Selasa, 25 Mei 2010

MONOLOG KELAMIN

Pada mulanya adalah kelamin.

Dari padanyalah lahir sebentuk kehidupan dan berangsur-angsur demikian.

Dalam cara kerja koeksistensi damai antara vagina dan penis,

Sebuah desain Sang Maha Pencipta.

Ini hukum alam dari dasar pengetahuan insani yang berlangsung sepanjang segala abad.

Kelaminmu…

Kelaminku…

Kelamin dia…

Kelamin kita semua…

Bukan lagi fakta yang terekam dalam tinta hitam tanda pengenal.

Bukan lagi yang terbentuk dalam aneka pakaian dalam…

Kelamin mu…

Kelaminku…

Kelamin dia…

Kelamin kita semua…

Menjadi fenomena yang menarik sepanjang waktu berputar.

Perkembangan jaman menggilas fungsi dasariah kelamin manusia.

Aku seorang trans-seksual…

Teriak itu dengar, kawan.

Pilihan yang menjadi kontroversial dari sebentuk kehendak bebas

untuk memberikan alternatif bentuk “kelamin” yang sudah ada…

Membentur relasi kuno yang berkutat antara lelaki dan perempuan…

Aku seorang biseksual…

Bisik itu lirih.

Kelamin mu…

Kelamin ku…

Kelamin dia..

Kelamin kita semua…

Berubah menjadi rakus.

Jenis apapun dilahap tandas!

Aku pelacur…

Kelamin bukan hanya sarana melanjutkan generasi hidup.

Kelamin juga menjadi barang dagangan.

Kelamin mu…

Kelamin ku…

Kelamin dia…

Kelamin kita semua…

Sumber gemerincing rupiah dan emas.

Kelamin, oh kelamin…

Sungguh wajahmu sudah sangat berubah…

Jaman mewarnai mu dengan sangat elok

Sekaligus menghunjammu dengan sangat kejam!

Membawa mu lari dari satu bentuk ke bentuk lain

Demi sesuatu yang diyakini sebagai eksistensi hidup.

Kelamin, oh kelamin…

Membawa fokus hanya pada selangkangan saja…

Menyederhanakan perkara hanya pada nafsu semata.

Seolah-olah urusan di antara ke dua paha itu menjadi paling utama…

Kelamin, oh kelamin…

Mencipta manusia yang inovatif untuk mengeksplorasi setiap sudutmu.

Alexander Graham Bell pun tak kan pernah mengira

Telepon rakitannya akan menjadi sarana bagi kelamin…

Kelamin, oh kelamin…

Manusia berdecak puas karenanya…

Manusia beringas karena pesonamu…

Menginjakmu dan berlalu,

Tinggal seonggok daging di antara lalat dan burung bangkai.

Kelamin, oh kelamin…

Ketegangan antara gairah dan norma…

Ketengangan antara puja dan nista…

Memang, pada mulanya adalah kelamin…

Adalah kelamin…

Kelamin…

(Yogyakarta, 11 Mei 2010; Defrita Rufikasari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar