Jumat, 21 Maret 2014

Sasaran Panah



           

Well, it’s been too so long to write in it and I think now is a good time to share what happen with my life hahahahaha….

            After so many adventures, so many time and pray in it, now I’m living on my dream!!!! Hahahaha… Yup, setelah melalui banyak skenario aneh yang terkadang mengasyikkan, kadang menyebalkan, kadang membuat frustasi, sekarang saya sedang menjalani apa yang menjadi mimpi saya. Walaupun demikian saya tidak pernah berpikir bahwa mendadak segalanya akan menjadi lebih mudah. Percayalah, saya sudah melewati banyak jalan berbukit dan berkerikil tajam hanya untuk mempelajari apa arti melihat sebuah kesempatan pada tatapan pertama.
            Bisa dibilang saya nyaris mengubur dalam-dalam impian saya yang satu ini. Saya tidak lagi pernah berpikir apalagi berharap bahwa impian saya akan terwujud dengan cara yang dramatis. Begini, sudah lama saya memiliki impian menjadi guru bagi anak-anak TK. Namun karena banyak hal maka baru sekarang skenario mengijinkan saya merasakan hidup dan bergerak sebagai guru TK bukan guru yang lain.
            Pengalaman ini jelas mengejutkan saya karena saya sudah lama tidak berani berharap bahwa  suatu ketika kehidupan dengan segala kemurahan hatinya dan keabsurd-annya akan menghantarkan impian saya dalam nampan dan mengangsurkannya kepada saya. Tanpa pertanda dan isyarat! Kehidupan paling tahu kapan saat terbaik memberi saya kejutan yang memorable. Dan well, itu berhasil. Sampai saat ini saya menganggapnya sebagai sebuah hadiah natal yang terlalu awal datangnya namun tepat pada waktunya.
            Maksudnya begini, Anda pasti pernah berdiri di persimpangan menatap semua pilihan yang berserakan di hadapan Anda. Dan sejujur-jujurnya dari sekian banyak pilihan yang ada itu, Anda tak pernah terpikirkan bahwa akan ada pilihan lain yang entah bagaimana rumusnya bisa pas dan tepat untuk Anda jalani.
            Maka dalam rangka rasa takjub tak berkesudahan saya berniat mendokumentasikan apa saja pengalaman menarik yang saya alami bersama dengan rekan kerja dan murid-murid saya. Saya belum menemukan judul yang tepat untuk membungkus semua kisah ini dan kisah yang akan terjadi nanti lalu suatu waktu saya akan membuka bungkusan itu dengan sejuta rasa. Semoga dalam perjalanan nanti saya menemukan bungkus yang pas!
 

Well kisah yang pertama dan berkesan adalah saya yang mendadak menjadi sasaran panah. Saya curiga jangan-jangan orang-orang ini dulunya pernah ikut pencak silat atau semacam itu sehingga tahu kapan harus melontarkan jurus keji nan menyakitkan tepat pada waktunya. Ohhhh…tidak!!!!

            Terlambat! Saya sudah merasakannnya. Jleeeebbbbbbbb!!!!! Ketika serangkaian kalimat minor itu menghujani saya. Saya hanya bisa menguatkan hati saya dengan saran, “sabar…yang ini pun akan berlalu.” Selama perbincangan tidak berkualitas itu saya diam-diam berjuang meyakinkan diri bahwa saya tidak seburuk itu. Bahwa saya tidak seperti yang dikatannya, “tidak berguna”!!!
            Sungguh, selama obrolan maha menyakitkan itu saya hanya diam!!!! Tidaaaakkkk…ada apa sih dengan otak saya. Terbentur apa sehingga saya tidak sanggup membalas satupun kalimat-kalimatnya. Saya hanya diam. Diam dan berpikir. Berpikir membalas? Hmmmm sudah saya katakan saya tidak bisa menemukan kalimat yang pas dan bahkan lupa bagaimana caranya membalas.
            Kalau saja saat itu ada orang kurang pekerjaan yang merekam adegan itu saya jamin ini akan jadi pemandangan paling aneh dan paling tidak enak dilihat. Satu orang berbicara berapi-api dan sibuk merendahkan saya saat itu juga dan hebatnya TIDAK ADA FAKTA sama sekali. Jadi saya tidak tahu dia sedang orasi dengan karangan hasil imajinasinya atau apa. Dan satu orang yang diam nyaris seperti dungu demi menatap berondongan kalimat-kalimat menyakitkan.
            Dan yang membuat saya semakin bingung dengan diri saya adalah saya mengucapkan terimakasih dan pamit pulang. Nah, dalam perjalanan pulang saya merasa diri saya seperti prajurit yang baru saja dijadikan sasaran latihan memanah oleh seorang pemanah profesional yang tanpa ampun dan sekarang dipaksa berjalan sejauh-jauhnya masih dengan panah tertancap di tubuhnya. Dan setiap langkah yang saya ambil membuat rasa pedihnya semakin terasa menyayat! Yang membuat saya semakin nampak menyedihkan sore itu adalah hujan deras, angin yang berhasil membuat saya basah kuyup dan perasaan tercabik-cabik sebagai seorang manusia!
            Sungguh perjalanan menuju kost saya semakin nampak seperti melintasi gurun gobi ketimbang berjalan di bawah guyuran hujan. Sesampainya di kost saya-kamar lantai tiga, perasaan tidak berharga, tidak layak, tidak pantas itu menyerbu. Saya menduga serbuan anak panah orang tadi sudah berhasil mengeluarkan racunnya. Dan kini racun itu sedang bereaksi!
            Setelah itu saya hanya duduk dengan tangis terisak sampai bahu saya bergetar. Saya berniat melepaskan semua panah-panah beracun itu saat ini juga. Namun tiba-tiba selintas pemikiran kejam lewat. Saya harus membalas? Benarkah itu? Saya mengenyahkan bayangan bahwa saya harus membalas serbuan panah orang itu dengan satu panah beracun. Satu panah beracun yang bagi saya lebih mirip seperti taruhan karena jujur saja saya belum bisa memprediksikan akan seperti apa hasilnya. Akankah saya yang menang atau dia yang justru akan menghancurkan saya.
            Sore itu saya habiskan dengan “mencabuti” ratusan anak panah yang menancap dan sudah membuat luka. Dan saya butuh waktu satu bulan untuk benar-benar pulih dari racunnya! Well, sekarang saya baru sadar bahwa itulah buruknya efek dari kalimat negatif yang diucapkan tanpa dipikir dan diperiksa dengan hati. Kata orang jawa timur, “asal njeplak” asal ngomong saja. Bayangkan pertemuan 15 menit dengan serbuan kalimat negatif tiada jeda, dibutuhkan waktu 30 hari untuk menyembuhkannya.
            Dari peristiwa mencabuti anak panah itulah saya akhirnya belajar untuk tidak seperti orang itu. Pemikiran pertama, dalam konteks tertentu orang itu sudah mengajari saya sebuah teladan dalam kebalikkannya, bahwa kombinasi kekuasaan, pengalaman, dan perangai buruk adalah senjata ampuh untuk membunuh jiwa manusia seketika! Tetapi kombinasi kekuasaan, pengalaman dan perangai baik adalah senjata ampuh untuk memulihkan jiwa manusia!
            Pemikiran kedua yang terlintas di benak saya ketika mencabuti panah-panah itu adalah, saya menyadari kemungkinan ada sesuatu yang membuat seseorang dengan sangat lihai dan terbiasa menyerang orang dengan panah beracun tanpa ampun dan jeda. Entahkah dia pernah menjadi sasaran panah? Entahkah ada kenangan pahit yang tak terelakkan?
            Pemikiran ketiga, saya punya kebebasan untuk MEMILIH. Memilih apakah saya akan terus menerus menjadikan diri saya seperti apa yang dikatakan orang itu, atau saya memilih untuk membuktikan bahwa saya bukan seperti yang dia katakan. Saya memilih yang kedua. Dan saya mensyukuri kedunguan saya yang diam saja tanpa emosi ketika saya dijadikan sasaran panah. Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kalau saya dijadikan sasaran tembak dan saya memberontak? Mungkin saya akan tewas di ruangannya tanpa punya kemampuan menyatukan hati saya dan berjalan pulang.
            Pengalaman ini akan selalu saya kenang dengan sebuah tonggak, bahwa saya pernah dijadikan sasaran panah dan saya mencabuti panah itu dan berjalan lagi!




Salam.
Yodeeruf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar