Jumat, 25 Maret 2016

PINTU BERGEMBOK

Di tempat saya tinggal ada 12 pintu selain pintu depan. Dari 12 pintu itu, hanya pintu tempat tinggal saya yang memiliki gembok dengan password. Tempat tinggal 12 orang yang lain tidak .Bukan karena lokasi tempat tinggal saya yang benar-benar sangat dekat dengan pintu depan yang menjadi batas dengan dunia luar tetapi sebetulnya gembok berpassword ini cerminan fakta sosiologis yang tak sederhana dari dunia sekitar kita. Pintu-pintu yang tertutup (bahkan bergembok lengkap dengan cctv) sebagai tanda yang menggambarkan dengan tepat situasi dari dunia zaman sekarang. Suatu realitas eksistensial yang mencerminkan gaya hidup dan atau jangan-jangan cara kita dalam berhubungan dengan orang lain.

Pintu tempat tinggal saya yang tertutup dan bergembok dengan password kombinasi angka, tempat semua yang berhubungan erat dengan diri saya, dengan impian, harapan, dan penderitaan serta kegembiraa saya, semua itu juga lalu tertutup bagi orang lain. Gambaran ini tak hanya berkenaan secara fisik rumah semata tetapi sesungguhnya juga menyangkut bidang-bidang yang terdalam dalam hidup saya, hati saya. Semakin sedikit saja orang yang bisa melewati pintu ini. Dan sistem keamanan yang menjaga pintu-pintu ini menunjukkan derajat ketidakamanan hidup yang semakin bertambah dan semakin kurang peka terhadap resiko kehidupan dan cinta orang lain.

Padahal gambaran pintu yang terbuka selalu menjadi simbol keceriaan, persahabatan, sukacita, kebebasan , dan kepercayaan diri. Ah, betapa saya membutuhkan semua itu! dan perlu mendapatkannya kembali. Kabar baiknya, adalah Allah yang selalu mengambil prakarsa dan tidak ingin ada yang diabaikan, maka Ia mengetuk pintu hati kita (Wahyu 3:20).

Melewati pintu merupakan awal suatu perjalanan yang berlangsung seumur hidup. Sementara melangkah maju, kita menemukan begitu banyak pintu lain yang terbuka bagi kita. Banyak dari antara pintu-pintu itu adalah pintu yang salah, pintuk yang menarik tapi tipuan lancung yang membuat hati bisa hancur (atau sudah), yang menjanjikan kesenangan hampa, narsis dan fana. Pintu yang membawa kita ke jalan pintas di mana apa pun pilihan yang kita ikuti cepat atau lambat akan menyebabkan rasa cemas dan bingung.

Yesus adalah pintu, Dia membuka jalan bagi kita menuju Allah dan sebagai Gembala yang baik. Yesus adalah pintu dan Ia mengetuk pintu  hati kita, agar kita mempersilakan Dia menyeberangi ambang pintu kehidupan kita yang lengkap dengan gembok berpassword itu. "Jangan takut...bukalah pintu bagi Kristus," demikian Santo Yohanes Paulus II berpesan.

Membuka pintu hati seperti yang dilakukan murid-murid Emaus, berarti memohon agar Tuhan tetap berjalan bersama kita, duduk dan berbincang. Bahkan mungkin ikut membantu membereskan hal-hal spesifik yang berantakan di balik pintu bergembok tadi. Merenungkan hal ini di masa Pekan Suci, membuat saya berpikir, "Apa sih Tuhan yang ada di pikiran-Mu? kok mau-maunya sih mengetuk pintu emas Yerusalem? kok masih mau-maunya masuk melewati pintu yang justru akan membuat-Mu menangis dan terluka karena penolakan?"

Yesus bukan tak tahu jika Ia melewati ambang pintu itu, Ia akan mengalami penolakan. Dan penolakan itu, percayalah selalu menyayat hati, pahit teramat pahit. Maka ketika Ia mengetuk pintu emas Yerusalem dan memasukinya, Ia hendak mengatakan bahwa Ia solider terhadap orang-orang di balik pintu itu. Ia solider terhadap orang-orang yang ditolak. Ia solider terhadap orang-orang yang menangis. Ia solider terhadap orang-orang yang dituduh bersalah padahal tidak. Ia tahu penolakan dan kecaman bahkan penderitaan di balik pintu itu menyakitkan rasa dan bagi Dia menangis adalah salah satu cara agar tetap tegar.

Pintu-pintu yang ada di hadapan kita bisa jadi membawa kita pada air mata dan penolakan, tapi merenungkan ini membuat saya berpikir bahwa tak sekalipun Ia lebih rendah ketika sejuta mata memandang Dia hina. Dengan sistem hukuman ternista di dunia sekalipun tak mengurangi cinta-Nya. Tak mengurangi harga diri-Nya. Pintu-pintu kita mungkin masih tergembok, jangan takut, bukalah... Pintu-pintu yang harus kita hadapi mungkin menghantar kita pada kepedihan, bukalah...dan teruslah berjalan bersama-Nya.



Bandung, 21 Maret 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar