Hidup ini ibarat perjalanan yang lanskapnya selalu berubah-ubah. Kita semua memulai perjalanan bersama-sama, berbagi persahabatan ,kegembiraan, kesedihan dan pengalaman. Merangkumnya lewat kata dan gambar dalam lembar-lembar catatan perjalanan. Sebab dengan demikian kita meninggalkan jejak yang mungkin suatu ketika akan berguna bagi pejalan yang lain…
Selasa, 31 Juli 2012
Puasa Adalah Mi'raj Dari Egoisme Menuju Belarasa
Rabu, 18 Juli 2012
THE WISDOM OF “THE WIZARD OF OZ”
Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4
Seorang penulis terkenal asal Brasil Paulo Coelho pernah berkata, “It is doubt that makes us grow because it forces us to look fearlessly at the many answer that exist to one question.” Ungkapan ini terasa benarnya tatkala saya menandaskan buku berjudul “The Wizard of Oz” karya L. Frank Baum tahun 1900. Sebuah cerita yang tentu saja (dan semoga saja) tidak asing di telinga kita kecuali kita sudah mulai malas membaca. Buku “The wizard of Oz” ini adalah milik keponakan saya yang kemudian saya pinjam untuk menyegarkan ingatan saya akan kisah-kisah fantastis nan imaginatif di dalamnya. Sekalipun ini kali kedua saya membacanya saya menemukan hal-hal baru yang bagi saya jauh lebih baik ketika saya mengikuti petualangan Dorothy dan kawan-kawannya. Hal-hal baru yang saya temukan ini menolong saya tidak hanya untuk melihat secara keseluruhan petualan Dorothy dan kawan-kawannya namun membawanya juga sebagai bekal dalam kehidupan sesehari. Dalam rangka itulah saya ingin membagikannya untuk Anda.
Secara keseluruhan kisah yang dituliskan oleh L. Frank Baum ini memang bernafaskan petualangan dan tentu saja sarat dengan keajaiban yang tidak perlu diperdebatkan cukup dikagumi saja. Mungkin sepintas lalu hampir sama dengan kisah Alice in the wonderland yang juga sarat petualangan dan keajaiban. Namun saya tidak hendak mencari persamaan dan perbedaan keduanya, barangkali di lain kesempatan J. Kisah dengan nafas petualangan semacam ini memang cenderung membangkitkan semangat dan keingintahuan bagi para pembaca cilik bahkan orang dewasa pun dapat larut di dalamnya. Maka alur petualangan Dorothy dan kawan-kawannya berhasil menyihir saya untuk ikut berjalan mengikuti bata kuning menuju pengalaman-pengalaman yang fantastis.
Dikisahkan Dorothy adalah anak yatim piatu yang tinggal di Kansas bersama paman dan bibinya. Namun dalam suatu peristiwa putting beliung yang ajaib, rumah tinggal mereka dan juga Dorothy di dalamnya terjatuh di suatu negeri bernama Oz. Negeri yang bagi mata Dorothy sangat indah dibandingkan dengan Kansas yang gersang dan kelabu. Di sinilah petualangan itu akan segera dimulai. Dorothy bertemu dengan Penyihir dari Utara yang baik hati karena Dorothy berhasil membunuh Penyihir Timur yang jahat tanpa sengaja lantaran rumah yang dibawa angin putting beliung itu menimpa tubuh si penyihir timur. Sekalipun Dorothy dicintai oleh para Munchkin dan penyihir utara namun ia rindu Kansas yang gersang dan kelabu. Penyihir utara memberikan petunjuk agar Dorothy menjumpai Oz penyihir yang bijaksana dan memberi dia ciuman di kening sebagai tanda perlindungan. Berdua dengan anjingnya toto, Dorothy memulai petualangannya.
Yang saya sukai dari anak kecil bernama Dorothy ini adalah keberaniannya dan daya adaptasinya yang baik. Sesuatu yang jarang saya jumpai dewasa ini. Jauh dari tempat yang dia kenal yaitu Kansas, hanya bersama anjingnya, tidak kenal siapapun, dia masih berani menjalani nasibnya dan mencoba beradaptasi dengan segala kemungkinan yang ada di depannya. Ya, kadangkala ketakutan dan keraguan lah yang melahirkan keberanian dalam diri seseorang untuk terus melangkah mencari jawaban. Di sinilah seolah Paulo Coelho menggarisbawahi petualangan Dorothy dan kawan-kawannya.
Tantangan demi tantangan demi mencapai Kota Zamrud dapat mereka hadapi bersama-sama. Di sinilah L. Frank Bau menampilkan keunikan dari masing-masing tokoh, Dorothy yang optimis, Boneka Jerami yang cerdas walaupun dia tak punya otak, Tin Woodman yang sangat sensitif perasaannya hingga dia mudah terharu walaupun dia tak punya hati untuk merasa, dan Singa besar yang selalu menolong kawanan ini dari mahluk-mahluk jahat walaupun ia mengaku dia penakut. Entah apa maksud L. Frank Baum membuat kontras dalam tokoh-tokohnya.
Sampai suatu ketika mereka berhasil menginjakkan kaki di singgasana Oz. Malang nasib mereka, semua keinginan mereka “ditolak” oleh Oz sebab mereka harus membunuh Penyihir Barat yang jahat dulu baru kemudian Oz mengabulkan keinginan mereka. Sedikit kecewa dengan Oz, namun itu tidak membuat mereka menyerah sekalipun mereka tidak punya pengalaman membunuh penyihir barat yang konon keji bukan kepalang. Sekali lagi mereka berpetualang menembus kemustahilan, tercerai berai, dijadikan budak oleh penyihir barat dan sampai akhirnya tanpa sengaja Dorothy menyiram penyihir barat dengan air lantara penyihir barat mencuri sepatu perak yang dipakai Dorothy (dari penyihir timur). Maka penyihir barat meleleh dan mereka berhasil menyelesaikan misi membasmi penyihir barat lalu kembali ke Kota Zamrud. Halangan masih rajin menyambangi kawan-kawan kecil ini. Namun perjumpaan mereka sebelumnya dengan Ratu Tikus Ladang berhasil menolong mereka juga karena kecerdikan Dorothy mengambil topi emas penyihir barat. Dengan topi itulah kera bersayap dipanggil oleh Dorothy dan mereka diterbangkan ke kota Zamrud dengan selamat.
Merasa bahwa tantangan dari Oz sudah diselesaikan mereka berharap-harap cemas Oz akan segera mengabulkan keinginan mereka. Namun sampai berhari-hari mereka tidak dipanggil sampai akhirnya Dorothy mengancam akan memanggil kera bersayap untuk datang ke singgasana Oz. Segera Oz memanggil mereka dan misteri terungkap. Rupanya Oz hanyalah manusia biasa sama seperti Dorothy yang diterbangkan angin ke Oz. Sekalipun mereka kecewa karena Oz tak lebih dari penipu namun mereka berusaha memaafkannya.
Entah mengapa si Bonek Jerami tetap meyakini bahwa Oz sudah menambahkan “otak” dalam kepalanya yang sebenarnya hanyalah campuran dedak, peniti dan jarum saja. Lalu Tin Woodman yang merasa di dada kirinya berdetak padahal Oz hanya memasukkan semacam bantal kecil berbentuk hati merah. Tak ketinggalan Singa Besar yang meneguk cairan hijau yang sebenarnya hanya cairan biasa namun ia merasa tumbuh keberanian dalam dirinya. Sampai di sini saya masih menduga-duga apa maksud dari kisah ini. Apakah sejatinya tanpa otak sekalipun si bonek jerami sudah bijaksana dan banyak akal dan itu sudah terbukti dalam petualangan sebelumnya? Apakah Tinwoodman tanpa hati sekalipun sesehari ia sudah menunjukkan bagaiman hatinya begitu lembut dan penuh kasih berbeda dengan tampilan luarnya yang terbuat dari kaleng? Dan singa besar, sesungguhnya ia tak perlu mereguk cairan keberanian karena sepanjang petualangan tadi keberanian di dalam dirinya sudah dibentuk? Seolah-olah L. Frank Baum hendak menegaskan bahwa seringkali kita tidak mampu menemukan kebijaksanaan, belas kasih dan keberanian yang bersemayam dalam diri kita yang akan bangkit seiring perjalanan. Seolah-olah pernyataan dari orang luar-lah yang menentukan kita punya kebijaksanaan, belas kasih dan keberanian atau tidak.
Singkat cerita Dorothy tak dapat kembali ke Kansas namun ia diberi petunjuk untuk bertemu dengan Penyihir dari Selatan yang konon katanya baik dan dapat menolong Dorothy kembali ke Kansas. Ternyata Penyihir Selatan nyaris tidak melakukan apapun untuk menolong Dorothy selain memberi dia informasi bahwa sepatu perak yang ia pakai itu adalah alat untuk membawanya kembali ke Kansas bahkan pada hari pertama ia berhasil membunuh penyihir timur dan memakai sepatu perak tersebut. Dorothy tidak kecewa, justru ketidaktahuannya menjadi berkah bagi Boneka Jerami, Tin Woodman, dan Singa Besar. Ketidaktahuan Dorothy menghantarkannya kepada sebuah peziarahan panjang dimana ia berjumpa dengan karakter-karakter yang unik dan dalam peziarahan itulah setiap insan berkembang menjadi orang-orang yang lebih baik dari sebelumnya. Dalam sekejap Dorothy sudah ada di Kansas.
Apa yang disampaikan oleh L. Frank Baum pada tahun 1900 masih relevan di tahun 2012, setidaknya bagi saya. Dari kisah Dorothy dan kawan-kawannya saya belajar,
∞ Saya belajar arti optimisme dari si kecil Dorothy.
Optimisme Dorothy memang luar biasa walaupun ia pernah menangis karena tidak tahu apakah ia sanggup membunuh penyihir barat atau tidak. Bagi saya optimisme bukan berarti kita tidak diperkenankan menitikan air mata atau gamang. Optimisme bagi saya adalah bagaimana seseorang sekalipun ia sedih atau gamang (tidak tahu bisa atau tidak, mampu atau tidak) tetap memutuskan untuk melangkah apapun hasilnya nanti.
∞ Saya belajar arti “membentuk diri sendiri”
Bonek Jerami, Tin Woodman dan Singa Besar pada awal petualangan menggambarkan orang-orang yang tidak mampu melihat apa yang ada di dalam diri mereka sebagai sebuah potensi yang mengubahkan. Selama ini banyak orang beranggapan bahwa hidup adalah melulu soal menemukan diri sendiri. Tapi hidup sesungguhnya adalah soal membentuk diri sendiri dengan bahan mentah yang ada di dalam diri kita masing-masing. Terbukti pada Boneka Jerami yang mengeluhkan dirinya tak berotak padahal dalam setiap tantangan ia mampu mencetuskan ide-ide cemerlang bagi kawanan ini. Lalu Tin Woodman yang mengeluhkan dirinya tak berhati sehingga tak mampu memahami situasi dengan hatinya padahal sepanjang petualangan Tin Woodman adalah orang yang penuh perasaan dan belas kasih. Serta Singa Besar yang menjadi tidak percaya diri karena merasa diri pengecut padahal beberapa kali ia tampil sebagai penyelamat. Mereka adalah orang-orang yang tidak menyadari akan potensi yang begitu berharga dalam diri mereka. Petualangan dan tantangan lah yang membentuk potensi mereka sebab sesungguhnya Oz tidak melakukan apapun pada mereka. So, create your self.
∞ Saya belajar arti perjumpaan yang mengubahkan dari kawan-kawan saya ini.
Dari ketidaktahuan lahirlah perjumpaan yang merangkai petualangan, bukankah sebenarnya ini yang acapkali terjadi dalam kehidupan kita? Ketika kita dihadapkan pada situasi tertentu atau pilihan tertentu, paling banter kita hanya tahu “plus minusnya” tapi tidak benar-benar tahu akan apa yang nantinya kita hadapi dalam setiap keputusan yang kita buat. Nah ketidaktahuan ini janganlah dianggap sebagai sebuah beban namun jalani saja seperti Dorothy. Karena kita tidak pernah tahu kita akan berjumpa dengan siapa dan akan seperti apa kisah hidup kita. Biarkanlah orang lain menempuh jalan hidupnya dengan ritmenya sendiri, kita jalani dengan ritme kita sendiri. Dan ini benar terjadi pada saya. Keputusan saya rehat sejenak dari proses yang ada tidak membuat saya lantas kecewa karena ritme saya melambat yang ada saya bersyukur karena punya kesempatan melukis lebih banyak, menulis lebih leluasa, pengalaman menghabiskan waktu dengan keluarga dan teman dan menghayati hidup dengan lebih baik dari sebelumnya.
Ketidakmengertian kita akan masa depan membawa kita pada perjumpaan-perjumpaan yang mengubah kita maupun orang lain, hanya dibutuhkan keberanian dan kepercayaan untuk menjalaninya.
Terimakasih Dorothy, Boneka Jerami, Tin Woodman, Singa Besar dan toto J
Wonosobo, 18 Juli 2012
Y. defrita R.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang suka membaca….
Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4
Di tengah serbuan aneka games dan media jejaring sosial sesungguhnya bangsa ini sedang terbuai dalam arusnya. Pemandangan orang-orang dewasa dan anak-anak yang sedang menekuni gadget-nya menjadi sesuatu yang lumrah dewasa ini. Dengan kemudahan dan kecanggihan serta daya beli yang bagus maka siapapun dapat menikmati teknologi informasi dan komunikasi dengan sangat mudah dan nyaman. Maka bangsa yang sedang tergagap-gagap menerima berbagai kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi ini di satu sisi masih dalam taraf “belajar suka membaca”. Mengapa? Budaya membaca bukanlah budaya bangsa kita, apalagi menulis. Walaupun tingkat buta huruf pelan-pelan dapat diberantas oleh pemerintah namun bisa membaca dengan suka membaca adalah dua hal yang berbeda. Orang yang bisa membaca belum tentu suka membaca. Itulah mengapa saya bilang bangsa kita ini masih belajar untuk suka membaca.
Kalau mau jujur dalam satu bulan ada berapa banyak buku yang Anda baca sampai tandas? Dua buku? Tiga buku? Atau tidak ada sama sekali? Kampanye untuk menumbuhkan minat membaca seakan-akan terseok-seok melawan gempuran pola pikir yang entah dari mana datangnya yang berhasil menyulap orang-orang untuk berbondong-bondong hanyut dalam arus games dan media jejaring sosial. Seolah-olah lebih keren kalau ketahuan nge-games atau nge-tweet ketimbang sedang memegang buku dan asyik membacanya sampai habis. Dan sadar atau tidak kebiasaan nge-games dan asyik di dunia jejaring sosial mempengaruhi kemampuan membaca kita. Kita jadi ingin cepat menyelesaikan paragraf-paragraf yang kita baca dengan membacanya ke sebelah kanan sebaris lalu turun ke bawah dengan cepat seolah-olah dnegan begitu kita “sudah membaca”. Kebiasaan ini muncul karena pengaruh pesan-pesan singkat apapun itu entah untuk games maupun yang ada di media jejaring sosial yang cenderung singkat dan padat. Dan kebiasaan itu pula yang sadar atau tidak kita praktekkan dalam membaca buku atau artikel. Kita jadi mudah mengeluh lelah, bosan bahkan sampai pada akhirnya malas membaca tulisan-tulisan yang kita sebut tulisan panjang. Dan lebih memilih buku-buku yang ada gambarnya dengan demikian tanpa membaca secara detail hanya menyaksikan gambar-gambarnya kita sudah “ngeh” dengan isinya. How poor it is?!
Seruan untuk suka membaca juga sudah difasilitasi oleh pemerintah-pemerintah daerah dengan revitalisasi perpustakaan daerah seperti di Wonosobo, maupun perpustakaan keliling yang menjangkau pelosok-pelosok terpencil dari negara ini. Di satu sisi upaya para “pahlawan” yang mengkampanyekan “suka membaca” memang belum bisa dilihat hasilnya sekarang. Seumpama menanam benih, maka upaya yang mereka lakukan mungkin baru bisa dirasakan bertahun-tahun kemudian. Dan bagi saya ini bukan melulu perjuangan milik para pahlwan itu, tetapi setiap kita punya tanggung jawab untuk memulai kebiasaan suka membaca sejak kecil. Karena dari suka membaca kita punya banyak pengetahuan dan kebijaksanaan. Dalam point inilah semestinya gadget yang kita punya menjadi media untuk meningkatkan minat baca. Bukankah men-download buku sudah semakin mudah seperti menjentikkan jari tangan?
Keluhan harga buku yang mahal seringkali menjadi alibi bagi sebagian orang untuk tidak membeli buku belum lagi keluhan buku-buku jadul yang teronggok di perpustakaan menjadi alasan untuk tidak meminjamnya. Memang harga buku yang mahal seringkali menjadi penghalang bagi kita untuk tetap membeli buku tersebut. Namun dengan hadirnya toko-toko buku yang konsisten menjual buku murah dengan potongan 10% bahkan lebih macam TOGA MAS dan sejenisnya menjadikan alasan ini kadangkala tidak relevan. MAsakan iya kita mampu membeli sepotong baju seharga 150 ribu rupiah tapi membeli buku yang dapat menjadi investasi kita tidak mampu? Tidak mampu dan tidak mau kadangkala menjadi sepupu. Saya sendiri juga bukan orang yang berkelebihan dalam hal budget. Namun saya punya trik yang saya pakai sejak jaman SMA dan masih sampai sekarang. Kalau saya menginginkan sebuah buku, saya akan tanya pada si petugas di toko buku tersebut kira-kira bulan depan itu buku masih nampang atau tidak? Setelah tahu kalau bulan depan itu buku masih nampang saya akan nabung buat beli buku. Bahkan waktu kuliah saya rela deh makan murah meriah asal lemari buku saya ter-up date. Dan memang pada akhirnya ketika kuliah sudah usai dan harus pulang kandang, saya memboyong 4 kardus besar berisi buku-buku saya. Suatu ketika kakak lelaki saya takjub melihat buku-buku yang berderet di rak buku saya. Iseng-iseng dia bertanya dari mana saya dapat uang untuk beli buku sebanyak itu? Saya bilang bahwa itu murni uang saya sendiri dari hasil menabung, makan murah meriah, tidak sering beli baju-artinya tidak mengikuti trend fashion mode saat itu. Dan bagi saya cara ini paling jitu untuk tetap membeli buku tanpa merasa sayang karena harganya mahal. Dan kalau soal buku jadul, di satu sisi memang ada semacam keharusan untuk selalu “up to date” termasuk dalam hal membaca. Namun bagi saya tidak ada salahnya loh membaca buku-buku yang sudah “jadul”, karena bisa jadi pada masa buku itu diterbitkan kita belum lahir. Melongok kehidupan masa lalu bukanlah hal yang tabu, barangkali ada hikmah-hikmah yang bisa kita pungut dari bacaan-bacaan yang kita kategorikan “jadul”. Maka sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak suka membaca!!
Membaca tidak asal membaca, begitulah yang saya yakini sampai saat ini. Ibaratnya orang makan kan yang dipikirkan asupan nutrisinya, jangan sampai saban hari kita cuman makan junk food saja karena alasan efesien dan efektif. Begitu juga soal membaca, kita perlu memberikan nutrisi yang baik bagi otak dan jiwa kita bukan sekedar bacaan ringan melulu.. Dewasa ini banyak sekali bacaan-bacaan yang berbobot yang dihasilkan anak bangsa seperti tulisan-tulisan Sindhunata yang bernafaskan sastra yang sangat luhur, tulisan-tulisan Dewi “dee” Lestari yang cerkas, tulisan-tulisan Ayu Utami yang berani dan cerdas lalu tulisan-tulisan Remysilado, Pramoedya Ananta Toer, Mangunwijaya, dan masih banyak lagi tulisan-tulisan anak bangsa dari yang termuktahir sampai yang “jadul” yang dapat memperkaya jiwa dan menyehatkan otak kita. KAlau soal bacaan untuk anak-anak memang tidak banyak penerbit yang menyajikan kumpulan dongeng aseli Indonesia namun tidak banyak bukan berarti tidak ada. Anak-anak perlu dan wajib diperkenalkan dengan dongeng khas negeri sendiri entah itu mau diberi julukan mitos atau legenda namun cerita-ceirta itu harus mampu melahirkan moral yang baik bagi anak-anak kita. Dan cerita-cerita untuk anak-anak dari luar negeri pun perlu diperkenalkan pada anak-anak kita semata-mata agar anak-anak mengenali nilai-nilai luhur yang ada di luar negaranya. Dengan demikian anak-anak kita tidak kerdil pemikiran dan jiwanya dan ia akan mampu tumbuh sebagai anak yang punya toleransi yang baik terhadap perbedaan dan persamaan yang ia jumpai. Maka, kebiasaan suka membaca adalah sebuah proses panjang menanam benih kecintaan pada bacaan yang entah kapan akan kita tuai hasilnya. Tetap semangat membaca dan menyebarkan virus suka membaca, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang suka membaca!
Wonosobo, 18 Juli 2012
Y. Defrita R.
Minggu, 15 Juli 2012
A cup of Coffee
* Gorengan paling ringan (cinnamon) Biji kopi dikeluarkan pada suhu dibawah 205 C. Warna coklat sangat muda, berasa asam dan body-nya tipis di mulut. Aromanya tidak terlalu muncul.
* Gorengan enteng (Light) Biji kopi dikeluarkan pada suhu 205 C. warna lebih gelap dari cinnamon, dengan rasa asam cukup kuat, dan terasa cukup tebal di mulut.
* Gorengan sedang-berat (medium-high) Biji kopi dikeluarkan pada suhu 225 C. Warna coklat agak tua. Rasa asam tetap kuat, namun lebih kaya. Masih terasa tebal dan penuh di mulut.
*Gorengan berat (full city) Biji kopi dikeluarkan pada suhu 230 C. warna coklat tua dengan rasa asam yang sedikit berkurang. Rasa di mulut tetap tebal dan penuh.
*Gorengan lebih berat (espresso atau dark) Biji kopi dikeluarkan pada suhu 235 C. Warna coklat kehitaman. Rasa asam berubah menjadi kaya atau bervariasi. Tetapi terasa tebal dan penuh di mulut.
*Gorengan paling berat (heavy) Biji kopi dikeluarkan pada suhu 245 C. Warna cenderung hitam dengan minyak di permukaan biji. Rasa cenderung pahit-manis dan terasa tebal dan berat di mulut mulai berkurang banyak.
Setelah menyimak ulasan Jeffrey Satria saya baru "ngeh" bahwa kopi yang sampai di hadapan saya pagi tadi adalah kopi yang sudah melalui proses yang begitu panjang, mulai dari biji tanaman Coffea Arabica yang warnanya masih hijau, lalu disangrai atau digoreng dan begitu seterusnya sampai mendapatkan tingkat rasa dan tekstur yang sangat enak di mulut, tidak asam namun ada sedikit pahit di sana. Ini yang membuat saya jatuh cinta pada biji ajaib ini. Selain bijinya sendiri sudah mengalami "ritual" yang cukup panjang, nantinya dalam penyajiannya pun akan ada "ritual" yang membuat kopi menjadi luas spektrum rasanya dan teksturnya.
Untuk urusan yang satu itu kita patut mencontoh masyarakat Italia yang memberikan apresiasi cukup tinggi dalam soal minum meminum kopi, sama seperti masyarakat Jepang dan Taiwan yang memberikan apresiasi tinggi untuk acara minum meminum teh. Sebetulnya di Indonesia gejala mengapresiasi minum kopi sudah mulai menjamur. Terbukti dengan banyaknya kafe yang menjual aneka macam jenis kopi dan bahkan ada kafe-kafe yang begitu eksklusif lantaran racikan kopinya hanya ada di kafe tersebut.
Namun dalam soal meminumnya rata-rata orang Indonesia langsung main teguk saja begitu berjumpa dengan kopi dalam berbagai "penampilannya". Padahal seharusnya kita menghirup dulu aroma kopi yang ada di hadapan kita. Hirup dalam-dalam dan rasakan kekayaan aromanya. Lalu seruputlah kopi secara perlahan sambil dirasakan. Syukur kalau lidah sudah terlatih merasakan pasti setidaknya tahu dari daerah mana kopi itu berasal. Untuk urusan yang satu ini saya belum ada apa-apanya hehehehe....
Belum lagi kebiasaan orang Indonesia kebanyakan (tentu tidak semua) yang hobby menambahkan gula dalam minuman kopinya. Misalnya pesan espresso se-sloki kecil, orang Indonesia akan menambahkan gula 2 sachet, ckckckckkck...kalau ingin kopi yang mild and sweet ya jangan pesan espresso 1 sloki karena itu biang yang akan diracik dengan berbagai macam variasi sehingga "keturunannya" banyak.
Baru-baru ini seorang rekan di gereja menghadiahi saya kopi Manggarai dari Flores. Saya senang bukan kepalang karena ini kopi rasanya jauh dari asam, tapi ia pahit dan teksturnya tebal di mulut. Tekstur tebal itu misalnya sirup, sedangkan tekstur tipis itu air, istilah ini seringkali dipakai untuk menggambarkan kopi yang sedang kita seruput. Dan seorang teman beberapa waktu lalu memberi saya kopi cap Kapal Tengker yang berasal dari Riau. Rupanya si kopi ini digiling kasar dan ketika diseduh warnanya cenderung coklat. Saya pernah mendengar kabar bahwa kalau kopi-kopi dari daerah Sumatera biasanya cenderung coklat warnanya, entah benar entah tidak. Alhasil butiran-butiran kasar itu tidak cepat "turun" ketika sudah dijerang air panas mendidih. Maka ritual-nya pun bertambah. Saya mesti menanti si kopi bercampur dengan air panas dan menunggu beberapa saat barulah ia saya saring, sehingga saya hanya mendapatkan air kopi tanpa ampas butiran kasar itu. Dengan ritual tambahan ini pun saya tidak mengeluh karena rasa kopinya mantap :)
Seorang teman pernah bercerita pada saya bahwa di suatu daerah (dia rupanya juga lupa nama daerahnya) ada "tradisi" unik soal kopi. Orang-orang di daerah tersebut justru menyeduh daun kopinya bukan kopinya. Saya mendengar cerita itu tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya daun kopi yang diseduh bak kita menyeduh daun teh. Konon katanya, hal ihwal tradisi minum daun kopi ini bermula ketika masa kolonialisasi di Indonesia. Para petani kopi tidak diijinkan menyeduh kopi dari biji kopinya, maka mereka pun mengambil daun kopinya dan menyeduhnya.
Di Indonesia ada Adi Taroepratjeka yang mendapatkan sertifikat Internasional untuk urusan kopi. Dia adalah salah satu dari 42 orang yang mendapatkan sertifikat tersebut, bolehlah kita bangga dengan orang yang benar-benar concern dengan dunia perkopian di Indonesia. Bagi saya ulasan dan aneka macam tulisan Adi T. di blog pribadinya sangat memperkaya wawasan soal kopi. Dengan wawasan yang dibagikan oleh Adi Taroepratjeka di blogsnya http://aditaroepratjeka.wordpress.com/ ini saya makin mencintai Indonesia yang menjadi surganya kopi enak :)
Wonosobo, juli 2012
Y. defrita R.
HOPE
Harapan. Apa yan ada di benak Anda ketika saya munculkan kata HARAPAN? Apakah seketika ju6a Anda membuka kotak yan6 selama ini menyimpan se6udan harapan-harapan Anda? Atau justru Anda merasa terte6un menden6arnya karena in6at akan harapan-harapan Anda yan kemban6 kempis? Oran6-oran6 di sekitar kita banyak yan bicara soal HARAPAN. Memotivasi kita untuk berani berharap. Seolah-olah harapan dan berharap itu sesuatu yan6 mudah adanya. Padahal tidak semua oran beran66apan bahwa berharap itu mudah. Men6apa?
Kita hidup di dunia yan6 sudah terlanjur dijejali den6an konsep bahwa hidup itu yan pasti-pasti aja deh, syukur kalau bisa cepat men6apa musti menun66u lama apala6i belum pasti. Kita yan terbiasa hidup di jaman seperti ini tentu saja men6an66ap berharap seba6ai tindakan "palin6 akhir" yan6 palin6 mun6kin kita kerjakan. Dan biasanya disertai oleh perasaan tidak sabar, cemas dan seterusnya. Belum la6i kalau yang terjadi diluar dari harapan kita, kita cenderun6 "trauma" untuk berharap. Lihatlah bahwa berharap itu menjadi sesuatu yan tidak la6i mudah. Tidak la6i sederhana seperti perkataan kebanyakan oran6.
Ba6i saya untuk berharap dibutuhkan keberanian. Kok keberanian? ya, untuk berharap saya dan Anda butuh keberanian memeluk ketidakpastian justru ketika saya dan Anda hidup dalam dunia yan6 selalu menuntut kepastian. Berharap menuntut saya dan Anda untuk berani melan6kahkan kaki sekalipun tidak tahu besok bagaimana. Berharap menuntut saya dan Anda untuk berani MEN66ANTUN6KAN HIDUP kepada pemeliharaan San6 Sumber Kehidupan yang selalu punya banyak cara untuk menunjukkan belas kasih-Nya.Dan berharap mendoron6 saya dan Anda untuk terus menyusuri jalan kehidupan ini den6an se6ala macam ketidakmen6ertian kita akan nasib kita sendiri.
Sadar atau tidak, sesulit apapun kita memahami makna berharap yang kontekstual dengan hidup kita saat ini, keberanian untuk menyusuri lorong-lorong ketidakpastian hidup dimungkinkan karena suluh harapan kita belum padam, jangan padam!
Wonosobo, 15 Juli 2012
Y. Defrita R.
Sabtu, 14 Juli 2012
Menarik?
Kalau menyimak tuturan beberapa motivator dalam dan luar negeri selalu saya mendengar ajakan untuk "berani bermimpi, berani mewujudkan mimpi." Belum lagi pagi ini saya mendengar kicauan Paulo Coelho beberapa tahun silam terkait mimpi. Si empu sastra ini berkata bahwa hal yang menarik dari sebuah kehidupan manusia adalah kemungkinan mimpi kita menjadi kenyataan. Bagi saya ada benarnya, dan jelas benar karena tentulah yang namanya kesempatan untuk mewujudkan mimpi itu datang menghampiri setiap manusia dengan waktu dan cara yang berbeda. Namun benarkah hidup ini menarik hanya karena ada seonggok kemungkinan bahwa mimpi kita dapat menjadi nyata? apakah harus selalu begitu?
Bagi saya hidup tidak hanya sekedar menawarkan kemungkinan mimpi menjadi kenyataan, namun kemungkinan bahwa mimpi-mimpi kita tidak dapat menjadi kenyataan. Dalam kondisi semacam itu agaknya kurang normal kalau sesorang berkata bahwa hidup ini menarik lantaran mimpinya tidak kesampaian. Tapi barangkali di belakang hari, orang-orang yang tengah berada di situasi kehilangan kesempatan mewujudkan mimpi menjadi kenyataan dapat menyelami hal-hal menarik dari skenario hidup semacam itu. Dengan terbangnya kemungkinan kita mewujudkan mimpi, kita akan diajak menjelajahi berbagai macam situasi, rasa, pikiran dan pengalaman bahkan relasi yang mungkin saja tidak akan kita cecap kalau kita meraih kemungkinan mewujudkan mimpi kita.
Dari perenungan sederhana inilah saya menyadari bahwa entah kita memperoleh kemungkinan untuk mewujudkan mimpi menjadi kenyataan atau tidak pada dasarnya hidup itu sudah menarik begini adanya. Maka tugas kita adalah menajamkan hati untuk melihat dan merasakan hal-hal menarik yang dipersembahkan oleh kehidupa setiap saat.
selamat menikmati akhir pekan :)
Wonosobo, juli 2012
Y. defrita R.
Jumat, 13 Juli 2012
catatan kecil
Kemarin saya menemani seorang kerabat dari Belanda yang ingin mengunjungi Candi Borobudur. Memang bagi kami ini bukan kunjungan yang pertama. Namun yang menjadikan ini "pertama" adalah kami mengunjunginya ketika senja tiba dan nuansanya memang berbeda. Berbeda bukan dalam artian bangunan candinya berubah, tetapi komposisi warna hitam batu candi, punggung Menoreh yang berwarna hijau gelap dan langit senja yang bernuansa keemasan. Pemandangan yang sangat indah bahkan untuk sekedar direkam dalam kamera pun saya kira tetap lebih indah ketika ia saya rekam di otak saya.
Di sela-sela kekaguman saya berdiri di atas susunan batu yang luar biasa rumit dan eksotis itu saya berandai-andai dalam tanya yang tentu tak terjawab. Saya bertanya-tanya, "apa gerangan yang sedang dipikirkan oleh para wisatawan dalam dan luar negeri yang sedang menginjakkan telapak kakinya di bangunan megah ini?" Apakah sekedar foto-foto lalu disebar di dunia maya sehingga banyak teman "berkerumun dan berkicau" di sana? Apakah sekedar tidak dianggap "kamseupay" oleh orang lain? entahlah barangkali ada banyak macam hal yang mereka niatkan ketika kaki menginjak Borobudur yang megah.
Kalau diperhatikan dengan lebih jeli, kita akan menemukan perbedaan orang yang benar-benar ingin datang ke sana karena ingin pulang membawa sesuatu atau hanya sekadar ingin "uptodate" biar tidak dianggap kuper. Bahkan yang paling menggelikan saya adalah seorang wanita yang menurut ukuran mode masa kini tentulah ia masuk kategori cantik dan bergaya. Dia mendatangi 3 orang remaja dari Perancis kalau menilik logat mereka berbicara. Dengan bahasa tarzan si wanita mengajak 3 remaja ala justin beiber ini untuk berfoto bersamanya. Kerabat saya dari belanda bertanya apakah mereka itu artis? saya bilang mereka bertiga bukan artis. mereka sama seperti wisatawan internasional lainnya. Dan itu menggelikan bagi saya karena setelah wanita itu ada seorang bapak dan putrinya meminta tiga remaja lelaki asal Perancis ini berfoto dengannya. Alamak....barangkali sosok tiga remaja ala justin asal Perancis ini jauh lebih menarik ketimbang stupa kaku yang diam di sana. Sontak saja ini menjadi dagelan bagi kami semua...oh, lucunya orang Indonesia ini ya, sekalipun saya juga aseli Indonesia tapi "nggak segitunya juga kaleeeee..." hahahahhaha.
Hanya beberapa orang yang saya amati benar-benar menganggumi keindahan ceruk dan lekuk Borobudur. Dengan jasa seorang pengantar yang bercerita panjang lebar tentang Borobudur mereka mendengarkan dengan khusyuk. Ini yang namanya "menghargai" :)
Saya sendiri punya impian yang sederhana dengan Candi Borobudur. Saya ingin datang ke sana ketika sepi pengunjung dan saya benar-benar ingin memahami setiap relief yang menjadi dokumentasi kala itu dan tidak hanya mempelajarinya saya ingin memahami falsafah di balik setiap lekuk bangunannya karena saya terlanjur jatuh cinta pada Candi Borobudur (dan semua candi yang pernah saya datangi ^_^ )
Kunjungan kali ini saya sempat menjelaskan kepada ketiga keponakan saya yang ikut saat itu tentang "kuncian" yang membuat Borobudur dibangun tanpa semen.
Maka kunjungan saya kali ini ke Candi Borobudur menjadi kunjungan yang berkesan karena kesempatan menyaksikan senja dari pucuk Borobodur dan berbagi bersama dengan "3 teman kecil" saya informasi yang menggugah kecintaan mereka akan Indonesia!
Wonosobo, juli 2012
Y. defrita R.
Detail
Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4
Setiap malam menjelang tidur saya duduk dan merenungkan satu bagian dari Firman Tuhan yang tentu saja seturut panduan buku renungan. Kemarin malam saya “wajib” membaca Yehezkiel 40:1-14 yang menceritakan soal pembangunan Bait Allah. Untung saja saya cuman harus membaca sampai ayat 14 coba kalau membaca sampai habis perikop, bisa dipastikan saya akan jengah setengah mati. Apa sebab? Sepanjang 14 ayat itu mata saya hanya menyusuri ukuran-ukuran hasta yang ampun saya tak sanggup membayangkannya. Kejadian serupa juga pernah saya alami tatkala saya membaca daftar keturunan yang ampun banyaknya dan saya tak kenal(hahahaha). Si A bin X memperanakan B bin Y dan seterusnya sampai rasa-rasanya saban kali musti membaca bagian-bagian yang terlalu detail begitu mata saya lelah duluan. Dan pada akhirnya saya bertanya-tanya persis seperti malam kemarin. Bertanya-tanya apa pesan yang saya dapat dari bacaan yang isinya ukuran melulu ini.
Pesan yang saya dapat adalah DETAIL. Bacaan saya malam kemarin kelewat detail. Okelah saya orang yang menyukai detail dan sangat berhati-hati dengan detail dan akan berjuang sebaik mungkin demi detail-detail yang kadang diabaikan orang. Dan entah bagaimana tetapi saya menyaksikan Allah yang begitu detail!! Bayangkan saja sebagai master plan, Ia menyiapkan setiap kisah hidup kita begitu detail. Detik per detik ia menyiapkannya dengan detail yang tidak pernah sama. Wowwww…keren kan. Bagi saya ini keren banget dan somehow membuat saya merasa nyaman karena tahu ada Pribadi Lain yang begitu detail memperhatikan hidup saya dan mengenal siapa saya…so, untuk apa kuatir kalau kita tahu Allah adalah Allah yang sangat detail??
Wonosobo, juli 2012
Y. defrita R.
Selamat kepada kawan.....
Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4
Pagi ini ku dengar kabar itu…
Ada banyak rasa yang bercampur jadi satu…
Tapi kau tahu?
Aku bangga padamu…
Sudah kau hadapi tahap itu dengan gagah berani…
Di balik tubuh kecilmu…
Aku selalu tahu ada kekuatan dan keberanian yang mengagumkan…
Di balik tubuh kecilmu
aku selalu tahu ada hati yang teramat besar untuk mencintai kehidupan dan semua yang ada di dalamnya....
di balik sosok mungilmu...
aku selalu tahu kepribadianmu yang menakjubkan....
Dari tempatku berdiri di sini…
Ku ucapkan selamat kawan…
Pertandingan yang sebenarnya baru dimulai…
Hadapilah dengan keyakinan…
jalanilah dengan semangat yang membuncah...
sekalipun kadang ia redup, ku yakin kau selalu tahu siapa yang menjadi sumber pelita yang menyalakan semangatmu....
Temuilah setiap tantangan dengan senyuman…
Tapakilah setiap pilihan dengan kemantapan hati…
Dan jumpailah setiap orang dengan kesungguhan hati yang sama…
karena aku tahu ada kepekaan di balik sorot lembut matamu....
Karena aku selalu tahu ada belas kasih di dalam hatimu…
Dan bila jalan yang harus kau tempuh menjadi berliku dan terjal…
Janganlah menyerah kawan…
Berhentilah sejenak dan lihatlah tangan-Nya yang sejak awal menuntunmu…
Bila jalan yang kau pilih menjadi begitu sepi…
Janganlah bersedih…
Ingatlah kami yang selalu ada untukmu…
Dan kembalilah berjalan…
Kembalilah berkarya…
Jangan pernah berhenti sampai waktunya tiba…
*untuk Arivia Novia Susanti…selamat kawan. perjuangan dan perjalanan panjang masih menantimu tapi seperti kata-katamu, "apa yang tidak membunuhmu adalah kekuatan bagimu"*
Wonosobo, juli 2012
Y. defrita R.
note:
tulisan ini sudah disiapkan sejak hari pertama saya mendengarnya dan baru sempat ter"publish" sekarang.