Sabtu, 11 Juni 2016

WIKEN ALA BUNG HATTA

  Saya harus mengakui bahwa saya tak tahan digoda oleh buku “Untuk Negeriku-Sebuah Otobiografi Mohammad Hatta” Jilid 1 (ada 3 Jilid) hasil dipinjami. Maka di tengah tugas yang meriah dan melimpah, saya “curi-curi” membaca. Awalnya hanya beberapa lembar tetapi lama-lama sudah setengah lebih dari jilid 1 sudah saya lalap karena kalap. Dan saya terpikat pada tulisan ini justru ketika saya sudah jauh “melangkah” ke lembaran-lembaran yang lain:    
  
“Kami mulai berangkat dari Gedung STOVIA dengan berjalan kaki, lebih dulu ke Pasar Baru di lingkungan orang menjual nasi goreng dan sate ayam serta minum kopi. Setelah selesai kami pergi menonton di bioskop Pasar Baru. Setelah selesai pertunjukkan bioskop kira-kira pukul 21.00 atau 21.30 kamu berjalan-jalan, dengan berjalan kaki “mengedari” kota Weltverden sampai pukul 23.00. Pada akhir jalan-jalan itu, kami berhenti pada suatu warung kopi di Senen yang sering didatangi oleh “klepek”, murid-murid sekolah STOVIA. Setelah mengantarkan Bahder Djohan pulang ke STOVIA, aku kembali pulang naik sepeda. Demikianlah pergaulan kami berdua selama aku bersekolah di Betawi dua tahun lamanya.” (Bukittinggi-Rotterdam lewat Betawi, hlm.96)    
 
 Mungkin tak ada yang spesal dengan menu wiken Bung Hatta dan kawannya itu. Bahkan bisa jadi bikin bosan karena begitu terus selama dua tahun. Tetapi ada yang membedakan. Bung Hatta dan Bahder Djohan sudah menyepakati selama mereka ada di Betawi untuk sekolah, sepekan sekali setiap Sabtu mereka wajib jumpa. Quality time itu tak jatuh dari langit, Kawan atau seperti menang undian. Quality time itu butuh usaha yang disengaja. Disengaja...coba kau resapi dulu ya apa artinya.     

 Syukur kepada Allah, quality time mereka belum terinfeksi gawai dan media sosial sehingga tak ada ceritanya Bung Hatta dan Bahder Djohan motrek nasi goreng bersanding sate ayam dan kopi lalu kemudian ngobrol lagi. Atau check in lokasi tempat ngopi ketika ngopi di warung kopi di Senen. Atauuu sementara Hatta sibuk mengurai kegelisahannya, Bahder Djohan sibuk membalas komentar di facebook atau “berselancar” dari “dinding ke dinding”.     

 Lantas apa sih yang mereka obrolin? Selama “mengedari” kota malam-malam itu mereka banyak bertukar pikiran tentang berbagai hal yang mengenai tanah air, peradaban dan juga kultur. Wiken kok serius amat? Mereka adalah orang-orang yang gelisah pada jamannya. Maka kegelisahan mereka tentang tanah air, pergerakkan kaum muda, tentang peradaban dan perbedaan kultur Barat dan Timur pada tahun 1920-an menjadi sesuatu yang harus mereka bicarakan. Bukan dalam situasi formal tetapi sangat kasual sambil makan nasi goreng dan sate ayam tak lupa nyruput kopi.     

 Quality time mereka itu sesuatu yang diusahakan secara sengaja dan konten obrolannya sungguh inspiratif membuat hati berdesir. Quality time tak melulu harus berbanding lurus dengan laku konsumtif. Justru quality time-nya Bung Hatta dan Bahder Djohan menampilkan sebuah potret quality time yang bersifat rekreatif dan reflektif.     
 Kalau Bung Hatta seperti itu wikennya, bagaimana dengan mu? Wiken ini mau ngapain?     
  Bandung, 11 Juni 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar