Rabu, 30 Mei 2012

Cerita dari sepotong roti...

Siang itu Jogja memang panas bukan kepalang. Entah karena saya sudah terlampau lama ngadem di pucuk gunung atau memang hari ini matahari terlalu bersemangat bersinar. Entahlah, tetapi adik saya Lydia mengajukan usul yang langsung tanpa saya pikir panjang saya iyakan saja. Maklumlah sengatan panas matahari kadangkala mempengaruhi otak saya. Dia mengajak saya mengunjungi toko roti kuna. Demikian dia bercerita pada saya. Dalam hati saya berdoa semoga roti yang dijual di sana bukanlah roti "renik" dari tahun antahberantah. Rasanya ini juga pengaruh panas matahari yang bikin otak saya rada "keblinger" imajinasinya.

Setelah memarkir motor, dengan gaya tour guide Lydia mengajak saya memasuki sebuah toko yang bersandingan dengan toko bunga. Di depan toko yang dimaksud Lydia terpampang tulisan "TOKO ROTI JAKARTA". Tokonya tidak terlalu besar dengan desain yang modern minimalis. Ditandai dengan banyaknya penggunaan stainless steel pada pegangan pintu masuk, pada rak-rak penyangga roti. dan di salah satu dinding toko di bagian dalam ditutup oleh kaca yang dipotong dan disusun mirip bata. Sebuah penataan yang futuristik untuk ukuran toko roti. Saya mulai bergerilya di sana. Bertanya ini dan itu. Maklum semua nama roti di sana menggunakan bahasa belanda, sementara lidah saya lidah jawa. Jadi daripada lidah saya salah urat dan salah sebut maka sebaiknya telunjuk saya yang bertugas dan seorang karyawan menyebutkan nama-nama yang disatroni telunjuk saya.

Desain rotinya jauhlah dari kesan desain interior dan eksterior toko yang furturistik. rotinya dibentuk sederhana persis seperti kue-kue buatan nenek dan tante saya. Baunya? hmmm...janganlah dibandingkan dengan gerai-gerai toko roti di mall itu. Roti ini tidak menguarkan bau yang macam-macam. Rasanya? standard bahkan cenderung tradisional. Sungguh jarang saya jumpai roti yang menggunakan sukade, kalau kayu manis mungkin masih banyak ya. Dan ketika saya menggigit roti isian daging. Saat itu juga saya tahbiskan toko roti ini sebagai yang paling enak!. Isian dagingnya tidak macam-macam. Tetapi rasa bawang putih, merica, dan cincangan yang halus membuat saya lupa kalau saya sedang menyantap roti isi daging. Benar-benar enak! Anda harus coba. Belum lagi roti selai kopinya...sederhana dalam bentuk dan rasa, tapi itulah roti yang muncul apa adanya tapi berkesan di lidah dan hati.

Setelah puas nunjuk sana-sini saya bertanya pada karyawa yang sedari tadi setia menyebutkan aneka nama roti berbahasa belanda tadi. Dari dia lah saya tahu bahwa saya sedang berada di toko roti yang sudah ada sejak tahun 1924. Untuk tahun ini, si karyawan sempat salah sebut. dia bilang 1942, lalu datanglah si pemilik dan meralat menjadi 1924. Respon saya, "hebat, Indonesia belum merdeka sudah berani bikin roti holland punya!"

Roti yang dibuat tidak banyak variannya dan roti yang tidak habis saat itu akan langsung dibuang tidak akan dijual lagi keesokan harinya. Ahhh...sebuah totalitas dalam berkarya.

Menikmati roti buatan mereka bagi saya bukan hanya menikmati kesederhanaan sepotong roti di tengah maraknya roti-roti yang sibuk berdandan biar laku dijual, tetapi menikmati KOMITMEN, KONSISTENSI, dan CINTA pada apa yang dikerjakan. Komitmen mereka untuk tetap menghidupkan roti dari tahun 1924 dan memperkenalkannya pada lidah manusia modern saat ini bukan perkara mudah. Saya menduga mereka juga pernah tergiur untuk merubah haluan dan bersama-sama berarak dalam rombongan roti-roti centil aneka rasa dan warna iti. Konsistensi mereka dalam menjaga kualitas bahan roti, rasa dan resep juga bukan perkara mudah. Naik turunya harga pangan jelas mempengaruhi tekad mereka untuk tetap menyajikan roti berkualitas. Belum lagi tergiur untuk membuat aneka varian roti yang menarik pembeli lebih banyak ketimbang mempertahankan bentuk roti yang jadul dengan branding style yang jadul pula. Dan mereka pasti berjuang habis-habisan karena mereka mencintai roti-roti sederhana dan bersahaja yang dilahirkan sejak 1924.

Mengunyah roti buatan mereka, bagi saya, adalah mengunyah pelajaran tentang arti komitmen, konsistensi dan cinta pada yang kita kerjakan.

 

 

 

Wonosobo, akhir mei 2012

Y. defrita R.

#cerita dari perjalanan saya ke jogjakarta. kalau Anda berminat mendatangi toko roti Jakarta alamatnya di jalan jlagran 7 jogjakarta di samping (walau tidak persis) HOTEL KOTA depan stasiun tugu#

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar