Rabu, 13 Juli 2011

BIBIT, BEBET, BOBOT (Matius 1:1-17)

Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4


 

            Wulan seorang gadis berparas ayu sedang pilu hatinya lantaran sang ayah tidak merestui hubungan cintanya dengan Agus pemuda kampung sebelah. “Kamu itu harus memperhatikan bibit, bebet dan bobotnya si Agus itu. Jangan cuma kepincut (tertarik) dengan wajahnya saja. Sudah! Pokoknya Ayah tidak setuju!!” Pecahlah tangis Wulan mendengar keputusan sang ayah.

            Bibit, bebet, dan bobot adalah sebuah ungkapan yang sering kita dengar dan seperti ayahnya si Wulan, barangkali kita pernah menitipkan pesan kepada anak-anak kita untuk memperhatikan bibit, bebet dan bobot pasangan  agar tak salah pilih dan tak salah bergaul. Memperhatikan bibit artinya kita memperhatikan asal-usul keluarganya. Memperhatikan bebet artinya kita memperhatikan kepribadiannya, apakah berwatak ksatria atau justru dasamuka? Serta memperhatikan apakah ringkih, penyakitan atau justru sehat? Dan memperhatikan bobot artinya memperhatikan kemampuan dan kemapanan secara ekonomi. Mulai dari asal-usul keluarga sampai kondisi perekonomian menjadi sebuah alat ukur untuk menentukan apakah seseorang pantas atau tidak pantas berteman, berkarib, berpasangan dengan kita. Alat ukur ini ada baik dan buruknya. Baiknya, kita mencegah hal-hal yang tidak kita harapkan itu tidak terjadi. Tetapi menjadi sesuatu yang buruk ketika alat ukur ini menjadi patokan mutlak dalam berelasi dengan orang lain.

            Menyikapi hal ini, Matius menyusun sebuah daftar silsilah Yesus. Daftar silsilah ini sebetulnya sesuatu yang wajar dibuat di kalangan orang-orang Yahudi. Matius menyusun sebuah daftar silsilah tidak hanya untuk menegaskan bahwa Yesus adalah Mesias yang lama dinantikan namun ia juga mau menunjukkan keunikan silsilah Yesus  dan sosok Allah yang nampak dalam silsilah itu.

            Di dalam silsilah Yesus kita akan menemukan 4 orang perempuan yang hidupnya “menarik” dan Matius jujur menyampaikannya kepada kita.

a)      Perempuan pertama bernama Tamar

Kita dapat membaca secara lengkap kisah Tamar di dalam Kejadian 38:1-30. Tamar adalah menantu Yehuda. Ia menikah dengan Er yaitu anak pertama Yehuda. Ketika Er meninggal dunia dan sebagaimana tradisi Yahudi mensahkan pernikahan Levirat maka Tamar menikah dengan adiknya Er yaitu Onan. Tetapi karena Onan tidak melakukan apa yang dikehendaki oleh Tuhan, maka Onan pun meninggal dunia. Tersisa satu orang anak lelaki Yehuda bernama Syela. Yehuda meminta Tamar kembali ke rumah keluarganya sambil menanti Syela dewasa lalu kemudian ia akan menikahkan Tamar dengan Syela. Tahun berganti tahun, Yehuda lupa akan janjinya. Demi menagih janji ayah mertuanya, Tamar menyamar ketika mendengar Yehuda ada di daerah itu. Tetapi tak hanya lupa akan janjinya, Yehuda juga lupa akan wajah menantunya. Maka cerita disudahi dengan Yehuda tidur dengan Tamar dan Tamar hamil.

b)      Perempuan kedua bernama Rahab

Di dalam Yosua 2, Rahab dikisahkan sebagai seorang pelacur. Namun sekalipun ia pelacur, ia adalah perempuan cerdik dan pemberani. Ia nekat menyembunyikan dua orang pengintai utusan Yosua. Dan pada akhir kisah, Rahab mengucapkan pengakuan imannya bahwa Allah adalah Allah yang sejati (Yosua 2:10-11 dan Ibrani 11:31).

c)      Perempuan ketiga bernama Rut.

Ia adalah seorang perempuan asli Moab. Moab adalah kota yang di dalam kitab para nabi selalu disebut dalam kaitannya dengan hukuman Allah atas mereka (Yes 15:16, Yes 25:10, Yer 9:26, Yer 25:21, Yer 27:3, Yeh 25:8-11). Ia juga adalah menantu Naomi yang paling setia. Ia mengikuti Naomi mertuanya pulang ke tanah leluhur Naomi dan menikah dengan Boas.

d)      Perempuan keempat adalah Istri Uria

Siapa nama istri Uria? Betsyeba. Betul, tetapi mengapa tidak ditulis namanya? Barangkali Matius mau menegaskan bahwa Betsyeba adalah istri Uria, milik Uria bukan milik Dau. Keagungan Daud sebagai pahlawan dan raja disandingan dengan kenyataan bahwa Daud pernah merampas istri orang lain dan bahkan menyusun rencana busuk untuk mensahkan perbuatannya.

Keempat perempuan tadi menurut pandangan masyarakat yang menganut ungkapan bibit, bebet, dan bobot jelas tidak masuk dalam kategori orang-orang yang layak atau pantas kita jadikan teman. Mereka bukan perempuan dengan catatan hidup yang baik. Yang satu terpaksa tidur dengan mertuanya, yang satu bukan orang Yahudi, yang satu lagi pelacur, dan yang satu lagi terpaksa tidur dengan junjungannya.

            Tetapi mengapa justru orang-orang yang memiliki catatan hidup kelam ini justru turut merangkai silsilah Yesus? Menjadi bagian dari daftar nenek moyang Yesus? Allah mengetahui bahawa setiap manusia mempunyai kebutuhan untuk diakui, diterima, dirangkul dan dilibatkan. Allah merangkul, mengakui, menerima dan melibatkan mereka tanpa mempersoalkan apa masa lalulnya, apa rasnya, apa kelainannya, dan apa dosanya dulu. Sehingga apa yang dipandang oleh dunia sebagai tidak layak, tidak pantas, Allah melayakkan dan Allah memantaskan.

            Jejak rekam hidup seseorang itu memang penting diperhatikan. Bibit, bebet dan bobotnya. Namun itu semua bukanlah alat ukur mutlak yang seringkali melahirkan penolakan, penyingkiran dan pemisahan. Keempat perempuan yang hadir dalam silsilah Yesus hadir sebagai orang-orang yang dipandang tidak layak tetapi justru mereka dilibatkan oleh Allah, dipakaiNya menjadi bagian dari rencanaNya.

            Kisah penolakan dapat dialami siapa saja dan dimana saja. Ditolak entah karena asal-usul keluarga, masa lalu, pekerjaan, kepribadian, dan kesehatannya, pendek kata apapun sebab dan bentuk penolakannya itu pasti menyakitkan hati. Sebab setiap orang merindukan kehadirannya diterima, diakui, dirangkul dan dilibatkan. Allah adalah Allah yang menerima, mengakui, merangkul dan melibatkan mereka yang kita pandang tidak layak, tidak pantas. Karena itu seluruh kehidupan Yesus adalah model yang bersifat menerima orang lain. Yesus menerima orang sebagaimana adanya mereka…sebagaimana adanya kita. Itulah Allah yang digambarkan Yesus. Allah adalah Allah yang mataNya bukan hanya mata kepala namun juga mata hati, dimana Allah melihat seseorang tidak dengan ukuran-ukuran yang dunia buat. Allah melihat kedalaman hati maka Ia merangkul semua orang. Kalau Allah yang digambarkan Yesus adalah Allah yang menerima, merangkul, mengakui, dan melibatkan siapapun, bagaimana dengan kita sebagai sebuah persekutuan?

 

Yohana Defrita Rufikasari

Disampaikan dalam persekutuan di Bajem Pacet, Mojokerto 13 Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar