Kira-kira dua tahun yang lalu secara berkelakar saya saya bilang "Dicari orang Samaria yang baik hati" Pertanyaan ini muncul ketika ada kecelakaan di depan GKI Maulana Yusuf Bandung. Saya dan teman saya menolong seorang ibu yng terlempar ke taman pinggir jalan milik rumah mewah. Setelah kami membawanya ke gereja dan merawatnya semampu kami, ibu dan bapak yang menjadi korban kecelakaan ini bisa segera pulang ke rumah. Ketika itu banyak orang yang berjalan melewati si ibu yang tergeletak di jalan, tapi tidak ada yang menghentikan langkahnya, juga banyak pengendara motor atau mobil yang tidak menepi atau mengurangi kecepatan.
Sebetulnya teks orang Samaria yg baik hati ini teks yang sangat familier di benak kita. Bayangkan saja sejak sekolah minggu kita sudah dengar kisah orang Samaria yang baik hati ini. Saya teringat seseorang yang pernah berkata, "Kami itu sudah tahu, ndak perlu lagi dikasih tahu..." perkataannya terkait dengan kotbah-kotbah yang disampaikan di mimbar gereja setiap hari minggu yang menurutnya jemaat itu sudah tahu. Secara berkelakar saya menimpali, "Lha kalau sudah tahu kenapa tidak dilakukan supaya pendeta dan pengkotbah itu bisa segera mengkotbahkan hal lain...ha ha ha". Kami pun terbahak bersama.
Namun di balik kelakar itu ada hal yang membuat kami tercenung bersama, ya, sudah ada jutaan tema kotbah disampaikan, sudah ada banyak kali kita membaca Alkitab dan buku-buku lainnya. Tetapi sebanyak itu pula kita mengalami kesulitan mengaplikasikannya bahkan kesulitan mempergunakan kesempatan untuk berbuat baik. :)
Beberapa waktu lalu di Wonosobo, dengan cara yang tidak tahu bagaimana mulanya saya bisa terlibat dengan jalan hidup seorang anak bernama Mikael Gemma Widyaputra. Seorang anak yang hari ini tepat berusia 11 tahun. Saat ini Mika tercatat sebagai murid kelas 5 SD Katolik Pius Wonosobo, Jawa Tengah. Saya belum bertemu "face to face" dengan Mika, hanya kontak via BBM dengan Paman Mika yang bernama Pak Moko.
Mikael Gemma Widyaputra |
Mika anak ke-2 dari 2 bersaudara. Kakaknya bernama Marcelinus sekolah di SMP Katolik Bhakti Mulya Wonosobo. Sampai di sini mungkin pembaca bertanya-tanya, "apa specialnya?" Nah, bersabarlah, sebab yang special itu adalah seluruh proses yang telah, masih dan akan dijalani Mika.
Mika sejak kecil sudah mengalai kelainan ginjal bawaan dari lahir. Namun waktu itu dokter mendiagnosa darah Mika keracunan. Mulailah Mika menjalani serangkaian pengobatan dan kemudian tahun 2008 diketahui bahwa fungsi ginjal Mika sudah mengalami penurunan, namun ginjal yang lainnya masih baik kondisinya. Bagaimanapun akhirnya Mika dirawat inap di RSUD. Dr. Sardjito Yogyakarta, sebab satu-satunya dokter spesialis ginjal anak hanya ada di RSUD Dr. Sardjito Yogyakarta.
CAPD |
Tahun 2010, kembali fungsi Mika mengalami penurunan. Saat itu sudah disarankan agar segera dipasang alat pengganti fungsi ginjal yaitu CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis ). Sebenarnya ada dua alat CAPD dan APD (Automated Peritoneal Dialysis), namun jarang digunakan di Indonesia karena biayanya 100-150 juta rupiah. Dengan CAPD, penderita cukup melakukan kontrol 1 kali dalam sebulan
ke rumah sakit. Pola kerja cuci darahnya, kateter disambungkan dengan titanium adapter yang akan mengalirkan cairan dextrose. Cairan
inilah yang berfungsi untuk menarik racun dari dalam tubuh. Proses
pengaliran cairan ini hanya membutuhkan waktu 10 menit. Dalam sehari
dilakukan sebanyak 3-4 kali. Jaraknya sekitar 4 sampai 6 jam dari satu pencucian dengan pencucian berikutnya. Kalau transfer set nya
bisa diganti 6 bulan sekali. Rumah sakit biasanya menyediakan 4 jenis konsentrasi
dextrose. Tergantung berapa banyak cairan yang akan dikeluarkan. Konsentrasi cairan itu, ada yang 1,5 persen, 2,5 persen, 4,25
persen dan 7,5 persen. Khusus yang konsentrasi 7,5 persen dikenal dengan
ecodextrin, yang baru digunakan di Indonesia dalam 2 tahun
terakhir. Biayanya, dalam sebulan dengan estimasi 4 kali ganti kantong
mencapai Rp5,5 juta. Dengan CAPD, Mika tidak perlu bolak-balik cuci darah. Namun karena ketiadaan dana, maka Mika tidak menggunakan CAPD tahun 2010.
Tahun 2013, Mika kembali ambruk. Tanggal 9 Mei 2013 dengan menggunakan mobil pribadi kakak saya (Bpk. F.X. Basuki Rachmat)-Mika trauma dengan ambulans- berangkat ke RSUD Dr. Sardjito Yogyakarta. Di dalam mobil tersebut ada Mika, ibu Mika (Ibu Agustina Netty), Suster Asisi, dan seorang driver (Pak Wahyu) yang sudah diajari bagaimana harus memberikan oksigen dari tabung oksigen kepada Mika jika sesak napas menyerang Mika. Benar, dalam perjalanan ke Yogyakarta itulah Mika beberapakali sesak napas dan mobil harus berhenti karena Pak wahyu sibuk membantu Mika dan Suster Asisi menenangkan Ibu Agustina Netty.
Mika keluar dari ICU |
Begitu tiba di RSUD Dr. Sardjito, Mika segera dirawat di IGD dan kemudian malam harinya Mika demam dan kejang-kejang dan kemudian tidak sadarkan diri sehingga dipindahkan ke ruang ICU sampai tanggal 12 Mei 2013. Sore harinya Mika sudah sadar namun masih harus memakai ventrilator sampai tanggal 14 Mei 2013. Kemudian ventrilator dilepas setelah Mika sukses belajar bernafas. Sampai di sini saya tercenung, betapa di dunia ini ada banyak orang yang bahkan untuk bernafas saja harus belajar matia-matian agar tidak selalu bergantung pada ventrilator. Sedangkan di dunia yang sama ini masih ada banyak orang yang tidak pernah menghargai anugerah Tuhan berupa kemampuan bernafas tanpa susah payah. Bernafas seperti layaknya manusia pada umumnya adalah hal yang memerlukan perjuangan bagi seorang anak seperti Mika.
Setelah ventrilator dilepas, Mika kembali demam karena tenggorokkannya radang. Maklum saja selama di ICU sudah banyak selang yang hilir mudik di tenggorokan Mika yang notabene menyebabkan radang tenggorokan. Kemudian kondisinya membaik sehingga dilakukan cuci darah. Sampai saat ini sudah 3x cuci darah. Dan Mika pun masuk ke ruang perawatan biasa, tidak lagi di ICU.
mika demam tinggi 41 C tanggal 23 Mei 2013 |
Tanggal 21 Mei 2013 yang lalu Mika sudah menjalani operasi pembersihan saluran kencing. Pada kasus orang normal, urine keluar tuntas baru kemudian katup menutup kembali sedangkan pada Mika, urine belum tuntas, katup sudah menutup.Namun setelah diakukan operasi pembersihan saluran kencing, dokter menemukan bahwa otot-otot katup di saluran kencing Mika sangat lemah, tidak bisa menutup membuka secara otomatis. Selain itu kondisi Mika sangat tidak stabil, kemarin saja demam sampai 41C. Jika kondisinya stabil Mika akan segera melakukan operasi pemasangan CAPD pada tubuhnya.
Sampai di sini pembaca barangkali bertanya-tanya, "Ini bukan sesuatu yang murah, lalu biayanya dari mana?"
Kalau dua tahu yang lalu secara berkelakar saya bertanya-tanya, "Dicari Orang Samaria Yang Baik Hati" maka sekarang saya menemukan bukan hanya satu tapi banyak! ha ha ha :)
Orang-orang ini belum pernah mengenal Mika secara langsung, tidak tahu latar belakang keluarganya dan kondisinya sekarang, namun orang-orang ini memberikan HARAPAN bagi Mika. Kalau banyak orang mengutuki kegelapan, maka orang-orang ini sudah menyalakan sebatang demi sebatang lilin bagi Mika dan keluarganya. Bayangkan saja dalam tempo dua minggu dana yang terkumpul bagi Mika sudah 43 juta rupiah yang sebagian dananya sudah dibayarkan kepada pihak RSUD Dr.Sardjito Yogyakarta yang sangat kooperatif bahkan sangat pastoral bagi saya, karena mereka sama sekali tidak menyinggung soal dana dan tenggat pelunasan biaya inap, obat-obatan, operasi, dan dokter. Bahkan dr. Pungki yang menangani Mika tidak mempermasalahkan apakah Mika akan dirawat tanpa jamkesmas atau dengan jamkesmas sebab bagi dr. Pungki menolong Mika adalah prioritas, biaya nomor kesekian. Bagi saya, pihak-pihak rumah sakit yang memiliki prinsip dan perilaku seperti inilah yang menolong pasien dan keluarga pasien untuk hanya fokus pada kesembuhan. Sebab sudah menjadi "ajaran" bahwa ORANG MISKIN DILARANG SAKIT, karena biaya berobat yang kelewat mahal dan kadangkala (tidak semua tentu saja) oknum yang ada di rumah sakit tidak mampu melihat situasi dan kondisi seseorang namun hanya berdasarkan aturan administrasi belaka bahwa si A harus bayar sekian juta atau keluar dari rumah sakit kalau tidak bisa membayar.
Selain banyak orang-orang Samaria dari berbagai macam usia, latar belakang pendidikan, agama, suku yang berbeda yang menolong Mika dengan segala kemampuan yang ada dan yang bisa mereka bagikan untuk Mika, juga ada orang-orang yang (bisa dimaklumi sebenarnya) mencurigai bahwa ini sebentuk penipuan. Jelas upaya memperjelas ini membutuhkan kesabaran dan energi ekstra. Namun bagaimanapun juga di dunia ini sudah terbangun tembok-tembok prasangka yang dapat membuat orang dengan nada interogatif dan sinis menutup pintu rapat-rapat. Kalau semakin banyak orang yan membangun "tembok" semacam ini maka dunia seketika menjelma menjadi buku kotak-kotak milik anak SD yang belajar matematika. Semuanya pun dipandang kotak-kotak. Menolong pun dilihat kotaknya dulu alias ada syarat dan ketentuan yang berlaku.
Maka kehadiran orang-orang yang tak dikenal Mika yang menolong Mika ini adalah mereka yang MERUNTUHKAN tembok prasangka, tembok keyakinan, tembok status sosial dll. Dan mereka membangun jembatan sehingga dapat menggapai dan menggegam Mika dengan dukungan doa dan dana yang mereka berikan bagi Mika. Saya ingat sebuah ujaran yang berkata demikian:
Make me a channel of blessing today
make me a channel of blessing, i pray
my life possessing
my service blessing
make me a channel of blessing today...
(smyth)
GOD GIVES US ALL WE NEED SO WE CAN GIVE TO OTHERS IN THEIR NEED
Sampai saat ini dana yang terkumpul setelah dikurangi biayai pembayaran rumah sakit tahap 1 tersisa 20 juta. Dan jelas, sekalipun jamskesmas sedang dalam proses diurus, Mika tetap membutuhkan uluran tangan Anda para pembaca budiman yang dapat Anda berikan melalui no.rek. BANK MANDIRI 136-00-1114059 a.n. Ibu Dewi Rosdiana (0857 434 20904) atau no.rek. BANK BCA 2390254701 a.n. Ibu Dewi Rosdiana. Ibu Agustina Netty, ibunda Mika memang punya no rekening, namun bisakah Anda bayangkan dalam kondisi menjaga anaknya yang kondisinya sangat tidak stabil, beliau sebentar-bentar harus melihat rekening dan mengangkat telepon demi meladeni pertanyaan seputar putranya?!..dari KI-KA: Bpk. F.X. Basuki Rachmat, Suster Kepala SD Katolik Pius, Suster Asisi, dan Ibu Dewi Rosdiana bergambar di depan BIARA Susteran PBHK jalan Pemuda 14 Wonosobo (20 Mei 2013) |
Nyalakan lilin bagi mereka yang redup asanya...
nyalakan lilin bagi mereka yang beku hatinya...
nyalakan lilin bagi mereka yang resah jiwanya...
nyalakan lilin bagi sesamamu....
Wonosobo, 23 Mei 2013
Yohana Defrita Rufikasari, S.Si.Teo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar