Jumat, 21 Maret 2014

What happen with you madammmmmm....



Hari ini hari kamis. Saya datang tidak terlalu pagi namun tidak bisa dibilang terlambat. Hari ini dengan segala pikiran positif dan asupan semangat yang saya jejalkan di kepala, saya melangkah memasuki ruang guru. Menatap semua guru sibuk dengan aktivitas menulis lesson plan masing-masing. Ketika saya hendak meletakkan tas saya di bangku yang biasanya saya pakai, saya kaget! Ada tas tangan di sana. Well, siapa yang duduk? Hmmmm…mengatur napas saya lepaskan jaket saya, saya sandarkan di kursi. Aktivitas ini mengulur waktu agar si empunya tas segera mengambil tasnya. Dan demi Tuhan, membiarkan saya duduk sebelum doa pagi dimulai!
            Tapi apa yang terjadi selanjutnya sangat mengejutkan. Si empunya tas datang dari arah pintu masuk dan segera berteriak, “Kamu tidak boleh duduk di sana. Duduk di ujung situ. Kursi itu kosong.” Bukan hanya saya yang terkejut namun semua orang melihat saya dan wajah si empunya tas. Pagi itu doa saya adalah, “Ya Tuhan biarkan aku mengecil dan menghilang tertiup angin seperti debu. Atau kalau itu terlalu sulit Kau wujudkan biarkan aku mencair saja.”
            Mendapat “serangan” tidak terduga saya hanya diam. Saya menduga-setelah peristiwa itu terjadi-bahwa saat itu kemungkinan besar otak saya terkena bibit alzeimer. Sehingga entah mengapa sulit bereaksi. Sulit menemukan kalimat yang tepat untuk membalasnya. Apa? Membalas? Ya! Saya merasa kehilangan “kemampuan” saya membalas sebagai bentuk pertahanan diri sebelum saya diterkam bulat-bulat oleh kalimat berikutnya dari si penyerang. Saya diam. Itulah kenyataannya. Saya diam tanpa bisa berpikir bagaimana sebaiknya saya membalas orang itu.
            Kemudian hal lain yang membuat saya terkejut adalah, otak dan mulut serta hati saya hari ini menolak bekerja sama dengan baik. Ketika otak saya sedang tak bisa diajak memikirkan strategi, hati saya masih merasakan pedihnya kalimat itu, saya mendengar mulut saya mengeluarkan serangkaian kalimat, “Oh ya tidak apa. Maaf. Terimakasih. Selamat pagi.” Dengan seulas senyuman di ujung kalimat.
            Well, mungkin besok saya akan periksa kepala saya! Tetapi ini benar-benar di luar kebiasaan saya. Bahkan ketika saya menganalisa kejadian itu saya sungguh amat yakin bahwa orang suci sekalipun akan terkejut demi mendengar teriakan “pengusiran” itu! Tetapi saya? Saya justru tersenyum dan beringsut duduk di kursi yang ditunjuk walaupun perasaan saya masih campur aduk. Dan jujur saja isi kepala saya sibuk menganalisa mengapa ia begitu kasar kepada saya dan itu dilakukannya sepagi ini!
            Dari sekian banyak kemungkinan yang saya pikirkan saya hanya menemukan jawaban logis bahwa mungkin saja ia sedang mencobai saya. Semacam ospek mungkin. Hmmmm tapi harus saya akui ini sudah merusak mood saya. Tapi hari itu saya tidak mau membiarkan mood saya buyar ambyar. Saya hanya menundanya dan akan menikmati sakit itu nanti di kamar. Tidak di depan anak-anak.
            Benar saja ketika saya tiba di kamar saya kembali membuka brankas ingatan saya. Saya menganalisa lagi dan lagi sampai bosan. Dan saya menyadari perasaan minor sedang dibuahi dengan subur! Well, sekarang musuh saya bukan lagi si empunya tas dengan teriakan kejam itu, tetapi diri saya sendiri. Saya harus berjuang untuk tetap berpikir positif! Hmmmm…saya berpikir lebih baik saya mencuci 3 ember besar pakaian daripada membuat diri saya yang sudah diserang tanpa belas kasihan tadi pagi dan masih harus menegakkan kepala demi berpikir positif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar