Hari ini hari kamis. Saya datang
tidak terlalu pagi namun tidak bisa dibilang terlambat. Hari ini dengan segala
pikiran positif dan asupan semangat yang saya jejalkan di kepala, saya
melangkah memasuki ruang guru. Menatap semua guru sibuk dengan aktivitas
menulis lesson plan masing-masing. Ketika saya hendak meletakkan tas saya di
bangku yang biasanya saya pakai, saya kaget! Ada tas tangan di sana. Well,
siapa yang duduk? Hmmmm…mengatur napas saya lepaskan jaket saya, saya sandarkan
di kursi. Aktivitas ini mengulur waktu agar si empunya tas segera mengambil
tasnya. Dan demi Tuhan, membiarkan saya duduk sebelum doa pagi dimulai!
Tapi
apa yang terjadi selanjutnya sangat mengejutkan. Si empunya tas datang dari
arah pintu masuk dan segera berteriak, “Kamu tidak boleh duduk di sana. Duduk
di ujung situ. Kursi itu kosong.” Bukan hanya saya yang terkejut namun semua
orang melihat saya dan wajah si empunya tas. Pagi itu doa saya adalah, “Ya
Tuhan biarkan aku mengecil dan menghilang tertiup angin seperti debu. Atau
kalau itu terlalu sulit Kau wujudkan biarkan aku mencair saja.”
Mendapat
“serangan” tidak terduga saya hanya diam. Saya menduga-setelah peristiwa itu
terjadi-bahwa saat itu kemungkinan besar otak saya terkena bibit alzeimer.
Sehingga entah mengapa sulit bereaksi. Sulit menemukan kalimat yang tepat untuk
membalasnya. Apa? Membalas? Ya! Saya merasa kehilangan “kemampuan” saya
membalas sebagai bentuk pertahanan diri sebelum saya diterkam bulat-bulat oleh
kalimat berikutnya dari si penyerang. Saya diam. Itulah kenyataannya. Saya diam
tanpa bisa berpikir bagaimana sebaiknya saya membalas orang itu.
Kemudian
hal lain yang membuat saya terkejut adalah, otak dan mulut serta hati saya hari
ini menolak bekerja sama dengan baik. Ketika otak saya sedang tak bisa diajak
memikirkan strategi, hati saya masih merasakan pedihnya kalimat itu, saya
mendengar mulut saya mengeluarkan serangkaian kalimat, “Oh ya tidak apa. Maaf.
Terimakasih. Selamat pagi.” Dengan seulas senyuman di ujung kalimat.
Well,
mungkin besok saya akan periksa kepala saya! Tetapi ini benar-benar di luar
kebiasaan saya. Bahkan ketika saya menganalisa kejadian itu saya sungguh amat
yakin bahwa orang suci sekalipun akan terkejut demi mendengar teriakan
“pengusiran” itu! Tetapi saya? Saya justru tersenyum dan beringsut duduk di
kursi yang ditunjuk walaupun perasaan saya masih campur aduk. Dan jujur saja
isi kepala saya sibuk menganalisa mengapa ia begitu kasar kepada saya dan itu
dilakukannya sepagi ini!
Dari
sekian banyak kemungkinan yang saya pikirkan saya hanya menemukan jawaban logis
bahwa mungkin saja ia sedang mencobai saya. Semacam ospek mungkin. Hmmmm tapi
harus saya akui ini sudah merusak mood saya. Tapi hari itu saya tidak mau
membiarkan mood saya buyar ambyar. Saya hanya menundanya dan akan menikmati
sakit itu nanti di kamar. Tidak di depan anak-anak.
Benar saja
ketika saya tiba di kamar saya kembali membuka brankas ingatan saya. Saya
menganalisa lagi dan lagi sampai bosan. Dan saya menyadari perasaan minor
sedang dibuahi dengan subur! Well, sekarang musuh saya bukan lagi si empunya
tas dengan teriakan kejam itu, tetapi diri saya sendiri. Saya harus berjuang
untuk tetap berpikir positif! Hmmmm…saya berpikir lebih baik saya mencuci 3
ember besar pakaian daripada membuat diri saya yang sudah diserang tanpa belas
kasihan tadi pagi dan masih harus menegakkan kepala demi berpikir positif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar