Jumat, 27 April 2012

Belajar dari kabut di Sumowono...

Sumowono1
Selasa pagi saya dan keluarga hendak pergi ke Pati. Sudah lama kami mencanangkan waktu untuk mengunjungi kakak saya yang nomor dua. Setelah sekian rencana berakhir gagal, maka kali inipun kunjungan ke Pati terlaksana. Berangkat jam 5 pagi dari Wonosobo dengan menempuh rute Sumowono yang konon katanya memperpendek jarak tempuh Wonosobo-Pati. Untuk yang satu ini saya tidak bisa memastikan karena jujur baru kali pertama saya menempuh jalur Sumowono menuju Pati.

Perjalanan relatif lancar dan menyenangkan terutama ketika memasuki wilayah Sumowono yang masih asri. Kanan dan kiri jalan hanya pohon belaka dan sesekali ladang atau sawah milik penduduk lokal. Cahaya matahari menerobos celah-celah pepohonan dan membias sangat indah di caping para petani yang sedang berjalan.Pemandangan yang jarang ditangkap oleh mata yang sudah terlampau sering menyaksikan hingar bingar kota dan seabrek pekerjaan.

Tak terasa kami sudah sampai di Pati dan waktu yang tak begitu panjang kami gunakan sebaik-baiknya untuk bercengkrama. Tepat jam setengah enam malam, kami berpamitan dan segera kembali ke Wonosobo. Jam sembilan lewat setelah makan malam di Bandungan kami segera memasuki daerah Sumowono yang tadi pagi menyambut kami dengan kabut tipisnya.

Sumowono3
Tetapi malam ini Sumowono menyambut mobil kami dengan kabut pekat. Jarang pandang hanya 1 meter. Sekalipun sopir kami Pak Suradi sudah hafal luar kepala kelokan dan tanjakan serta jalan curam di Sumowono, namun kondisi kabut pekat semacam ini tak ayal membuat kami semobil cuman bisa diam mengatur kecemasan dan sebagian lagi berdoa agar tak terjadi hal-hal yang buruk.

Jalanan Sumowono termasuk jalanan yang sepi. Rumah-rumah penduduk di sepanjang jalan amat jarang dijumpai. Belum lagi tidak ada lampu jalan yang menerangi membuat jalanan semakin gelap mencekam. Dengan perlahan Pak Suradi mencoba mengikuti marka jalan berwarna putih yang sungguh catnya sudah memudar entah sejak kapan. Kakak saya yang duduk di samping Pak Suradi sibuk memberikan aba-aba seperti, "Belok kiri pak. Belok kanan pak. Teras mawon (terus saja) pak."

Saya mengira ruas jalan yang berkabut pekat itu sekitar 2-3 km saja panjangnya namun entah karena kecepatan mobil yang merayap dalam arti sebenarnya maka ruas jalan berkabut itu terasa panjang bukan kepalang.

Dalam situasi itu saya melihat bahwa kehidupan kita sama halnya dengan jalanan di Sumowono. Kadangkala berkelok dengan tajam ke kanan atau ke kiri, kadang menanjak kadang menurun dengan curamnya. Dan kadangkala dalam perjalanan yang jauh dari mulus itu kabut menghadang kapan saja. Tidak ada pilihan lain ketika kabut menghadang selain terus maju menerobos kabut di Sumowono. Sikap Pak Suradi yang tenang menerobos kabut membuat saya tercenung dan merenung. Akh seandainya saja semua orang bersikap seperti itu ketika menghadapi kabut dalam kehidupannya, Tetap tenang mengendalikan apa yang masih bisa dikendalikan dengan baik. Dan menyaksikan Pak Suradi "membaca" garis putih pembatas jalan demi menjadikannya sebagai petunjuk membuat saya belajar bahwa sekalipun kabut itu pekat nian, selalu ada "petunjuk" dalam kehidupan kita. Yang dibutuhkan hanyalah ketenangan dan kejelian.Selain itu saya mengamati ketika Pak Suradi menggunakan lampu jauh dengan harapan dapat menerobos pekatnya kabut, yang terjadi adalah nihil besar. Dia tidak mampu membaca jalanan di depan. Dari sini saya belajar bahwa ketika kabut kehidupan menyerang kita selain dibutuhkan kesabaran dan kejelian membaca petunjuk-petunjuk dan pertolongan yang Tuhan berikan juga dibutuhkan ketabahan. Ketabahan untuk menjalani yang ada saat ini. Ketabahan untuk tidak melihat terlalu jauh ke depan tetapi menjalani apa yang ada saat ini, itu sudah cukup.

Dan tak selamanya kabut itu menutupi jalan kehidupan kita. Akan ada masanya kabut itu hilang diganti udara yang bersih dan terang yang benderang...

 

ahh...tak selamanya kabut itu pekat belaka, nyatanya saya belajar banyak dari kabut....

 

 

Y. Defrita R.

Wonosobo, akhir april 2012

 

Sabtu, 21 April 2012

True Colors

Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

Bola_benang_neka_warna

You with the sad eyes
Don't be discouraged
Oh I realize
Its hard to take courage
In a world full of people
You can lose sight of it all
And the darkness inside you
Can make you feel so small

But I see your true colors
Shining through
I see your true colors
And that's why I love you
So don't be afraid to let them show
Your true colors
True colors are beautiful,
Like a rainbow

Show me a smile then,
Don't be unhappy, can't remember
When I last saw you laughing
If this world makes you crazy
And you've taken all you can bear
You call me up
Because you know I'll be there

And I'll see your true colors
Shining through
I see your true colors
And that's why I love you
So don't be afraid to let them show
Your true colors
True colors are beautiful,
Like a rainbow

(When I last saw you laughing)
If this world makes you crazy
And you've taken all you can bear
You call me up
Because you know I'll be there

And I'll see your true colors
Shining through
I see your true colors
And that's why I love you
So don't be afraid to let them show

Your true colors
True colors
True colors
Shining through

I see your true colors
And that's why I love you
So don't be afraid to let them show
Your true colors
True colors are beautiful,
Like a rainbow

 

setiap orang pasti punya warna...dan untuk setiap orang, tunjukkan warnamu. Jangan menuntut orang lain menyaksikan warnamu...tunjukkanlah warnamu yang sesungguhnya dan cintailah dirimu sebagaimana Allah mencintaimu...mencintai warnamu

Today

Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

Welcome_today

Today while the blossoms still cling to the vine
I'll taste your strawberries I'll drink your sweet wine
A million tomorrows shall all pass away then I'll forget all the joy that is mine today
I'll be a dandy and I'll be a rover you'll know who I am by the songs that I sing
I'll feast at your table I'll sleep in your clover who cares what tomorrow shall bring
Today while the blossoms still cling to the vine
I'll taste your strawberries I'll drink your sweet wine today

I can't be contended with yesterday's glory I can't live on promises winter to spring
Today is my moment and now is my story I'll laugh and I'll cry and I'll sing
Today while the blossoms...

lagu yang dipopulerkan oleh Emi Fujita yang mengajak kita untuk MENIKMATI hari ini sepenuhnya.  Hanya hari ini kita benar-benar disebut hidup. kita tidak hidup di masa lalu yang tersimpan di sudut sana. Kita tidak pula hidup di angan-angan akan masa yang akan datang. Maka reguklah...kecaplah...nikmatilah keindahan hari ini....

sebuah ajaran yang sederhana namun sudah lama dilupakan orang. bayangkan berapa banyak orang di luar sana yang sejak dari pagi buta sudah dipusingkan oleh urusan kemarin dan rencana esok. Sedikit sekali ornag yang menikmati hari ini sebagaimana hari ini sudah hadir bagi kita. Maka serta merta teringatlah saya akan petuah seorang bikhu di vihara mendut bertahun silam yang menganjurkan kepada saya dan teman-teman untuk hidup di masa kini. hidup dalam kekinian bukan angan-angan dan penyesalan. Meditasi menjadi salah satu cara untuk menghayati hidup masa kini...hidup hari ini di sini. Melalui meditasi pula saya menyadari bahwa selama ini saya berjalan terlampau banyak memberi beban kepada ibu jari saya. Sungguh kesadaran yang sederhana dan bagi sebagian orang cenderung tidak ada artinya, tapi bagi saya, ini kesadaran yang menyengat seluruh keberadaan diri saya sebagai manusia. Betapa ibu jari kaki yang menanggung beban tubuh saya sudah menghantarkan saya ke berbagai tempat dan pengalaman...terimakasih kakiku, terimakasih ibu jari kakiku :)

hal-hal semacam ini tentu tidak akan pernah saya rasakan jika saya tidak "memaksa' diri untuk hidup pada hari ini. hanya hari ini saja. Saya tidak akan pernah tahu jasa ibu jari kaki saya. Saya tidak akan pernah sadar dinginnya batu yang menjadi pijakan saya. Saya tidak akan sadar akan laba-laba yang naik turun merajut rumahnya. Sebuah kesadaran-kesadaran yang sederhana tetapi sanggup membuat kita mensyukuri hari ini sebagai pemberian Allah.

 

mari belajar menikmati hari ini...hanya hari ini sebagaimana adanya ia sudah diberikan Allah kepada kita...

 

 

Wonosobo, april 2012

Y. Defrita. R

teratai di mendut...

Normal 0 false false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

 

Teratai

Pagi ini sebelum meditasi bersama dimulai, aku menyempatkan diri berjalan-jalan di sekeliling halaman Vihara Mendut yang sepi namun bening. Segera ingatan melayang pada pagi-pagi yang sudah aku lewati entah ada berapa banyak pagi sudah aku lalui. Pagi hari yang selalu aku lewati dengan ketergesaan. Pagi hari yang kadang tidak sempat aku nikmati karena masih lelap dalam alam bawah sadar.

Pagi hari yang sudah dikerumuni oleh banyaknya pekerjaan dan kegiatan. Pagi hari yang tidak teduh, tetapi gaduh.

Dan untuk sekali ini aku menikmati pagi yang lembut dan manis.

Matahari baru menampakan bias gaunnya yang cantik. Temaram cahaya pagi membukakan pemandangan yang luar biasa. Sekawanan burung dari arah utara terbang bersama-sama ke barat. Disusul gerombolan burung lain yang terbang ke arah yang lain. Geliat semesta diterangi temaram mentari pagi sudah terasa bahkan di nadiku. Ku lambatkan langkahku di batu yang dinginnya menyengat kesadaran.

Betapa semesta memiliki ritmenya sendiri. Kita tak akan pernah mampu mengukurnya dengan persis sama. Kita tidak akan pernah mampu membacanya secara pasti. Karena bagi semesta kepastian adalah perubahan. Bukan perubahan yang ajeg seperti bayanganmu. Tetapi perubahan dalam arti berubah sepenuhnya. Maka semesta terkekeh demi menyaksikan kita yang beradu teori membaca semesta dan pertandanya. Semesta hanya membukakan halaman per halaman setiap detiknya. Detik yang sekarang berbeda dengan detik yang nanti. Detik ketika kau membacanya, tak akan lagi sama dengan detik yang kemudian ketika kau membacanya lagi.

Dan dalam segenap perubahan yang dikibarkan semesta, aku menatap kehidupan yang baru lahir dari dalam kolam. Jauh dari jernih tempat ia bersemayam tadi. Namun dalam keruh pekatnya tempat ia hidup sesungguhnya ia tengah mempersiapkan diri. Mempersiapkan diri untuk menerima apapun yang hidup berikan. Menerima dan merangkul apapun yang hidup persembahkan baginya. Entahkah itu membuatnya mencecap rasa manis, getir yang menyengat lidahmu, atau justru keletihan yang mendera mu luar biasa, ia sudah belajar bersahabat dengan itu semua.

Perlahan-lahan semesta berubah terang benderang. Perlahan-lahan munculah ia dalam kolam yang pekat. Kuncup yang tadi hanya tertutup seolah melindungi diri kini sudah terbuka lebar. Menampakan dirinya yang seutuhnya. Keindahannya membuat orang lupa dari mana ia hidup. Persemayamannya di tengah kolam pekat lumpur membuat ia berani membuka diri selebar-lebarnya, seluas-luasnya kepada kehidupan. Seolah mengundang kehidupan untuk memberinya sesuatu dan ia akan terima sepenuh hati.

Dan sesungguhnya demikianlah kehidupan ini mengajari kita untuk menerima apapun yang hidup berikan. Semenjak kita masih berenang-renang di dalam cairan amnion, hidup sesungguhnya sedang mempersiapkan kita untuk berani berenang, mengapung bersama manis, pahit, luka dan tawa yang hidup berikan. Bagaikan teratai yang tetap mekar dan membuka dirinya, maka sesungguhnya kitapun mesti mekar dan membuka diri pada hidup. Hidup memang tidak selalu mudah, tetapi selalu indah dalam berbagai pengalaman dan pemaknaannya…

 

 

Mengingat teratai di halaman Vihara Mendut

Y.Defrita.R (April 2012)

Meniti mimpi

Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

Hmmm_imajinasi_berkembang

 

Konon dalam gelap pekat sederet gambar mulai dimainkan

Kau dapat menjadi siapa saja dan apa saja kau inginkan

Kau dapat ubah gurun gersang menjadi perbukitan hijau dan sejuk

Kau dapat menjadi pemimpin dunia kalau kau mau

Dan kau dapat menyimpannya rapi di sini.

Tutuplah setiap kau selesai memainkannya

Tutuplah setiap kau selesai menambahkan satu dua bagian di sana dan di sini.

Bukalah setiap kau menginginkannya.

Kala hidupmu tidak seperti anganmu, bukalah.

Maka kau akan temukan gambaran yang kau buat semasa kanak-kanak dulu.

Gambaran penuh kebebasan…

Gambaran berbingkai bianglala..

Gambaran bertabur warna..

Dan kau ada di sana sebagai pusatnya..

Yang tak pernah kau jumpai di sini.

Jangan ditutup!

Biarkan ia kini terbuka…

Biarkan gambaran mu menghirup udaramu..

biarkan gambaran mu menyaksikanmu tumbuh…

hamparkanlah ia sebagai jalanmu..

titilah ia sebagai jembatanmu…

maka sesuatu yang dulu hanya kau simpan di gelap pekat…

kini hadir di sini…

 

 

 

 

untuk mereka yang berani bermimpi dan terus mewujudkan mimpi-mimpi mereka…

Y.Defrita R.

April 2012

SI ANU

Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

 

Anonim

            Menjelang Tri Hari Suci yaitu Kamis Putih, Jum’at Agung, dan Sabtu Sunyi, teks Kitab Suci Matius 26:17-25 adalah teks yang lumrah dibacakan dan direnungkan, sesuai dengan tahun leksionari. Beberapa hari menjelang paskah minggu lalu saya membaca Matius 26:17-25 dan kemudian membandingkannya dengan Markus 14:12-21, Lukas 22:7-14;21-23 dan Yohanes 13:21-30 dan saya menemukan bagian yang mungkin nyaris terlewatkan dari mata kita, tetapi menurut saya bagian ini menarik untuk diulik.

            Di dalam Matius 26:18 Anda akan menemukan frasa “si Anu” yang uniknya tidak ditemukan dalam 3 teks sinoptik yang lain. Ketika saya membaca frasa “si Anu” dan mencarinya lebih jauh lagi saya menemukan bahwa frasa “si anu” di ESV (English Standard Version), KJV (King James Version), NIV (New International Version), RSV (Revised Standard Version) frasa “si Anu” adalah certain man, such a man, dan certain one. Sedangkan dalam bahasa Yunani deina yang memang artinya nama yang tidak terlalu penting untuk disebutkan tetapi cukup dipahami oleh orang-orang di dalam konteks tersebut (sehingga tidak disebutkan namanya pun, para murid sudah memahami siapa yang dimaksud). Namun di atas semua penjelasan itu terenyuh hati saya dengan si Anu yang loteng rumahnya dipakai oleh Yesus dan para muridNya sebagai tempat perjamuan makan Paskah. Sembari terus merenungkan si Anu saya heran, masakan iya si Anu ini namanya sampai tidak terlalu penting untuk disebutkan…ah,keterlaluan betul rasanya.

            Si anu punya nama, itu keyakinan saya , masakan iya dia tak bernama, aneh betul. Tetapi mungkin bagi penulis nama si anu tidaklah terlalu signifikan jika dituliskan tetapi bagi intepretasi saya, si anu ini punya makna yang tidak seremeh “nama” si anu. Mungkin bagi orang lain si anu itu nothing tapi bagi Yesus si anu itu someone and He need him! Dalam hidup kita di dalam dunia, kitapun mungkin pernah atau bahkan sering dianggap bukan siapa-siapa. Dianggap tidak penting. Dianggap tidak berharga. Dianggap tidak selevel. Tetapi silahkan Anda perhatikan, sekalipun si anu ini namanya tidak disebutkan, ia adalah orang yang dibutuhkan oleh Yesus. Orang yang mengambil bagian dalam momen penting Yesus dengan para muridnya menjelang detik-detik penyiksaanNya. Ia menyediakan loteng rumahnya. Ia menyediakan makanan bagi Yesus dan para muridNya. Peran yang tidak remeh.

            Barangkali kita sering dianggap sebagai si Anu  tidak penting, tidak layak, tidak terkenal, dan kita mulai lelah dianggap sebagai si anu. Lihatlah pada si anu di Matius 26:18. Sekalipun bagi dunia perannya sangat sederhana, sangat remeh, bahkan keberadaan dirinya tidak diperhitungkan, Yesus tetap menganggapnya sebagai seorang penting, Yesus tetap membutuhkan dia. Dan respon si anu adalah menyambut dan memberikan apa yang sanggup ia berikan pada Yesus. Sekalipun orang-orang di sekitar kita memandang remeh keberadaan kita, ingatlah bahwa Yesus butuh kita yang dianggap si anu dan Ia tidak memandang remeh kita!

 

 

 

 

 

Y.Defrita Rufikasari

Wonosobo, 6 April 2012

monopoli....

Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

 

Monopoly

Monopoli!!!! Siapa sih yang tidak tahu monopoli? Siapa sih yang tidak pernah main monopoli? Mainan yang populer sejak lama di kalangan anak-anak sampai dewasa ini memang punya daya tarik luar biasa sekalipun barangkali posisinya digeser perlahan pasti oleh games PC, games di dunia maya. Daya tarik monopoli terletak pada kemampuan kita untuk membuat pilihan dan mengambil keputusan yang tentu mengandung resiko . Resiko gagal, karena angka di dadu tidak meloloskan mimpi memiliki satu kompleks, atau bangkrut karena mendadak teman bermain bak vacuum cleaner yang menyedot habis uang kita hingga receh terakhir. Tetapi gagal dan beruntungnya bukan hanya ditentukan dari keputusan kita tetapi juga angka di dadu, untuk yang satu ini mungkin kita bisa bilang “faktor hoki” yang berperan.

                Selain itu monopoli mengajari kita untuk tidak mudah iri hati dan putus asa begitu melihat teman sepermainan mendekati tangga puncak sebagai monopolis sejati. Pernah suatu ketika keponakan saya yang nomor dua ngamuk hebat demi menyaksikan kakaknya meraup banyak uang dan menguasai beberapa daerah beserta tempat tinggalnya. Pada putaran itu saya resmi menjadi orang bangkrut pertama. Tak dinyana kejadian itu membuat saya tepekur (keuntungan bangkrut pertama adalah dapat menganalisa permainan dan watak pemain hehehehe…). Dalam hidup sesehari sesungguhnya tak beda jauh dengan papan monopoli yang dimainkan saya dan keponakan saya. Ada orang-orang yang karena usahanya, keputusan-keputusan yang mereka buat serta faktor berkat keberuntungan menjadi orang yang empunya, ya empunya daerah, ya empunya tahta, dan lain sebagainya. Ada pula orang-orang yang senasib dengan saya dalam permainan putaran pertama itu yaitu bangkrut setelah berjuang habis-habisan. Ada yang sanggup menerima dengan ikhlas, namun paling banyak adalah yang sirik dan melakukan segala macam cara yang musyrik untuk menjatuhkan orang lain atau sekedar meluapkan kejengkelan. Dengan bermain monopoli sebetulnya kita sedang dilatih untuk tenggang rasa, menghargai kesuksesan orang lain, dan tetap menjaga harmoni permainan.

                Di lain kesempatan, saya menjadi monopolis sejati. Saya berhasil menguasai daerah-daerah penting yang sanggup membuat kocek pemain lain bolong dan gulung karpet. Dengan sisa-sisa receh yang dimiliki oleh dua pemain, keponakan saya bertanya polos nyaris lugu, “ik (tante), kok gak dibeli sih afriknya? Kan uange udah banyak mbanget tuh.” Dengan santai berkipas duit dolar kertas monopoli, saya menjawab, “ian, kalau iik, beli afrika dan australia sekalian, kamu ama kak maria udah gulung karpet dari tadi. Gak asyik dong menang sendirian dan permainan selesai.” Main monopoli juga butuh sensitivitas untuk menciptakan permainan yang dinikmati siapapun termasuk yang cuman punya beberapa lembar receh. Apalah arti julukan monopolis sejati kalau ternyata itu menghentikan permainan.

                Tetapi sayangnya hidup kita juga tidaklah sesederhana permainan monopoli, namun makna-makna yang terkandung dalam permainan monopoli hasil perenungan saya yang bangkrut dalam putaran pertama jelas mempertajam pemahaman saya akan seni hidup bersama dengan orang lain. Diperlukan sensitivitas terhadap arus permaianan dan juga emosi dan kondisi orang lain. Dibutuhkan kecepatan berpikir dan kepercayaan diri untuk membuat keputusan baik terkait dengan urusan personal maupun komunal. Dibutuhkan kebesaran hati untuk menerima dan menjalani kehidupan yang mungkin tidak sesuai harapan dan tidak sesukses orang lain. Diperlukan sifat dan sikap yang tidak tamak dan memberikan kesempatan pada orang lain untuk tetap menikmati hidup, gak kayak sekarang ini yang berkuasa ngegencet yang sekarat.

                Tuh kan asyik kan main monopoli, jauh lebih asyik ketimbang sibuk ngurusin tanaman yang cuman tumbuh di dunia maya demi melawan mayat hidup gentayangan. Kalau sekarang banyak orang terhisap dan terbius dengan pesona games di komputer dan di dunia jejaring sosial, maka tak ada salahnya melirik monopoli dan bermain bersama teman atau keluarga di akhir pekan. Kalau games di komputer dan dunia jejaring sosial cenderung mengasah diri menjadi invidualis sejati, maka bermain monopoli mutlak harus berelasi dengan pemain yang lain…

Yuuuuukkkk main monopoli……

 

 

 

 

 

Y. Defrit Rufikasari

Wonosobo, awal April 2012

*perenungan setelah sekali menang, dan sekali bangkrut total*

bersamamu di via dolorosamu...

Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

 

 

Memandang salibmu junjunganku

Aku terdiam dalam hening bening

Terlintas dalam benak sebuah tanya

Jauh sebelum engkau hadir dalam duniaku

Adakah engkau sudah tahu pedih perihnya via dolorosa?

Adakah engkau sudah tahu bahwa jalan penderitaanmu itu sunyi belaka?

Tiada kawan…

Hanya lawan…

Kesunyian panjang menyanyi mengiringmu

Adakah engkau sadar sepenuh jalan ini begitu sepi, sedikit orang yang memilihnya?

Sampai kini sungguh tiada ku mengerti

Engkau jalani penderitaanmu

Tidak mempercepatnya…

Tidak juga memperlambatnya…

Tetapi membiarkan dera demi dera hadir dalam waktu sewajarnya

Dalam tempo apa adanya

Dalam sepi seadanya…

Via dolorosamu getir, junjunganku…

Via dolorosamu sepi…

Betapa sesungguhnya penderitaan berkarib dengan sunyi

Berangkulan mereka bernyanyi sepanjang jalanmu…

Kau gedor pintu itu…

Kau teriakan nama yang begitu akrab bagi nadimu…

Kau panggil bapamu…parau…

Dan hanya angin yang berhembus gelisah…

Betapa sunyi via dolorosamu…

Betapa sepi salibmu…

Dalam sepimu itu kau undang aku serta…

Ikut kau punya langkah…

Tertatih menahan pedih namun pasti…

Ikut kau punya jejak…

Tanpa gaduh mengaduh…

Memeluk penderitaan hidup

Sama seperti kau reguk cawan pahit itu…

Bersamamu di via dolorosamu…

 

 

Y. Defrita R.

Jum’at agung, 6 april 2012

Wonosobo