Senin, 31 Januari 2011

Kuliner

Siapa bilang jalan-jalan itu harus jauh, mahal, dan sarat tempat wisata? Tidak ada patokan khusus jalan-jalan itu harus kemana dan seperti apa acaranya. Namun bagi Anda yang berdomisili di Yogyakarta atau bagi siapa saja yang hobi plesir ke Yogyakarta, luaskanlah wawasan jalan-jalan dan makan-makan Anda. Yogyakarta yang memang istimewa ini tidak hanya punya Malioboro, Parangtritis, Kaliurang dan lain-lain yang sudah sangat sering dikunjungi para wisatawan dalam dan luar entah negeri ataupun kota. Nah, itulah yang saya lakukan dengan pasangan saya pada hari Sabtu, 29 Januari 2011. Kami menjelajah Kota Gede untuk kesekian kalinya. Di daerah Kota Gede, lebih tepatnya sebelah selatan Makam Raja-Raja Mataram ada sebuah rumah kuna. Dari luar rumah ini sama saja dengan model-model rumah disekitarnya. Namun coba tengok motor, sepeda dan mobil yang parkir di depan rumah yang kebetulan tak punya halaman itu.
Didorong rasa penasaran, maka segera saja saya dan pasangan memasuki rumah tersebut sambil sebelumnya membaca papan yang digantung di depan rumah yang bertajuk "SIDO SEMI". Actually, i don't have any idea with this old house. Tetapi setelah masuk ke dalam saya kaget melihat banyak orang yang sudah duluan makan dan minum plus berceloteh sana sini. Saya segera ke ruang samping menjumpai seorang ibu yang sedang meracik es burjo, es jeruk, es dawet. Melihat saya terbengong-bengong, si ibu bertanya, "Mbak, mau pesan apa?" Memang dasar dodol, saya malah nanya, "Lha ibu jual apa?" Dengan sabar si ibu menjawab, "Ada es burjo, nah es burjo ini kayak gini mbak, es campur, es buah, es jeruk, es dawet ada semua mbak. bakso juga ada."
Setelah berbisik-bisik dengan pasangan saya, "Bu, saya pesen es campur 1, es dawet 1, bakso 2." dan kami pun duduk di sebuah meja tak jauh dari si ibu yang sibuk membuatkan pesanan dari para pembeli. Dibantu pula dengan 2 orang lelaki dan 1 orang perempuan yang cekatan untuk merampungkan semua pesanan. Dan barulah saya merasa dodol banget saat saya menoleh ke belakang dan menyaksikan tulisa "DAFTAR MENU" yang dipajang segede gambreng di samping saya tadi. Yang saya ingat untuk es yang macam-macam jenisnya itu kita cukup bayar 3000-4000 rupiah untuk tiap es, dan 5000 untuk bakso. Sebetulnya tidak ada yang spesial dengan bangunan ini yang memang bangunan rumah. Hanya ada kursi dan meja kuno, lemari, kaca, dan buffet kuno, suasana Jogja Tempoe Doeloe. Konon dulunya di daftar menu itu masih ditulis seperti ini: es dawet.... Rp.1 , tapi itu sudah puluhan tahun yang lalu, sekarang papan itu masih ada, tapi tulisan satu rupiahnya diganti 3000 rupiah.
Tidak lama kemudian datanglah es campur, es dawet dan dua mangkuk bakso. Saya mulai dengan bakso. Bakso di Sido Semi sekilas hampir sama seperti bakso lainnya, ada kurang lebih 4 atau 5 bakso, lalu ada irisan tahu, mie kuning, dan sejumput sawi, dan ini dia yang bikin saya bertanya-tanya...ada irisan tomatnya. Saya minum kuah baksonya dan wow...kuahnya itu ringan di lidah, sangat segar, dan pas asinnya, pas gurihnya...benar-benar memanjakan lidah, sama sekali tidak ada genangan "gajih" di dalam kuah yang membuat kuah buram. Puas dengan bakso, saya beralih ke es campur. Nyaris sama seperti es campur lainnya, ada es serut, ada tape, ada nanas, ada kolang-kaling, ada agar-agar, dan kuah sirup yang jauh dari kesan "terlalu manis". Perpaduan segarnya kuah bakso, lembutnya bakso dan nikmatnya es campur membuat hari sabtu siang saya menjadi indah...

So, kalau ke Yogyakarta jangan cuma muter-muter di Malioboro...kalau ke Kota Gede jangan cuma beli perak...mampir ke Sido Semi dan nikmati hidangan aneka es dan bakso dengan suasana jaman dulu...


Yogyakarta memang Istimewa...




Yogyakarta, 2011
Defrita Rufikasari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar