Senin, 10 Juni 2013

SUSAH SUSAH GAMPANG?!?!?



            Beberapa saat yang lalu saya diberitahu teman saya kalau ada update status yang menarik dan sedang ramai diperbincangkan di sebuah media sosial. Kebetulan saya memang berkawan dengan yang membuat update status itu. Sekalipun saya berkawan dengannya, namun benar kata seorang teman yang lain kalau saya ini sejenis manusia yang ketika membuka media sosial hanya akan meng-update status, mengganti ini itu seperlunya namun jarang menjelajah ke “rumah” orang lain apalagi memberikan komentar dan menempelkan jempol saya. Jadi wajar kalau urusan yang beginian pun saya masih mesti diberi tahu orang lain kalau ada yang lagi IN dan HOT hehehe.
            Balik lagi ke soal saya membaca update status  yang sedang ramai diperbincangkan. Ada yang pro dan ada yang kontra. Bukankah memang selalu begitu ya hehehe. Maka tidak heran kalau membaca puluhan komentar yang bersarang di sana, ada yang marah, ada yang ikutan ngritik, ada yang membela, ada yang ngasih guyonan, wah rame rasanya. Seorang teman di Blackberry Messenger berdiskusi dengan saya soal komentar-komentar yang rame itu.  Entah bagaimana mulanya, sampailah kami diskusi soal kotbah.
            Bukan, bukan soal teknik berkotbah apalagi soal materi kotbah hehehe, percayalah obrolan kami tidak seserius itu. Yang kami bahas adalah soal “kok nggak ngomong langsung aja sih” dan juga “Kog nggak lewat mimbar aja.” Saya berpendapat kalau dalam kotbah ada unsur teguran, didikan, penghiburan, penguatan. Hanya saja dalam beberapa konteks sosial di gereja-gereja tertentu unsur teguran ini dihindari. Alasan yang paling sering saya dengar adalah jangan sampai kotbah yang mengandung teguran itu menyinggung pihak-pihak tertentu. Ya memang kalau dalam kotbah disebutkan nama orang per orang nya ya itu namanya bukan lagi teguran kasih tapi penghakiman. Tapi yang namanya teguran, sekalipun nggak pake sebut merk, tetap aja akan nyinggung pihak-pihak yang merasa ditegur kan hehehe. Kotbah yang beginian yg bikin kuping merah hati panas. Sebuah komplikasi yang enggak enak. Dan emang manusia punya defense mekanisme. Jadi begitu kuping merah hati panas, defense mekanismenya jalan. Ya biasanya sih balik ngritik, atau ada yang lebih sopan-walaupun intinya sama, lewat surat yang disampaikan ke Majelis Jemaaat.
            Di sini saya jadi mikir, bisa aja sih pemikiran saya salah, cuman dasar iseng dan nothing to lose juga kan mikir gini hehehe…hmmm jadi gimana mestinya? Apakah kotbah itu isinya Cuma buaian yang bikin kuping seneng hati adem ayem aja? Karena kalau teguran itu disampaikan lewat kotbah konon kabarnya yang bersangkutan akan dipanggil menghadap Pihak-Pihak Yang Lebih Tinggi di Gereja. Kalau di Gereja Katolik Roma dulu istilahnya inkuisisi yang dilakukan oleh Dinas Suci. Nah, jadi gimana dong?
            Teman saya yang lain bilang, “Itu mah tergantung gimana kita ngomongnya.” Oke, ini emang juga terkait dengan kemampuan kita berkomunikasi. Emang teguran bisa disampaikan dengan nada positif? Semestinya bisa kalau kita mau. Kecuali kita sudah nggak bisa ngendalikan emosi maka teguran pun bernada negatif dan diskriminatif. Omong-omong nih, pendapat teman saya ini boleh juga. Semua tergantung dari gimana kita ngomongnya. Jadi unsur teguran, didikan, itu mesti tetap ada dalam sebuah kotbah. Kalau kotbah isinya cuman bikin kita adem ayem tapi nggak ngedidik dan nggak negur kita dari perbuatan yang gak bener kan sama aja tuh kotbah sama iklan. Tapi kalau kotbah isinya cuman teguran bernada negatif itu sama aja kita ngajak debat anggota jemaat hehehe… Hmmm emang bener kali ya kalau kotbah itu susah-susah gampang…kepanjangan dibilang ngebosenin, kependekan dibilang kagak niat, banyak istilah-istilah ajaib, dibilang sok ilmiah, banyak ilustrasi dibilang gak Alkitabiah, kalau kotbahnya bikin ati adem dibilang cari  pendukung, kalau kotbahnya pedes sedep, dibilang cari musuh…duhhhhhh…
            Bagi saya, konten kotbah itu tidak untuk menyenangkan si Anu, si Itu, si Ini, tapi bagaimana teks itu bicara dan kawin dengan konteks masa kini….hehehehe…So, kalau nanti ternyata gara-gara kotbah kita dipanggil sama “Dinas Suci” untuk menjalani Percakapan ya dijalani saya sebagaimana kita sudah yakin dengan apa yang kita kotbahkan hehehe. Bukankah dulu ada seorang pria yang langganan penjara dengan bijak menasehati supaya kita masing-masing siap memberikan pertanggungjawaban bila diperlukan?





Y.Defrita R.
10 Juni 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar