Well, it’s been too so long to write
in it and I think now is a good time to share what happen with my life
hahahahaha….
After
so many adventures, so many time and pray in it, now I’m living on my dream!!!!
Hahahaha… Yup, setelah melalui banyak skenario aneh yang terkadang
mengasyikkan, kadang menyebalkan, kadang membuat frustasi, sekarang saya sedang
menjalani apa yang menjadi mimpi saya. Walaupun demikian saya tidak pernah
berpikir bahwa mendadak segalanya akan menjadi lebih mudah. Percayalah, saya
sudah melewati banyak jalan berbukit dan berkerikil tajam hanya untuk
mempelajari apa arti melihat sebuah kesempatan pada tatapan pertama.
Bisa
dibilang saya nyaris mengubur dalam-dalam impian saya yang satu ini. Saya tidak
lagi pernah berpikir apalagi berharap bahwa impian saya akan terwujud dengan
cara yang dramatis. Begini, sudah lama saya memiliki impian menjadi guru bagi
anak-anak TK. Namun karena banyak hal maka baru sekarang skenario mengijinkan
saya merasakan hidup dan bergerak sebagai guru TK bukan guru yang lain.
Pengalaman
ini jelas mengejutkan saya karena saya sudah lama tidak berani berharap
bahwa suatu ketika kehidupan dengan
segala kemurahan hatinya dan keabsurd-annya akan menghantarkan impian saya
dalam nampan dan mengangsurkannya kepada saya. Tanpa pertanda dan isyarat!
Kehidupan paling tahu kapan saat terbaik memberi saya kejutan yang memorable.
Dan well, itu berhasil. Sampai saat ini saya menganggapnya sebagai sebuah
hadiah natal yang terlalu awal datangnya namun tepat pada waktunya.
Maksudnya
begini, Anda pasti pernah berdiri di persimpangan menatap semua pilihan yang
berserakan di hadapan Anda. Dan sejujur-jujurnya dari sekian banyak pilihan
yang ada itu, Anda tak pernah terpikirkan bahwa akan ada pilihan lain yang
entah bagaimana rumusnya bisa pas dan tepat untuk Anda jalani.
Maka
dalam rangka rasa takjub tak berkesudahan saya berniat mendokumentasikan apa saja
pengalaman menarik yang saya alami bersama dengan rekan kerja dan murid-murid
saya. Saya belum menemukan judul yang tepat untuk membungkus semua kisah ini
dan kisah yang akan terjadi nanti lalu suatu waktu saya akan membuka bungkusan
itu dengan sejuta rasa. Semoga dalam perjalanan nanti saya menemukan bungkus
yang pas!
Well kisah yang pertama dan berkesan adalah saya yang mendadak menjadi sasaran panah. Saya curiga jangan-jangan orang-orang ini
dulunya pernah ikut pencak silat atau semacam itu sehingga tahu kapan harus
melontarkan jurus keji nan menyakitkan tepat pada waktunya. Ohhhh…tidak!!!!
Terlambat!
Saya sudah merasakannnya. Jleeeebbbbbbbb!!!!! Ketika serangkaian kalimat minor
itu menghujani saya. Saya hanya bisa menguatkan hati saya dengan saran,
“sabar…yang ini pun akan berlalu.” Selama perbincangan tidak berkualitas itu
saya diam-diam berjuang meyakinkan diri bahwa saya tidak seburuk itu. Bahwa
saya tidak seperti yang dikatannya, “tidak berguna”!!!
Sungguh,
selama obrolan maha menyakitkan itu saya hanya diam!!!! Tidaaaakkkk…ada apa sih
dengan otak saya. Terbentur apa sehingga saya tidak sanggup membalas satupun
kalimat-kalimatnya. Saya hanya diam. Diam dan berpikir. Berpikir membalas?
Hmmmm sudah saya katakan saya tidak bisa menemukan kalimat yang pas dan bahkan
lupa bagaimana caranya membalas.
Kalau
saja saat itu ada orang kurang pekerjaan yang merekam adegan itu saya jamin ini
akan jadi pemandangan paling aneh dan paling tidak enak dilihat. Satu orang
berbicara berapi-api dan sibuk merendahkan saya saat itu juga dan hebatnya
TIDAK ADA FAKTA sama sekali. Jadi saya tidak tahu dia sedang orasi dengan
karangan hasil imajinasinya atau apa. Dan satu orang yang diam nyaris seperti
dungu demi menatap berondongan kalimat-kalimat menyakitkan.
Dan
yang membuat saya semakin bingung dengan diri saya adalah saya mengucapkan
terimakasih dan pamit pulang. Nah, dalam perjalanan pulang saya merasa diri
saya seperti prajurit yang baru saja dijadikan sasaran latihan memanah oleh
seorang pemanah profesional yang tanpa ampun dan sekarang dipaksa berjalan
sejauh-jauhnya masih dengan panah tertancap di tubuhnya. Dan setiap langkah
yang saya ambil membuat rasa pedihnya semakin terasa menyayat! Yang membuat
saya semakin nampak menyedihkan sore itu adalah hujan deras, angin yang
berhasil membuat saya basah kuyup dan perasaan tercabik-cabik sebagai seorang
manusia!
Sungguh
perjalanan menuju kost saya semakin nampak seperti melintasi gurun gobi
ketimbang berjalan di bawah guyuran hujan. Sesampainya di kost saya-kamar
lantai tiga, perasaan tidak berharga, tidak layak, tidak pantas itu menyerbu.
Saya menduga serbuan anak panah orang tadi sudah berhasil mengeluarkan
racunnya. Dan kini racun itu sedang bereaksi!
Setelah
itu saya hanya duduk dengan tangis terisak sampai bahu saya bergetar. Saya
berniat melepaskan semua panah-panah beracun itu saat ini juga. Namun tiba-tiba
selintas pemikiran kejam lewat. Saya harus membalas? Benarkah itu? Saya
mengenyahkan bayangan bahwa saya harus membalas serbuan panah orang itu dengan
satu panah beracun. Satu panah beracun yang bagi saya lebih mirip seperti
taruhan karena jujur saja saya belum bisa memprediksikan akan seperti apa
hasilnya. Akankah saya yang menang atau dia yang justru akan menghancurkan
saya.
Sore
itu saya habiskan dengan “mencabuti” ratusan anak panah yang menancap dan sudah
membuat luka. Dan saya butuh waktu satu bulan untuk benar-benar pulih dari
racunnya! Well, sekarang saya baru sadar bahwa itulah buruknya efek dari
kalimat negatif yang diucapkan tanpa dipikir dan diperiksa dengan hati. Kata
orang jawa timur, “asal njeplak” asal ngomong saja. Bayangkan pertemuan 15 menit dengan serbuan kalimat negatif tiada
jeda, dibutuhkan waktu 30 hari untuk menyembuhkannya.
Dari
peristiwa mencabuti anak panah itulah saya akhirnya belajar untuk tidak seperti
orang itu. Pemikiran pertama, dalam
konteks tertentu orang itu sudah mengajari saya sebuah teladan dalam
kebalikkannya, bahwa kombinasi
kekuasaan, pengalaman, dan perangai buruk adalah senjata ampuh untuk membunuh
jiwa manusia seketika! Tetapi kombinasi kekuasaan, pengalaman dan
perangai baik adalah senjata ampuh untuk memulihkan jiwa manusia!
Pemikiran kedua yang terlintas di benak
saya ketika mencabuti panah-panah itu adalah, saya menyadari kemungkinan ada
sesuatu yang membuat seseorang dengan sangat lihai dan terbiasa menyerang orang
dengan panah beracun tanpa ampun dan jeda. Entahkah dia pernah menjadi sasaran
panah? Entahkah ada kenangan pahit yang tak terelakkan?
Pemikiran ketiga, saya punya kebebasan
untuk MEMILIH. Memilih apakah saya akan terus menerus menjadikan diri saya
seperti apa yang dikatakan orang itu, atau saya memilih untuk membuktikan bahwa
saya bukan seperti yang dia katakan. Saya memilih yang kedua. Dan saya
mensyukuri kedunguan saya yang diam saja tanpa emosi ketika saya dijadikan
sasaran panah. Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kalau saya
dijadikan sasaran tembak dan saya memberontak? Mungkin saya akan tewas di
ruangannya tanpa punya kemampuan menyatukan hati saya dan berjalan pulang.
Pengalaman
ini akan selalu saya kenang dengan sebuah tonggak, bahwa saya pernah dijadikan
sasaran panah dan saya mencabuti panah itu dan berjalan lagi!
Salam.
Yodeeruf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar