Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4
Barangkali kita pernah mendengarkan sebuah falsafah Jawa yang berbunyi demikian ojo gumunan, ojo dumeh, lan ojo kagetan. Falsafah yang kelihatannya sangat sederhana, namun sejatinya sangat sulit dilakukan. Contohnya saja ojo gumunan atau jangan gampang-gampang kagum, kelihatannya mudah kan? Tetapi sebetulnya sulit, mengapa? Manusia itu memiliki kecenderungan untuk mudah mengagumi sesuatu atau seseorang yang dianggap spektakuler, ajaib, fenomenal, aneh, luar biasa, cantik, ganteng dan seterusnya. Bahkan “gumunan” itu sudah jadi budaya pada sebagian masyarakat, mulai dari desa sampai kota. Mulai dari peristiwa dukun cilik Ponari sampai Justin Beiber, orang-orang gumun…kagum, terpesona, terheran-heran dan dibuat berdecak kagum. Orang rela antri berjubel dari pagi sampai malam demi airnya dijamah oleh tangan cilik Ponari yang memegang batu hitam karena mereka gumun-kok bisa ya batu itu menyembuhkan. Orang rela keluar uang jutaan rupiah dan antri hanya untuk menyaksikan Justin Beiber menyanyi karena mereka gumun-terpesona dengan wajah dan suaranya. Begitu melihat hujan berwarna merah di India beberapa waktu lalu, tak sedikit orang-orang yang gumun. Pendek kata, setiap kita mempunyai kecenderungan untuk mudah kagum, terpesona dan terheran-heran terhadap sesuatu atau seseorang.
Apakah itu salah? Tidak. Kita tidak sedang mempermasalakan salah dan benar. Lalu mengapa dibilang ojo gumunan, memangnya apa yang salah dengan gumunan? Begini, orang mudah kagum, terheran-heran dan terpesona biasanya akan sulit menggunakan akal sehatnya..sulit mencari makna terdalam dari sebuah peristiwa atau menggali makna-makna kehidupan dari pribadi seseorang. Contohnya ya itu tadi, rela ngantri berjam-jam demi dijamah batu ajaibnya Ponari, rela buang uang jutaan rupiah demi menyaksikan Justin Bieber, rela mengikuti semua tayangan yang sedang gencar memberitakan fenomena hujan merah seperti darah di India sampai mlongo di depan TV. Oleh sebab itu jangan gumun kalau banyak tayangan infotaiment menjual hal-hal yang membuat kita semakin gumun. Tetapi pertanyaan mendasarnya adalah? What next? Lha terus apa setelah gumun akan sesuatu atau seseorang? apa dampaknya setelah kita gumun-terheran-heran dengan Ponari, gumun-terkagum-kagum dengan aksi Justin Beiber dan gumun dengan fenomena hujan merah seperti darah di India? Apa dampaknya buat hidup kita? ya ndak ada, ya sudah berhenti di gumun itu tadi.
Sama halnya dengan peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus. Banyak orang terbuai dan terlena oleh peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus. Kebangkitan Tuhan Yesus adalah sebuah fenomena langka dan tidak pernah terjadi sebelumnya dan setelahnya. Oleh sebab itu banyak orang-orang Kristen dulu dan kini yang mengagumi fenomena kebangkitan Tuhan Yesus. Mereka dan mungkin kita sendiri mengatakan bahwa Tuhan Yesus itu ajaib, dokter dari segala dokter, tabib dari segala tabib-buat yang pergi ke shin shei kalau sakit, Tuhan Yesus itu Maha Kuasa dan lain sebagainya. Tetapi, di dalam kehidupan sesehari, perkataan-perkataan yang sarat dengan nada dan ekspresi gumun-kagum-heran-terpesona-terbuai-terlena itu tidak nampak dan tidak banyak membantu ketika mereka sedang mengalami pergumulan berat. Artinya, kebangkitan Tuhan Yesus yang mereka rayakan setiap tahun itu tidak berdampak apa-apa sebab mereka dan barangkali kita hanya berhenti pada tahap gumun-kagum-terpesona. Terlena dan terbuai oleh kebangkitan Tuhan Yesus.Tetapi kebangkitan Tuhan Yesus tidak benar-benar kita pahami maknanya dan dampaknya bagi hidup kita masing-masing! Cilaka tiga belas kalau ini yang terjadi! Sebab artinya kita hanya merayakan kebangkitan Tuhan Yesus dengan bela-belain ikut kebaktian paskah subuh. Hanya seremonial belaka tanpa makna!
Hal ini pula yang terjadi di dalam Kisah Para Rasul 2:14a, dan 36-41. Pada waktu itu suasana kota Yerusalem cukup ramai sebab pada hari itu orang-orang Yahudi sedang merayakan Pesta Panen atau disebut Pentakosta sebab dihitung 7 minggu atau 50 hari setelah Pesta Paskah Yahudi dan dirayakan setiap tahun (Kel. 23:16, Im.23:15, Ul.16:9). Dalam keramaian itulah tiba-tiba terdengar suara tiupan angin yang keras dan ada lidah-lidah api yang hinggap pada lidah para murid Tuhan Yesus. Tak lama kemudian mereka yang sudah dipenuhi oleh Roh Kudus ini berkata-kata seperti yang diberikan oleh Roh Kudus kepada mereka untuk mengatakannya. Tentu saja mereka yang mendengar para murid ini gumun karena para murid dapat berbicara bahasa masing-masing bangsa yang ada di Yerusalem. Ada yang menuduh mereka mabuk, namun Petrus bangkit membantah tuduhan bahwa mereka mabuk. Petrus kemudian menjelaskan panjang lebar dari ayat 15-35 mengenai Roh Kudus dan jati diri Tuhan Yesus. Termasuk di dalamnya tentang kebangkitan Tuhan Yesus (ayat 32). Dan sampailah pada ayat 36 dimana Petrus menandaskan bahwa Yesus orang Nazareth yang mereka salibkan itu adalah Dia yang dijadikan oleh Allah sebagai “Yang diurapi-Mesias-Kristus” dan Tuhan “theos”.Ketika mendengarkan perkataan ini, diceritakan bahwa hati mereka terharu-versi TB-LAI. Di dalam teks aslinya kata yang dipakai adalah katenugesan dari kata katanussomai yang berarti “sakit yang dirasakan oleh karena hati yang terluka”. Itu arti harafiahnya, namun sebetulnya lebih tepat jika tidak diartikan sebagai “terharu” tetapi “menyesal”. Mereka menyesal karena sudah turut menyalibkan Tuhan Yesus. Mereka merasakan pedih di hati, betapa mereka sudah berbuat salah, menyalibkan orang yang tidak bersalah. Rasa “menyesal” itu membuat mereka bertanya “Apa yang harus kami perbuat?” di ayat 37.
Mereka yang mendengarkan tuturan Petrus, bukan hanya sekedar menyesal, namun juga gumun akan pengorbanan Tuhan Yesus dan kebangkitan-Nya. Seseorang yang telah menyadari kesalahannya, tersentuh hatinya, terkesima oleh kebaikan Tuhan, terbuai oleh keajaiban-keajaiban-Nya akan memiliki respon, yaitu aksi nyata sebagai sebuah dampak dari kehidupan, kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus. Petrus menyampaikan ada dua aksi nyata yang harus mereka ambil daripada sekedar menyesal, kagum akan kebaikan dan keajaiban kebangkitan Tuhan Yesus saja. Apa aksi nyata itu?
· Bertobat
Bertobat di dalam bahasa Yunani adalah metanoeo. Yang memiliki arti: memiliki perubahan hati, berbalik dari dosa-dosa, dan merubah gaya hidup. Pendek kata, bertobat itu berarti merubah cara hidup kita seluruhnya, ya mulai dari tutur kata, pikiran, dan perilaku kita. Dengan menekankan ini, Petrus hendak mengajak para pendengarnya dulu dan kini, untuk melihat bahwa peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus atau paskah itu sejatinya adalah sebuah perubahan gaya hidup dari yang dikuasai dosa menjadi gaya hidup seturut dengan teladan yang sudah Tuhan Yesus berikan. Petrus tidak ingin kita hanya diam karena gumun, berhenti hanya sampai pada penyesalan saja tetapi bergerak maju untuk merespon atau menanggapi itu semua dengan satu dasar bahwa kebangkitan Tuhan Yesus adalah transformasi gaya hidup umat percaya yang mengubah perkataan, pikiran dan perbuatan yang sarat dosa menjadi perkaatn yang membangun, pikiran yang positif, dan perbuatan baik. Bertobat dari perkataan yang kotor, tidak membangun, gossip, fitnah, bohong. Bertobat dari pikiran yang negatif, jahat, kotor, licik. Bertobat dari perilaku yang meremehkan orang lain, perilaku yang kejam, perilaku yang membeda-bedakan orang berdasarkan agama, status sosial, dan suku. Bertobatlah jika kurang menaruh perhatian pada anak-anak, bertobatlah jika kurang memahami pasangan kita dan anak-anak juga sesama kita. Bertobatlah jika motivasi pelayanan kita tidak tulus. Bertobatlah jika perkataan kita selama ini sudah banyak membuat hati orang lain pedih.
Bertobat bukan hanya ketika kita bersama-sama di gereja menyampaikan doa pengakuan dosa, lalu dari hari senin-sabtu kembali kumat. Orang-orang yang seperti ini adalah golongan TOMAT>> TOBAT tapi KUMAT. Tobat hanya hari minggu, senin-sabtu kumat lagi. Seruan bertobat adalah seruan yang harus dikumandangkan dan dilakukan setiap saat. Seruan untuk bertobat berlaku bagi siapa saja, entah sudah menjadi kristen 10 tahun, 30 tahun atau baru kemarin. Seruan bertobat berlaku bagi siapapun entah dia pendeta, majelis, tukang sayur, dokter, sopir. Bertobat adalah langkah awal yang dilakukan oleh seseorang yang tidak hanya sekedar gumun dan menyesal tetapi menemukan makna dan dampak dari Kebangkitan Tuhan Yesus.
· Baptis
Dari kata baptizo atau baptistheto yang secara harafiah berarti membersihkan diri dengan air. Tetapi secara metafor, baptis dapat diartikan sebagai simbol dari suatu ritus yang menunjukkan keterkaitan kita dengan Tuhan Yesus. Tindakan yang menunjukkan komitmen kita untuk dimurnikan. Petrus tidak hanya mengajak mereka untuk dibaptis dalam artian tindakan baptisannya seperti yang nanti dia lakukan pada ayat 41. Namun ada makna mendasar dari baptis yaitu keterkaitan dengan Tuhan Yesus itulah yang membuat kita berkomitmen untuk hidup murni. Baptis bukan hanya sekedar ritual yang dijalankan oleh umat beriman. Baptis bukan hanya sekedar memakai pakaian putih-putih, memilih nama baptis dan datang ke gereja, menjawab pertanyaan pendeta “ya saya percaya” saja tetapi kita yang sudah dibaptis dan yang belum dibaptis ini harus tahu bahwa itu semua mendorong kita untuk berani berkomitmen, berani menjalankan komitmen kita untuk hidup murni seturut dengan kehendak Tuhan bukan kehendak trend atau gaya hidup duniawi yang sarat kesenangan dan nafsu.
Dengan demikian Petrus hendak mengajak kita merespon atau menanggapi peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus ini tidak hanya dengan gumun, terkagum-kagum, terpesona, terheran-heran, dan terharu serta menyesal saja tetapi menyambutnya dengan merubah gaya hidup kita-yaitu bertobat dan kemudian berkomitmen untuk hidup murni-yaitu baptis. Setelah gaya hidup kita sudah berubah, kata-kata-pikiran-perbuatan berubah maka tugas selanjutnya adalah berani berkomitmen untuk hidup seperti itu terus menerus. Sehingga kita tidak hanya menjadi anak-anak Allah yang gumunan atau anak-anak Allah yang mudah menyesal tapi setelah itu tidak ada tindak lanjut. Tidak hanya menjadi anak-anak Allah yang pandai berkata “Tuhan Yesus Maha Kuasa, Tuhan Yesus itu baik, Tuhan Yesus itu dokter di atas segala dokter, tetapi dalam kehidupan sehari-hari sikap hidup kita tidak mencerminkan bahwa Tuhan Yesus yang bangkit itu punya dampak besar dan luar biasa dalam hidup kita. Bukan hanya soal perayaan paskahnya tetapi bahwa Tuhan Yesus yang bangkit itu menggerakan kita untuk merubah gaya hidup kita dan berkomitmen sungguh-sungguh untuk hidup murni di hadapan Tuhan. Amin.
Darmo Satelit, 8 Mei 2011
Y. Defrita R.
(kotbah 8 mei 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar