Yogyakarta, 15 Maret 2010
Setelah diguyur hujan dari sore, saya dan teman peziarahan saya menghadiri rekoleksi yang diadakan Komunitas Doa Meditatif Universitas Kristen Duta Wacana di Wisma Syantikara (semoga saya tidak salah menuliskan namanya, jika salah saya mohon maaf). Rekoleksi semacam ini sudah pernah saya ikuti dan ini kali kedua...jadi sedikit banyak saya tahu format acaranya akan seperti apa. tokh pengetahuan semacam ini tak juga menyurutkan motivasi saya untuk ikut. Karena akan selalu ada hal-hal yang menarik untuk dipungut dan dimasukan dalam hati sebagai bekal perjalanan berikutnya. Dan diatas itu semua saya kira yang justru penting adalah kesempatan untuk mengunjungi ruang batin dan bercakap-cakap disana.
Diawali dengan latihan lagu-lagu yang akan dibawakan dalam ibadah pertama. Ada beberapa lagu yang masih asing di telinga saya, namun setelah berkali-kali latihan setidaknya lagu itu tidak lagi menjadi aneh di telinga saya. Tepat jam 18.30, sebetulnya terlambat 30 menit dari waktu yang ditentukan di dalam lembar acara. Mungkin bagi orang lain, ibadah semacam ini sudah biasa, tetapi bagi saya menjadi tidak biasa karena ditengah segala kesibukan dan banyaknya tugas, maka saat hening dan hanya melantunkan doa pada Sang Hidup menjadi sesuatu yang mewah dan sangat berharga. Coba saja Anda bayangkan, dalam satu hari Anda dan saya dibombardir oleh banyak informasi yang berseliweran dan dipadati dengan banyaknya tugas, dari menit ke menit kerjaan kita hanya lari dari satu tugas dan mulai mengerjakan tugas yang lain. Betapa hidup kita sangat sibuk...sangat ramai...sehingga Sang Hidup merasa perlu menanti Anda dan saya untuk hening karena ternyata kita hanya mempersilahkanNya hadir dalam keheningan. Betapa keringnya kehidupan kita. Jadi walaupun badan didera lelah namun saya tetap datang mengikuti ibadah ini, semata-mata untuk menyegarkan jiwa yang tak kalah lelahnya dengan badan.
Setelah ibadah yang berlangsung kurang lebih 45 menit, kami memasuki acara perkenalan dan dilanjutkan makan malam bersama. Dan inilah saat yang saya nantikan, menelaah sesuatu dan mendiskusikannya.
Pada rekoleksi kali ini Pdt. E.G.S membahas "the letter from china" yang ditulis Bruder Alois. Setelah kunjungannya selama tiga minggu di China, Bruder Alois dan yang lainnya semakin memahami situasi gereja dan negeri yang menanungi 56 kelompok etnis (mohon maaf jika saya tidak mencantumkan surat tersebut secara lengkap karena bukan hak saya untuk mempublikasikan "the letter form china"). Dan dalam tulisan ini saya juga tidak akan banyak mengulas isi surat tersebut namun saya akan mengisahkan bagaimana surat itu mengajak saya bercakap-cakap dengan diri saya yang lain yang bersemayam di ruang batin saya. Surat ini pada bagian kedua membahas tentang memilah-milah keinginan. Suatu fakta yang tak terbantahkan bahwa manusia dibanjiri dengan banyaknya keinginan-keinginan. Bahkan satu keinginan dapat bertolak belakang dengan keiningin yang lain. Dan tanpa disadari Anda dan saya dapat terjebak menjadi budak yang melayani setiap keinginan-keinginan itu tanpa pernah memilahnya. Padahal ada fakta lain yang tak kalah pentingnya yaitu, kita tidak akan pernah bisa memenuhi segala keinginan kita. Penting sekali untuk memilah-milah keinginan kita , mana yang harus diutamakan dan mana yang disisihkan. Bruder Alois mengatakan demikian,
"Memutuskan keinginan yang mana harus diutamakan, mendengarkan dengan seksama apa yang dialami relung hati kita, sudah merupakan jalan untuk mendengarkan Tuhan. Tuhan juga berbicara kepada kita melalui keinginan kita."
Kita perlu menyadari kemampuan diri sendiri dan terlebih dari itu kita harus belajar mengenali diri sendiri. Sehingga ketika kita berhadapan dengan banyaknya keinginan yang berseliweran di dalam diri kita, kita dapat menyadari apa yang buruk dan apa yang baik bagi kita. Untuk sampai pada titik memilah dan memilih keinginan mana yang akan diutamakan, Anda dan saya harus masuk ke dalam hati untuk merenungkan setiap keinginan, melihat kemampuan diri dan sampailah kita pada kenyataan bahwa kita harus memilih sesuatu...kita harus memutuskan sesuatu sendiri! bukan dipilhkan orang lain atau diputuskan orang lain, ini semua tentang perjalanan diri sendiri. Proses masuk dalam hati dan merenungkan segalanya adalah proses mencari kekuatan untuk mengambil keputusan...untuk memilih satu dari sekian banyak pilihan. Saya teringat petikan dialog dalam film "Garfield Fun Fest", dialog terjadi antara anak beruang dan Garfield dalam perjalanan Garfield menenmukan kolam humor, si anak beruang berkata, "Follow your heart and you will be right". Masuk dalam ruang batinmu....bercakap-cakaplah disana dan ikutilah kata hatimu.
Nampaknya sederhana ya? tidak selalu sesederhana itu. Setidaknya itu yang saya alami dalam pengambilan keputusan untuk memilih sesuatu. Dan kadangkala saya mengabaikan kata hati saya, sehingga saya mengambil keputusan berdasarkan "like or dislike" bukan soal "itu baik atau buruk bagi saya". Perenungan ini menghentak saya betapa saya selalu merasa dikejar waktu sehingga merasa diri tidak punya banyak kesempatan untuk mengunjungi ruang batin saya dan bercakap-cakap dengan diri saya yang lain di sana. Padahal saya selalu membutuhkan kekuatan untuk mengambil aneka keputusan setiap hari. Akh, betapa saya dan mungkin Anda sudah merasa diri hebat sehingga lupa bahwa kita pun manusia terbatas. Tak semua dapat diraih...tak semua sesuai harapan... dan justru dalam kenyataan itulah saya belajar untuk membebaskan diri dan menjalani hidup dengan ringan. Saya sedang berproses untuk bijak dalam memilah dan memilih...
18 Maret 2010
Setelah diguyur hujan dari sore, saya dan teman peziarahan saya menghadiri rekoleksi yang diadakan Komunitas Doa Meditatif Universitas Kristen Duta Wacana di Wisma Syantikara (semoga saya tidak salah menuliskan namanya, jika salah saya mohon maaf). Rekoleksi semacam ini sudah pernah saya ikuti dan ini kali kedua...jadi sedikit banyak saya tahu format acaranya akan seperti apa. tokh pengetahuan semacam ini tak juga menyurutkan motivasi saya untuk ikut. Karena akan selalu ada hal-hal yang menarik untuk dipungut dan dimasukan dalam hati sebagai bekal perjalanan berikutnya. Dan diatas itu semua saya kira yang justru penting adalah kesempatan untuk mengunjungi ruang batin dan bercakap-cakap disana.
Diawali dengan latihan lagu-lagu yang akan dibawakan dalam ibadah pertama. Ada beberapa lagu yang masih asing di telinga saya, namun setelah berkali-kali latihan setidaknya lagu itu tidak lagi menjadi aneh di telinga saya. Tepat jam 18.30, sebetulnya terlambat 30 menit dari waktu yang ditentukan di dalam lembar acara. Mungkin bagi orang lain, ibadah semacam ini sudah biasa, tetapi bagi saya menjadi tidak biasa karena ditengah segala kesibukan dan banyaknya tugas, maka saat hening dan hanya melantunkan doa pada Sang Hidup menjadi sesuatu yang mewah dan sangat berharga. Coba saja Anda bayangkan, dalam satu hari Anda dan saya dibombardir oleh banyak informasi yang berseliweran dan dipadati dengan banyaknya tugas, dari menit ke menit kerjaan kita hanya lari dari satu tugas dan mulai mengerjakan tugas yang lain. Betapa hidup kita sangat sibuk...sangat ramai...sehingga Sang Hidup merasa perlu menanti Anda dan saya untuk hening karena ternyata kita hanya mempersilahkanNya hadir dalam keheningan. Betapa keringnya kehidupan kita. Jadi walaupun badan didera lelah namun saya tetap datang mengikuti ibadah ini, semata-mata untuk menyegarkan jiwa yang tak kalah lelahnya dengan badan.
Setelah ibadah yang berlangsung kurang lebih 45 menit, kami memasuki acara perkenalan dan dilanjutkan makan malam bersama. Dan inilah saat yang saya nantikan, menelaah sesuatu dan mendiskusikannya.
Pada rekoleksi kali ini Pdt. E.G.S membahas "the letter from china" yang ditulis Bruder Alois. Setelah kunjungannya selama tiga minggu di China, Bruder Alois dan yang lainnya semakin memahami situasi gereja dan negeri yang menanungi 56 kelompok etnis (mohon maaf jika saya tidak mencantumkan surat tersebut secara lengkap karena bukan hak saya untuk mempublikasikan "the letter form china"). Dan dalam tulisan ini saya juga tidak akan banyak mengulas isi surat tersebut namun saya akan mengisahkan bagaimana surat itu mengajak saya bercakap-cakap dengan diri saya yang lain yang bersemayam di ruang batin saya. Surat ini pada bagian kedua membahas tentang memilah-milah keinginan. Suatu fakta yang tak terbantahkan bahwa manusia dibanjiri dengan banyaknya keinginan-keinginan. Bahkan satu keinginan dapat bertolak belakang dengan keiningin yang lain. Dan tanpa disadari Anda dan saya dapat terjebak menjadi budak yang melayani setiap keinginan-keinginan itu tanpa pernah memilahnya. Padahal ada fakta lain yang tak kalah pentingnya yaitu, kita tidak akan pernah bisa memenuhi segala keinginan kita. Penting sekali untuk memilah-milah keinginan kita , mana yang harus diutamakan dan mana yang disisihkan. Bruder Alois mengatakan demikian,
"Memutuskan keinginan yang mana harus diutamakan, mendengarkan dengan seksama apa yang dialami relung hati kita, sudah merupakan jalan untuk mendengarkan Tuhan. Tuhan juga berbicara kepada kita melalui keinginan kita."
Kita perlu menyadari kemampuan diri sendiri dan terlebih dari itu kita harus belajar mengenali diri sendiri. Sehingga ketika kita berhadapan dengan banyaknya keinginan yang berseliweran di dalam diri kita, kita dapat menyadari apa yang buruk dan apa yang baik bagi kita. Untuk sampai pada titik memilah dan memilih keinginan mana yang akan diutamakan, Anda dan saya harus masuk ke dalam hati untuk merenungkan setiap keinginan, melihat kemampuan diri dan sampailah kita pada kenyataan bahwa kita harus memilih sesuatu...kita harus memutuskan sesuatu sendiri! bukan dipilhkan orang lain atau diputuskan orang lain, ini semua tentang perjalanan diri sendiri. Proses masuk dalam hati dan merenungkan segalanya adalah proses mencari kekuatan untuk mengambil keputusan...untuk memilih satu dari sekian banyak pilihan. Saya teringat petikan dialog dalam film "Garfield Fun Fest", dialog terjadi antara anak beruang dan Garfield dalam perjalanan Garfield menenmukan kolam humor, si anak beruang berkata, "Follow your heart and you will be right". Masuk dalam ruang batinmu....bercakap-cakaplah disana dan ikutilah kata hatimu.
Nampaknya sederhana ya? tidak selalu sesederhana itu. Setidaknya itu yang saya alami dalam pengambilan keputusan untuk memilih sesuatu. Dan kadangkala saya mengabaikan kata hati saya, sehingga saya mengambil keputusan berdasarkan "like or dislike" bukan soal "itu baik atau buruk bagi saya". Perenungan ini menghentak saya betapa saya selalu merasa dikejar waktu sehingga merasa diri tidak punya banyak kesempatan untuk mengunjungi ruang batin saya dan bercakap-cakap dengan diri saya yang lain di sana. Padahal saya selalu membutuhkan kekuatan untuk mengambil aneka keputusan setiap hari. Akh, betapa saya dan mungkin Anda sudah merasa diri hebat sehingga lupa bahwa kita pun manusia terbatas. Tak semua dapat diraih...tak semua sesuai harapan... dan justru dalam kenyataan itulah saya belajar untuk membebaskan diri dan menjalani hidup dengan ringan. Saya sedang berproses untuk bijak dalam memilah dan memilih...
18 Maret 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar