati bahwa sekalipun sang diva ini kreatif dan berani untuk tidak disetir pasar, tetapi tokh ia menimbulkan kontroversi dalam penampilannya. Mulai dari menggunakan gaun mini terbuat dari daging segar lengkap dengan aksesoris rambut dari daging segar.Belum lagi beberapa kali ada bagian-bagian tubuhnya yang privat justru terekspos di media. Entah apakah memang sang diva memilih demikian atau pakaiannya tidak mampu menunaikan tugasnya dengan baik untuk menutupi bagian-bagian tertentu itu. hanya Lady gaga yang tahu.

Namun sejujurnya saya geli bukan kepalang ketika santer terdengar larangan dari majelis ulama indonesia yang menyatakan bahwa lady gaga itu haram karena merusak akhlak bangsa berdasrkan penampilannya yang dicap "nyleneh". Seloroh seorang teman, "ih ngapain sich lady gaga dibilang haram. kan dia nggak mengandung babi"

Tapi justru dari persitiwa konyol ini saya melihat sebuah lembaga dengan segelintir orang yang sehari-hari rupa-rupanya sibuk dengan mengklasifikasikan dan mendeskripsikan mana yang halal dan mana yang haram....mana yang dosa mana yang tidak dosa.

Entah apa yang ada di benak mereka ketika semua hal yang tidak tepat menurut ukuran mereka mendapat stempel"HARAM"  dan wajib dijauhi atau bahkan dimusnahkan. Konon alasan yang paling standar adalah "merusak akhlak bangsa"..Sungguh alasan standard yang aneh, karena akhlak bangsa kita ini sudah rusak sejak lama. sudah bobrok sejak saya masih orok!

Mengapa tak kalian "haram"kan saja itu lembaga-lembaga yang mempromosikan teror dan penindasan demi nama agama! mengapa tak kalian "haram"kan saja itu para koruptor yang jelas-jelas membuat sistem di bangsa ini rusak, moral pun sekarat! mengapa tak kalian "haram"kan saja "anak-anak TK" di gedung yang terhormat itu yang dengan santai tapi pasti merampok negara? bukankah mereka ini justru punya andil dalam bobroknya moral bangsa yang konon dulu adiluhung?

Mengutip statement tokoh A dalam novel "Cerita Cinta Enrico" karya Ayu Utami, ""Semua orang berdosa tetapi semestinya kita tidak lagi terobsesi pada dosa dan tidak dosa, dan lebih menggunakan energi kita untuk berbuat baik bagi orang lain" dan "Paling tidak dalam Alkitab ada dua jalur: hukum dan kisah. Hukumnya boleh hitam putih, tetapi tulisannya tidak pernah begitu. Pengalaman manusia jauh lebih rumit daripada hukum", maka janganlah kita beragama tetapi menjebakkan diri dalam pola pikir yang hitam putih...sungguh monton. Sudah cukup, jangan lagi jari kita sibuk bicara soal "dosa" "tidak dosa" halal dan haram dalam dunia yang sudah tua dan lelah ini. Lebih baik kita menggandeng dan merangkul sesama.

Kalau kita mau peka, maka bukan cuma Lady Gaga, disadari atau tidak relasi kita dengan orang lain sesehari juga kerap dibumbui pelabelan semacam itu. Dengan mengutip ayat-ayat tertentu, dogma tertentu dan tafsiran tertentu dengan mudah kita berkata"ini dosa"..."itu tidak"..."ini halal" dan "ini haram"...

Ketika kita punya paradigma seperti tokoh A dalam novel Ayu Utami yang berkata, "Yang penting adalah bukan bagaimana Tuhan menghukum tetapi bagaimana Tuhan menyelamatkan"...sekalipun kita seringkali lebih senang memposisikan diri sebagai "Tuhan" yang menghukum orang lain...maka STOP JUDGING...START LOVING

 

Y.defrita R.

Bandung, maret 2012

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar