(tulisan kali ini adalah oleh-oleh dari persekutuan bersama dengan tema "Mother don't cry" yang dipimpin oleh Pdt. Em. Liem Ie Tjiauw...dan tentu saja ada penambahan yang tidak mengubah inti pesan beliau. penambahan itu terletak dibagian pendahuluan dan bagian akhir)
Hampir semua umat Kristen dari berbagai macam mazhab merayakan Paskah. Kalau dulu rangkaian acara perayaan Paskah dimulai dari Jum'at Agung dan Minggu. Lalu hari Minggu diawali dengan kebaktian subuh jam 05.00 pagi supaya lebih terasa moment Paskah-nya. Sekarang coba perhatikan, rangkaian acara perayaan Paskah itu sudah diawali 40 hari sebelumnya dengan Ibadah Rabu Abu, lalu 6 minggu pra-Paskah termasuk di dalamnya Minggu Palmarum, Ibadah Kamis Putih, Jum'at Agung, Sabtu sunyi dan Paskah. Lihatlah, betapa kini perayaan Paskah sudah dapat dirasakan suasananya jauh sebelum Paskah dan bahkan setelah Paskah masih ada beberapa acara yang terkait dengan tema-tema Paskah. Pendek kata jemaat sudah digiring pada suasana penghayatan akan kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus. Sebab sejatinya itu adalah "core" dari iman kekristenan kita. Namun, pertanyaan yang muncul adalah "apa dampak kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus bagi kehidupan kita?" Setiap tahun kita merayakan rangkaian acara Paskah...bahkan tidak hanya ikut tapi terlibat sebagai pemain drama, pengkotbah, singer, liturgos, majelis, dan macam-macam, tetapi apa pengaruh kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus bagi hidup kita?
Yohanes 20:14-16
Sesudah berkata demikian ia menoleh ke belakang dan melihat Yesus berdiri di situ, tetapi ia tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus.Kata Yesus kepadanya: "Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?" Maria menyangka orang itu adalah penunggu taman, lalu berkata kepada-Nya: "Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya."Kata Yesus kepadanya: "Maria!" Maria berpaling dan berkata kepada-Nya dalam bahasa Ibrani: "Rabuni!", artinya Guru.
Yohanes memulai kisah Paskah pagi hari itu dengan menceritakan seorang perempuan bernama Maria Magdalena yang datang ke kubur Yesus. Kalau di Injil sinoptis mereka beramai-ramai menceritakan bahwa ada beberapa perempuan lain yang datang ke kubur Yesus, maka Yohanes hanya menceritakan seorang Maria Magdalena. Bukan karena ada hubungan khusus antara Yohanes dengan Maria Magdalena, sehingga namanya dicantumkan di tulisan Yohanes. Tetapi karena Yohanes-ini kekhasan Injilnya-memahami bahwa Maria Magdalena mengalami suatu perjumpaan dengan Yesus yang mengubahkan hidupnya. Dia yang dicemooh, disingkirkan, dipandang sebelah mata, ternyata diterima, dimanusiakan dan dikasihi oleh Yesus. Pengalaman masa lalu Maria Magdalena yang kelam tidak menghalangi kasih dan penerimaan Yesus kepadanya.
Belum sampai masuk ke dalam kubur, Maria Magdalena sudah lari pulang karena dia melihat tutup kubur yang terbuat dari batu itu sudah terguling. Dia lari dengan perasaan takut, cemas dan bingung untuk menjumpai Simon Petrus dan beberapa murid lainnya. Maria Magdalena menduga kalau mayat Yesus sudah dicuri orang. Asumsi Maria Magdalena ini membuat para murid lainnya yang sedang berduka menjadi panik. Maka segera saja mereka berlari ke arah kuburan yang ada di luar tembok kota.
Rupa-rupanya Simon Petrus ini bukan pelari ulung, dia lebih lamban dari yang lain sehingga Yohanes menceritakan bahwa ada seorang murid yang tak disebutkan namanya yang berlari lebih cepat sehingga sampai duluan di kubur Yesus yang kosong melompong. Murid tanpa nama ini masuk dan menjumpai kain kapan tergeletak di tanah, dan ia masuk ke dalam melihat kain penutup wajah yang terletak agak jauh dari kain kapan itu dan ia pun memahami bahwa Guru mereka Yesus sudah bangkit sama seperti yang pernah Ia katakan waktu bersama-sama dengan mereka.Yohanes tidak melaporkan bahwa Simon Petrus yang ingat akan perkataan Yesus tetapi si murid yang larinya lebih kencang dan sampai duluan itu yang langsung ingat.
Setelah menyaksikan itu semua, tanpa kata dan tanpa bahasa mereka pun pulang ke rumah, namun Maria Magdalena tinggal disana. Dia menangis. Air matanya mengalir deras tak terbendung lagi. Hatinya hancur. Dan munculah Malaikat bertanya padanya, "Ibu mengapa engkau menangis?". Dalam pedih sedih yang mendalam, Maria Magdalena kembali menyampaikan asumsinya bahwa mayat Yesus sudah dicuri orang. Masih dengan tangisan yang sedu sedan, Maria Magdalena menengok ke belakang dan melihat seorang lelaki berdiri di sana, lelaki itu Yesus, tapi kesedihan dan asumsi Maria Magdalena sudah membuat dia tidak mampu lagi mengenali sosok Yesus yang bangkit itu.
Kata Yesus kepadanya: "Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?" Maria Magdalena menyangka bahwa lelaki yang sedang bertanya itu adalah penjaga makam. Sekali lagi respon Maria Magdalena digerakkan oleh asumsinya yang sudah kian melebar sekarang sehingga dia berkata di sela-sela tangisannya, "Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya." Tuhan Yesus segera menyapa Maria Magdalena dengan nada sapaan yang sudah begitu akrab di telinga Maria Magdalena. Nada ini dengan mudah dikenali oleh Maria Magdalena, maka dia segera menyahut, "Rabbuni!". Ketika sampai di ayat ini, saya membayangkan mama saya memanggil nama saya dengan nada khas yang hanya bisa saya kenali sendiri. Nada sapaan yang sangat akrab di telinga.
Perhatikan bahwa dua kali Maria Magdalena ditanyai dengan pertanyaan yang sama, "Ibu mengapa engkau menangis?". Namun karena Maria Magdalena sedang dirundung duka dan keputusasaan maka dia tidak mampu mengenali kehadiran Yesus Kristus. Namun Tuhan Yesus tidak pernah membiarkan Maria Magdalena tenggelam dalam kesedihan dan keputusasaan, maka Dia menyapa Maria Magdalena dengan nada sapaan yang khas supaya Maria Magdalena tahu bahwa ada Yesus di sana.
Sejak kecil barangkali kita sudah merayakan Paskah dan terlibat dalam aneka pelayanan di dalamnya. Sejak kecil pula kita sudah hafal mati itu cerita Paskah dari Injil sinoptik. Namun ambilah jeda dan tanyakan pada diri kita masing-masing, apakah kemenangan Yesus atas maut itu berdampak dalam kehidupan kita? Apa pengaruhnya? Apakah kemenangan Yesus itu juga kemenangan kita? yaitu kemenangan kita atas perilaku negatif, perkataan negatif, atau kebiasaan negatif? Kalau peristiwa kebangkitan dan kemenangan Tuhan Yesus tidak berdampak apa-apa dalam hidup kita maka kita tak ubahnya Maria Magdalena yang tersedu sedan dirundung kegalauan sehingga tidak merasakan kehadiran Yesus.
Pak Liem menceritakan sebuah kisah tentang seorang ibu yang bernama Wati. Ibu Wati menikah dengan Bapak Anton dan dikaruniai dua orang putra.Mereka menikah sudah cukup lama namun ada perangai Pak Anton yang membuat Bu Wati menderita lahir batin. Setiap pulang kerja, Pak Anton tidak menjumpai segelas teh hangat lantaran Bu Wati adalah seorang perempuan yang juga sangat sibuk Alih-alih memahami istrinya, Pak Anton selalu mencaci maki dan merendahkan Bu Wati bahkan di depan anak-anak mereka. Kalau sedang sangat lelah, Pak Anton tak segan untuk menempeleng, menjotos, menendang dan membenturkan kepala Bu Wati ke dinding. Bu Wati hanya bisa menangis kesakitan. Yang sakit bukan hanya pipi, tangan, kepala, dan kaki, tapi hatinya pedih. Maka nyaris setiap hari bu Wati selalu menangis terisak-isak. Dan setiap malam dia mendoakan suaminya. Suatu ketika, bu Wati dan Pak Anton sedang ngobrol di kebun, bu Wati berkata, "Pak...kita ini nikah sudah lama loh...bukan sehari dua hari...tapi kok kalau ibu lihat, bapak ini loh kok makin kasar sama ibu.. Kalau ibu ada salah, bapak bisa tegur ibu tapi jangan caci maki dan pukul ibu.: Pak anton membalas, "Lho..kamu ini gimana toh..kita nikah sudah lama kok kamu masih bodoh...kamu ndak tahu ya? hah? ini watakku! aku ya begini! kenapa?? ndak suka? ndak terima? Watuk iso diobati, watak digawa sampe mati (batuk bisa diobati, watak dibawa sampai mati)..aku ndak bisa berubah..dari dulu masih kecil ini aku sudah jago mukul, ndak ada orang yang berani sama aku.ndak usah protes kamu!!"
Bu Wati kecewa karena suaminta tidak bisa memahami apa yang dia katakan dan tidak berubah. Namun bu Wati tetap mendoakan dia di sela-sela tangisannya. Suatu hari, anak lelaki pertama mereka si Arman mencekik adiknya. Rupanya mereka terlibat pertengkaran dan Arman mencekik adiknya. Pak Anton kaget bukan kepalang dan segera melerai Arman supaya adiknya bisa bernafas. Pak Anton, "Arman...kamu ini kenapa??? siapa yang ngajarin kamu jadi berandalan gitu? hah? tingkahmu kayak preman!!!!!" Arman menjawab enteng pertanyaan Pak Anton yang sarat dengan amarah, "Aku nyontoh bapak." Deg! Pak Anton merasa terpukul dengan komentar Arman. Ternyata selama ini perilaku buruknya sudah membentuk Arman menjadi anak dengan kebiasaan memukul dan memaki. Pak Anton masuk kamar dan menangis minta ampun pada Tuhan. Malam harinya ketika bu Wati sudah kembali dari kantor, Pak Anton menceritakan peristiwa siang tadi. Bu Wati menangis bahagia dan mengajak suaminya bertelut di hadapan Tuhan.
Syukur bahwa dalam kepedihan hidup yang dilewati bu Wati, dia membawanya ke hadapan Tuhan melalui doa-doanya. Dia membawa air mata pedih yang tidak mampu dipahami siapapun ke hadapan Tuhan. Dan Tuhan Yesus tidak membiarkan dia menangis terus menerus. Tuhan Yesus yang sudah bangkit itu mau mengubahkan hidupnya...mau memperbaharui hidupnya. Barangkali saat ini ada hal-hal yang membuat kita menangis karena sedih, takut, bingung, cemas akan masa depan kita, putus asa...karena berbagai macam hal.,,ingatlah, Dia berbisik, "Mother (bisa juga Father, atau nama kita), don't cry. I am here. I'll give you way out for all your problem." Dia yang sudah bangkit adalah Dia yang mendengarkan, memahami, dan memperbaharui hidup kita...
Anak Allah Yesus nama-Nya
menyembuhkan, menyucikan.
Bahkan mati tebus dosaku
kubur kosong membuktikan Dia hidup.
S'bab Dia hidup ada hari esok
S'bab Dia hidup ku tak gentar
K'arna ku tahu Dia pegang hari esok
Hidup jadi berarti, s'bab Dia hidup!
amin.
Darmo Satelit, 02 Mei 2011
Y. Defrita R.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar