Jarak antara kedua rel kereta api selalu 143,5 cm atau 4 kaki 8 ⅟₂ inci. Kenapa angkanya aneh begitu? Ketika orang pertama kali membuat gerbong kereta api, mereka menggunakan peralatan seperti untuk membuat kereta kuda. Dan mengapa angka itu menjadi jarak antara kedua roda kereta kuda? Karena jarak itu adalah lebar jalan-jalan yang dilalui oleh kereta-kereta kuda. Dan siapa yang memutuskan bahwa jalan-jalan harus selebar itu? tak lain adalah orang-orang Romawi, pembangun jalan raya pertama dalam sejarah yang memutuskan untuk membuat jalan-jalan raya mereka selebar itu. Mengapa? Kereta-kereta perang mereka ditarik oleh dua ekor kuda dan kalau diberdirikan berdampingan, lebar kedua kuda itu 143,5 cm. Jadi, jarak antara rel yang kita lihat sekarang ini yang digunakan oleh kereta api jadul punya Indonesia sampai kereta canggih berkecepatan tinggi jebolan Jepang ditentukan oleh orang-orang zaman Romawi.
Waktu orang pergi ke Amerika dan mulai membuat jalan kereta api, tidak terpikir sama sekali oleh mereka untuk mengubahnya, jadi lebar jaraknya tetap sama. Itu bahkan berpengaruh pada pembuatan pesawat ulang-alik ruang angkasa. Para insiyur Amerika berpendapat tangki bahan bakarnya harus lebih lebar, tapi tangki itu dibuat di Utah dan haris diangkut menggunakan kereta api ke Pusat Angkasa Luar di Florida dan terowongan kereta api tidak memungkinkan mengangkut barang yang lebih lebar. Jadi, mereka mau tidak mau harus menerima ukuran yang oleh orang Romawi dianggap ideal.
Lalu apa hubungan semua ini dengan sebelas bulan perjalanan kita?
Selama sebelas bulan kita mencoba belajar berjalan berdampingan bagai sepasang rel, selalu berjarak sama. Walau salah seorang dari kita merasa perlu agak menjauh atau mendekat, itu melanggar aturan. Aturannya adalah: pakailah akal sehat, pikirkan masa depan. Kita harus tetap seperti sepasang rel yang memelihara jarak yang selalu sama dari titik kita berangkat sampai titik tujuan. Peraturan ini tidak membolehkan cinta berubah atau mengembang pada awal dan menyusut di tengah, jelas ini terlalu berbahaya. Setelah antusiasme di awal-awal perjalanan, kita tetap harus menjaga jarak yang sama, memelihara rasa cinta yang tetap menggelora seperti di awal sampai tujuan, dan memelihara rasa kebersamaan yang sama.
Menjaga jarak stabil dari awal sampai akhir memang sulit, kita sudah pernah bertikai karena “jarak tidak stabil” namun apapun itu aku ucapkan, “Terimakasih untuk sebelas bulan yang memang tidak berjalan mulus namun mendewasakan kita.” Perjalanan masih panjang. Artinya kita belum jua tiba di stasiun tujuan kita. Dan masa-masa membentang itu akan kita arungi dengan rasa cinta yang sama geloranya seperti di awal, dengan rasa saling mempercayai satu sama lain, dengan kesetiaan yang tidak berkurang atau bertambah. Kiranya Tuhan yang memimpin perjalanan kita.
(tulisan tentang jarak antar rel sepenuhnya diambil dari Paulo Coelho dalam novel "Zahir")
Yogyakarta, 6 Januari 2011
Defrita Rufikasari
Jarak rel di Indonesia itu 1067 mm, alias 106,7 cm alias 1,067 meter lho...
BalasHapusKita ngikutin Belanda, bukan Inggris...
yang saya jadikan acuan dalam tulisan ini bukan rel menurut ukuran di Indonesia memang, tetapi menurut apa yang ditetapkan bangsa Romawi yang kemudian hari dijadikan acuan jarak antar rel kereta api di seluruh dunia. Juga di Indonesia, tidak selalu 1067 mm, di Semarang menuju desa Tanggung (26 kilometer) dengan lebar sepur 1435 milimeter walaupun kemudian lantaran dibangun jalur ke Surabaya maka diubah menjadi 1067 mm,kecuali di Aceh yang menggunakan lebar antar rel 750 milimeter). Namun jalan rel yang pertama di Indonesia, antara Semarang dan Yogyakarta melalui Solo, tadinya mempunyai lebar sepur 1435 milimeter (4 kaki 8 inchi), sama dengan lebar sepur standar di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Jadi tidak semua daerah di Indonesia menggunakan jarak 1067mm, Aceh contohnya.
BalasHapus