Beberapa hari yang lalu seorang sahabat yang berpacu dengan derunya "ibuk" kota menyempatkan menyapa saya. Dua jam tak terasa kami bicara tentang hal-hal yang memndalam dalam hidup kami. Langkah-langkah kami yang sekarang dan langkag-langkah kami selanjutnya menjadi warna obrolan dua jam itu.
Lalu, selalu ada jeda sekedar untuk menikmati gurihnya obrolan ini. Kemudian dia berkata kepada saya (atau kepada dirinya sendiri?), "Dee (ini panggilan kawan-kawan saya semenjak saya kuliah), relasi itu butuh dirawat." Aha! Saya setuju kawan! Relasi itu bukan benih yang kau lempar ke tanah dan berharap besok tumbuh sesuatu dari benih itu. Relasi itu ibarat benih yang mungkin tak kau tahu apa rupanya nanti ketika ia tumbuh. Relasi itu butuh dirawat dan dijaga walaupun bukan berarti selalu bersama sepanjang waktu.
Tetapi, relasi juga berhadapan dengan sebuah tantangan, salah satunya adalah SIBUK!. Ya, kata "sibuk" sudah menjadi makanan sehari-hari bagi sahabat yang tinggal di kota besar. "Tidak punya waktu" adalah alasan paling favorit. Seorang penulis Chin-Ning Chu mengatakan, "Kata Cina bagi SIBUK terdiri dari dua bagian. Satu bagian melambangkan hati manusia dan bagian lain melambangkan kematian. Dari dua lambang di atas, arti yang dikembangkan adalah jika seseorang super sibuk, hatinya mati."
Seseorang yang SIBUK tak hanya tidak memperhatikan relasi, tetapi tubuh dan intuisinya berhenti ia perhatikan. Dirinya tak lagi mendengar jeritan hatinya karena terlalu banyak suara di kepalanya.
Hmmm....hidup itu tak pernah menuntut. Kita yang menuntut diri sendiri untuk menjadi dan memperoleh sesuatu, bahkan dalam pencapaian impian tersebut seseorang rela mengorbankan kedamaian pikirannya. Ironis memang, padahal kita semua sadar bahwa semua impian berujung pada satu hal...kedamaian pikiran.
Hidup ini bukan perlombaan yang diisi dengan kesibukan dan diwarnai ketergesaan. Hidup yang berburu waktu itu akan membuat kita kehilangan kesempatan menikmati pemandangan dan perjumpaan di perjalanan. Winston Churchill berkata, "Kita hidup dari apa yang kita dapatkan, dan kita bahagia dari apa yang kita berikan."
Hidup ini bukanlah sebuah perlombaan mengumpulkan sebanyak-banyaknya tetapi atas apa yang dapat kita berikan sebelum meninggalkannya.
Bandung, 6 Februari 2016
08.18 AM
Yodeeruf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar