Saya kaya, begitu terjemahan dari judul tulisan ini. Kaya? Ya, saya kaya. Bagi yang mengenal saya barangkali akan bertanya-tanya di mana “tampang”kaya nya. Lha wong saya ke mana-mana juga masih jadi pelanggan setia angkutan umum, belum punya pekerjaan dan gaji tetap, barang-barang yang saya pakai dari ujung rambut sampai ujung kaki bukan merk branded tapi barang-barang yang nyaman dipakai.Pendek kata, saya bukan orang kaya. Saya tidak berdiri di garis batas antara si kaya dan si miskin yang dibuat oleh masyarakat kita. Dalam perspektif dan definisi masyarakat saya termasuk golongan “kere”. Lha terus kok saya mengaku kaya?
Defini kaya dan tidak di benak sebagian besar orang adalah mereka yang mengenakan tas Luis Vuiton, berkemeja The Executive, mengenakan celana atau rok keluaran Coco Chanel, dan sepatu buatan Itali. Keluar masuk cafĂ© dan loby hotel terkenal sekedar untuk “ngopi” dan mengudap. Tiap weekend selalu punya acara makan malam mewah di salah satu restaurant terbaik dan tentu termahal. Tidak pernah pusing berapa uang yang keluar tiap harinya. Mahluk yang masuk dalam sebagian kecil definisi ini adalah mahluk-mahluk yang diberi label “superclass”. Golongan kedua tetapi masih tetap memenuhi definisi kaya menurut sebagian besar orang adalah mereka yang mengenakan pakaian rancangan desainer anak negeri sekelas Ramli dan sepatu hand made yang nyaman di kaki namun berat di ongkos bagi kalangan kere seperti saya. Orang-orang ini masih terus bekerja dan bersosialisasi agar bisa mencapai “superclass”. Jangan dikiran golongan kedua ini hanya dihuni mereka yang sudah bekerja, tetapi pemuda dan remaja yang masih sekolah pun juga tak jarang sudah meletakkan dirinya pada barisan kedua ini. Biasanya ditandai dengan gadget yang luar biasa mahal dan canggih sampai-sampai kadang saya bertanya-tanya sampai sejauh mana mereka membutuhkan gadget canggih itu kalau aktivitas mereka hanya sekitar rumah,mall, sekolah atau kampus? Saya teringat percakapan saya dengan seorang ibu di bis Surabaya-Jogja. Ibu itu bertanya pada saya apakah saya tidak merasa malu masih menggunakan handpone jadul. Saya jawab, “Lha ngapain malu bu, ini barang halal, masih berfungsi, dan ada pulsanya. Ngapain juga punya hp canggih tapi ndak ada pulsanya. Dan kita ndak benar-benar tahu fungsinya.” Ibu tertawa mendengar pendapat saya, dia melihat bahwa sekarang ini orang-orang lebih senang mengikuti jaman. Kalau lagi jaman handphone lebar ala selop semua pada mau ikutan punya. Prinsip saya, handphone itu mestinya bisa mendukung aktivitas dan relasi saya. Itu saja. Mau modelnya gimana yang penting fungsinya bung….
Itu golongan kedua yang terus-menerus merangsek ke golongan “superclass”. Dan golongan terakhir ya saya yang kere ini. Golongan ini bisa makan saja sudah bersyukur. Benar-benar bergantung pada pernyertaan Tuhan. Lalu mengapa saya bilang saya kaya? Wah-wah rupanya sedari tadi Anda penasaran dengan definisi kaya dimana saya yang kere bisa masuk ke dalamnya. Baiklah saya akan menceritakan mengapa saya kaya. Saya kaya karena saya memiliki investasi yang tidak akan terpengaruh oleh inflasi apapun di muka bumi ini. Kalau negara seperti Amerika saja pernah tumbang dua kali dan menghadapi resesi ekonomi, maka investasi saya ini tetap lancar jaya. Tidak akan terpengaruh oleh kenaikan suku bunga yang ditetapkan bank manapun. Dan ini bagian terpenting, investasi saya ini unlimited lho. Wah, Anda semakin penasaran dengan bentuk investasi saya ya? Sabar.
Saya menginvestasikan seluruh waktu, energi dan pikiran untuk membangun relasi dengan keluarga, sahabat, teman peziarahan dan teman-teman yang lain. Relasi dengan keluarga, sahabat, teman peziarahan, dan teman-teman adalah relasi yang bisa saya nikmati sampai kapan pun selama saya masih setia memberikan waktu, energi dan pikiran dalam relasi tersebut. Ketika tiada sesuatupun yang mampu membuat saya bertahan menghadapi segala macam persoalan, maka disinilah saya merasakan investasi saya sungguh menguatkan hati. Dan ketika musim cerah sedang menerangi jalan hidup saya, relasi dengan mereka semakin menyemarakan suasana. Cinta dan perhatian mereka adalah bunga dari investasi saya. Dan saya tahu saya tidak sendirian. Investasi saya dalam bentuk relasi ini menyadarkan saya bahwa tak seorang pun di dunia ini sanggup sendirian. Sekalipun Anda memiliki semua yang orang inginkan dan sekalipun Anda sanggup membeli apapun di dunia ini, Anda akan tetap merasa harta, kehormatan yang Anda miliki tak kan berarti apa-apa tatkala Anda tidak memiliki relasi keluarga, sahabat dan teman yang akrab dan saling menopang. Seluruh harta dan kehormatan Anda tidak akan sanggup membelinya. Kemiskinan yang paling menyakitkan adalah tatkala Anda dan saya menelan kenyataan bahwa kita sendirian di dunia ini. Tak seorangpun peduli dan tulus berelasi dengan kita. Dan kekayaan yang tak terukur adalah tatkala Anda dan saya memiliki relasi dengan keluarga, sahabat, pasangan, dan teman yang penuh cinta dan saling mendukung. Bersyukurlah jika detik ini Anda masih mempunyai teman-teman, keluarga dan mungkin pasangan yang begitu Anda cintai dan mencintai Anda. Investasikanlah perhatian, waktu, energi Anda dan nikmatilah bunga-bunganya. Inilah definisi kaya yang menampung saya dan Anda ke dalamnya.
Yogyakarta, akhir April 2010
Yohana Defrita Rufikasari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar