Jumat, 24 September 2010

MENGINGAT BERKAT-BERKAT TUHAN

Berkat Tuhan mari hitunglah

Kau kan kagum oleh kasihNya

Berkat Tuhan…mari hitunglah

Kau niscaya kagum akan kasihNya…

Lagu ini cukup sering dinyanyikan di gereja saya, biasanya untuk mengiringi persembahan. Namun ketika sore ini saya menyanyikannya (tentu dengan suara pas-pasan, pas serak dan pas falsnya) dan hanya diiringi bunyi hujan di luar jendela kamar, saya tertegun. Apa gerangan yang membuat saya tertegun? Coba simak baik-baik lagu berjudul “Bila Topan K’ras Melanda Hidupmu” (terjemahan dari lagu berjudul “Count your many blessings, John Oatman-1897)

(1)

Bila topan k’ras melanda hidupmu

Bila putus asa dan letih lesu

Berkat Tuhan satu-satu hitunglah

Kau niscaya kagum oleh kasihNya

Reff:

Berkat Tuhan mari hitunglah

Kau kan kagum oleh kasihNya

Berkat Tuhan mari hitunglah

Kau niscaya kagum oleh kasihNya

(2)

Adakah beban membuat kau penat

Salib yang kau pikul menekan berat?

Hitunglah berkatNya pasti kau lega

Dan bernyanyi t’rus penuh bahagia!

(3)

Bila kau memandang harta orang lain

Ingat janji Kristus yang lebih permai

Hitunglah berkatNya yang tidak terbeli

Milikmu di sorga tiada terperi

(4)

Dalam pergumulanmu di dunia

Janganlah kuatir Tuhan adalah

Hitunglah berkat sepanjang hidupmu

Yakinlah malaikat menyertaimu!

Sudah lihat apa yang membuat saya tertegun? Ya, lagu ini mengajak saya untuk menghitung berkat-berkat Tuhan sepanjang hidup saya, menghitung berkat-berkat Tuhan dari saya masih berbentuk embrio sampai saya berusia dua puluh tiga tahun lebih empat bulan. Dan tahu apa hasilnya? Saya tidak sanggup menghitung satu per satu berkat Tuhan di sepanjang hidup saya. Terlalu banyak kawan! Terlalu sempurna! Terlalu indah!

Coba lihat, ketika saya merasa sangat terpuruk, tidak berdaya, khawatir, takut, tuhan mengirimkan teman-teman PEMASMUR, sahabat-sahabat, dan teman peziarahan hidup yang menguatkan saya melalui doa. Baru beberapa hari yang lalu saya harus menghadapi peristiwa sakit yang bertubi-tubi menghantam mama, ponakan, dan saya sendiri yang akhirnya tumbang. Dan teman-teman PEMASMUR, sahabat-sahabat, dan teman peziarahan hidup saya menemani saya dalam doa. Betapa Tuhan tidak ingin membiarkan saya sendirian memikul beban yang terasa berat sehingga hati ini menjadi penat. Tuhan sungguh baik. Ketika saya merasa bimbang dengan apa yang akan saya jalani, Tuhan mengirimkan teman untuk berbagi kebimbangan. Tuhan mengirimkan pundak-pundak hangat yang selalu bersedia merengkuh jiwa saya yang bimbang. Tuhan sangat baik. Ketika saya merasa sangat bersukacita karena hal-hal menggembirakan yang terjadi dalam hidup saya, Tuhan mengirimkan orang-orang yang tulus tersenyum dan turut merasakan sukacita saya.

Ketika saya membutuhkan teman yang mau mendengarkan cerita saya, Tuhan tidak hanya memberikan saya teman tetapi teman yang mau berbagi cerita dalam secangkir kopi hangat yang meneduhkan. Tuhan terlampau baik. Ketika saya marah, merasa hidup tidak masuk akal, tidak adil, Tuhan mempertemukan saya dengan orang-orang yang membuat saya berpikir ulang tentang makna keadilan dan belas kasih. Tuhan amat baik. Tidak akan pernah cukup saya menguraikan satu per satu kebaikan Tuhan dalam hidup saya. Tidak akan pernah muat saya mencurahkan helai demi helai berkat Tuhan di sepanjang hidup saya. Terlampau banyak….terlampau baik…terlampau indah.

Seiring dengan ketakjuban saya menyadari banyaknya berkat Tuhan yang melimpah di sepanjang hidup saya, saya juga merasa malu. Malu lantaran saya masih sering ngedumel, masih sering mengeluh dan protes. Merasa diri paling sial seantero bima sakti. Merasa diri diabaikan oleh Tuhan. Hiperbolis? Ya memang begitu yang saya rasakan. Maka lagu ini menampar saya. Mengajak saya untuk tidak hanya pandai mengeluh tetapi sebelum mengeluh cobalah untuk menghitung kebaikan Tuhan di sepanjang hidup ini. Wah..wah…bisa jadi saya tidak akan gampang mengeluh, lha gimana mau mengeluh kalau belum-belum saya sudah diajak menghitung banyaknya berkat Tuhan, yang ada saya malah senyam-senyum sendiri melihat betapa saya sangat dicintaiNya!

Terimakasih Tuhan.



Y.Defrita Rufikasari

Yogyakarta, akhir September 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar