Rabu, 22 Februari 2012

Dies Cinerum

Rabu_abu_1
Menurut tradisi gerejawi, hari ini adalah hari Rabu Abu alias Dies Cinerum (hari abu). Memang sih dalam praktiknya lebih banyak umat katolik yang merayakan ketimbang kalangan protestan. Tetapi saya senang akhir-akhir ini sudah banyak gereja protestan yang mulai merayakan hari Rabu Abu. By the way, apa itu Rabu Abu? sejarahnya dan lain sebagainya gak banyak yang tahu (jadi keinget pertanyaan seorang ibu tadi pas Pemahaman Alkitab)...so, coret coret ni dibuat dengan semangat untuk menolong kita "sedikit tahu"...

Di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru abu banyak digunakan sebagai lambang perkabungan, ketdakabadian, dan pertobatan misalnya saja Ester dan Mordekhai menggunakan kain kabung dan abu (Ester 4:1), Ayub yang menyatakan sesal dengan duduk dalam abu dan debu (Ayub 42:6), Daniel yang menubuatkan penawanan Yerusalem ke babel (Daniel 9:3), dan Seruan Yunus kepada Ninewe untuk bertobat (Yunus 3:5-6). Dan Yesus sendiri pun menyinggung soal abu ini kepada kota-kota yang menolak untuk bertobat (Matius 11:21)

Di gereja perdana pun pemaknaan semacam ini turut dilestarikan oleh Tertulianus (160-220) yang mengatakan bahwa pendosa yang bertobat harus hidup tanpa bersenang-senang dengan menggunakan kain kabung dan abu. Lalu Eusibius (260-340) seorang sejarawan gereja perdana mengisahkan seorang bernama Natalis yang datang ke Paus Zephyrinus dengan menggunakan kain kabung dan abu untuk memohon pengampunan.

Ritual rabu abu ditemukan dalam edisi awal Anglo-Gregorian Sacramentory (abad ke-8) yaitu Aelferic yang berkotbah, "Kita membaca Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bahwa mereka yang menyesali dosa-dosanya menaburi diri dengan abu serta membalut tubuh mereka dengan kain kabung sekerang mari kita melakukannya sedikit pada awal masa pra-paskah dengan menaburkan abu di kepala dan kening tanda bahwa kta wajib menyesali dosa-dosa kita".

Di abad pertengahan, mereka yang menghadapi ajal dibaringkan di tanah di atas kain kabung dan diperciki abu. Imam akan memberkati orang yang menjelang ajal tersebut dengan air suci, sambil mengatakan “Ingat engkau berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu.” Setelah memercikkan air suci, imam bertanya, “Puaskah engkau dengan kain kabung dan abu sebagai pernyataan tobatmu di hadapan Tuhan pada hari penghakiman?” Yang mana akan dijawab orang tersebut dengan, “Saya puas.”

Setidak-tidaknya sejak abad pertengahan, Gereja telah mempergunakan abu untuk menandai permulaan masa tobat Prapaskah, kita ingat akan ketidakabadian kita dan menyesali dosa-dosa kita.

Sekarang ada banyak gereja protestan yang juga turut merayakan Rabu Abu sebelum memasuki masa pra -paskah bahkan di beberapa sekolah Theologia perayaan RAbu Abu sudah mulai dilaksanakan. Model ibadahnya pun beraneka ragam, ada yang mirip liturgi hari minggu dengan tambahan dan pengurangan di sana sini, ada pula yang mengawinkan ibadah taize dengan meditatif bahkan itu pun masih dikawin silangkan lagi dengan sedikit renungan atau fragmen , bener-bener kreatif :D

Abu yang digunakan biasanya abu dari daun-daun yang dibakar, daun nya pun daun palma, tapi nih ya pengalaman di kampus dulu, abunya bukan dari sisa pembakaran daun tapi kertas yang dibakar ckckckckck emang kakak tingkat saya pada kere aktifffff :D

Tetapi apapun bentuk ibadahnya, dan dari apapun abu itu berasal, perayaan Rabu Abu menolong kita untuk menghayati kehidupan kita selama ini dan semakin mengarahkan hati kita, sikap hidup kita kepada Kristus Yesus yang sengsara, wafat, bangkit demi menebus dosa-dosakita. Biarlah perayaan RAbu Abu tidak berhenti hanya pada olesan abu berbentuk salib di dahi kita tetapi nyata dalam sikap hidup :) karena sejatinya kita hidup manusia itu rapuh, tidak abadi...dari abu kembali ke abu...

Felix qui potuit rerum cognescere causas...

 

Y. defrita R.

Bandung, februari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar